"buka hp lu. ayo lihat, lu masih berani ngomong gitu apa enggak."
Seratus ribu penonton, komentar berisi cacian dan makian, beritanya tersebar cepat sekarang. Usai melalui akun media sosial Dewa—perkelahian antara Vincent dan Yuan berhasil terekam secara langsung. Video cctv 2 tahun lalu ketika Vincent benar-benar menyeret Yuan dengan tangga dari lantai 8 ke lantai 9 pun terekspos.
Cctv yang sempat disabotase oleh pihak kampus.
Dalam 10 menit setelah siaran langsung itu, artikel dengan thumbnail wajah gubernur mulai bermunculan. Stasiun televisi pun menyiarkan hal yang sama. Nama Vincent dan nama gubernur langsung menjadi trending topik. Masing-masing berlomba menjadi yang pertama mengupas skandal besar ini.
Video itu—rekaman CCTV dua tahun lalu yang sempat hilang misterius dari arsip kampus—kini tersebar. Semua orang bisa melihatnya. Kejadian itu tidak lagi menjadi sekadar rumor. Rekaman yang disabotase, disembunyikan, dan dianggap tidak pernah ada, kini menyeruak ke permukaan. Bahkan kampus yang mencoba menutupi kejadian itu demi "nama baik" mereka pun sepertinya tak bisa berbuat apa-apa.
✧✧✧
Lobi rumah sakit, pukul 2 dini hari. Daffa masih duduk di sana, bersama Haru yang tidur bersandar pada pundaknya, dan beberapa orang asing ada di sekeliling mereka. Sesil meneleponnya 3 jam lalu, menyuruh ia dan Awan untuk istirahat saja karena sisanya akan diurus oleh mereka. Arga yang mengabari jika Dewa untuk beberapa saat akan menginap—atau disembunyikan oleh mereka di tempat Arga dulu agar aman.
Daffa yang ditinggal tidur oleh Haru, menoleh dirasa seseorang duduk di sampingnya.
"operasinya Yuan lancar."
Mendengar itu, baru Daffa bisa menghembuskan napas lega. Ia sandarkan tubuhnya pada kursi.
"lu nggak mau nonjok gua juga, Do?"
Aldo, hanya menggeleng singkat.
"lu temen gua, Daf," sahutnya.
Ketika Daffa mendapat tinjuan dari Erik di saat kejadian, lalu di rumah sakit ia bertemu Revan yang amarahnya sudah menjadi-jadi, memukul Daffa, lagi. Haru dan Aldo yang menghentikan. Haru dan Aldo yang membela Daffa.
Daffa kira Aldo akan marah padanya seperti mereka.
"tetep temen gua yang gilanya ga berubah dari dulu," lanjut Aldo usai hening sekian detik.
Daffa terkekeh pelan. "pujaan hati lu hampir mati gara-gara gua."
"yang penting ga mati."
Daffa tersenyum mendengarnya. Senyum getir yang membuatnya merasa semakin jahat. "apa kabar anak teknik kalo tau calon kabem fakultas mereka ngomong gini?" Ia melirik si sohib sinis.
"gua ga mau nyalon juga." Aldo tertawa kecil.
Daffa terdiam. "kenapa?" Padahal Aldo berpotensi—ia yang selalu mendukung Aldo menjadi pemimpin di mana pun itu.
"habis proker terakhir besok, jabatan gua di bem abis. gua udah ga mau lanjut apa-apa, di univ, di fakultas, even di prodi." Kepala Aldo ikut bersandar pada kursi. Pandangannya kosong ke depan, banyak beban, tapi ia tak tahu spesifiknya apa hingga membuat itu begitu berat. Atau mungkin ia yang tak bisa mengatakan kepada Daffa.
"ada hubungannya sama masalah Haru dulu, ya?" Daffa menebak.
Mendapat anggukan singkat dari Aldo, ia memilih tak bertanya lebih lanjut. Posisi Aldo sama terancamnya kala itu—karena ia berteman dekat dengan Haru dan sama-sama aktif di kepanitiaan pemira. Lalu Aldo memutuskan bergabung dalam kepengurusan bem universitas padahal Haru pernah terlibat masalah dengan orang-orang bem, pasti Aldo punya alasan sendiri.
"iya. kalo lu udah capek, berhenti, Do." Dan, Daffa hanya mampu menepuk-nepuk pundak Aldo sebagai penenang.
Atensi keduanya teralihkan ketika mendengar suara getar dari ponsel Haru yang dibawa oleh Daffa. Begitu melihat nama si penelepon, Aldo mengerutkan kening heran.
"halo?" Daffa mengangkat panggilan itu.
"Daffa?" Suara dari seberang terdengar bingung.
"iya, gua. Haru tidur."
"anjing ninggalin kita cuma buat tidur sama elu?!"
"bacot lu, Vin."
Gavin dan Evo, mereka tidak tahu Haru diam-diam pergi dari konser. Mana tahu jika Haru berjuang menerabas ribuan manusia di dalam gedung untuk menyusul Daffa.
"konser udah kelar daritadi baru nyariin sekarang?" cebik Daffa kemudian.
"hp gua lowbat, hotel gua jauh tadi nyari makan dulu, jalan-jalan dulu, menikmati angin malam dulu—"
"tmi banget ga penting sumpah. ngapain juga nyari hotel jauh-jauh."
"ya gua mana tau daerah sini, babi."
Gavin menyebalkan, tapi di mata Gavin, Daffa pun sama menyebalkannya.
"kenapa gak nginep apart abang lu?" celetuk Aldo, ikut menimbrung.
"males gua liat mukanya."
Daffa tertawa kecil mendengarnya. "Septian juga bakal bilang gitu kalo denger," sahutnya.
Mungkin karena begitu bising—Haru bergerak terganggu. Kepalanya mengusik leher Daffa pelan sebelum ia mulai membuka mata. Tangannya yang dilipat pada dada itu ia renggangkan. Mencoba mengumpulkan tenaganya.
"jam berapa?" Suara Haru serak, khas bangun tidur. Ia menoleh pada Daffa—lalu menjatuhkan lagi kepalanya pada pundak si empu.
"setengah 3," balas Daffa.
"lu nggak tidur?" Haru kembali memejamkan mata.
"tidur, kok," dusta Daffa.
Sementara panggilan dari Gavin tadi dimatikan sepihak olehnya usai menyadari Haru terbangun.
"operasinya gimana? udah ada kabar?"
"lancar, Ru."
Haru diam. Ia rasakan tangan Daffa menyentuh tangannya, membawanya dalam genggaman lembut sembari mengelusnya dengan tangan satunya lagi. Kedua tangan Daffa terasa dingin. Membuat Haru memilih bangun. Ia lepaskan tangan Daffa pelan.
Jaket yang gunakan sejak tadi pun ia lepas—ia pindah pada tubuh Daffa.
"gua juga kedinginan nih," celetuk Aldo sewot.
"request petugasnya matiin ac," balas Haru ketus.
Sukses membuat Aldo memutar bola matanya, ia sebal, tapi senang. Senang melihat kedekatan Haru dan Daffa yang hangat seperti ini. Senyum kecilnya mengambang kala giliran Haru yang meraih Daffa untuk dipeluk sebentar.
"lu bohong. ayo tidur." Kali ini Haru menuntun kepala Daffa agar bersandar pada pundaknya.
Daffa diam saja.
"kalo lu gak sakit, gua tonjok lu balik. inget, Rik. elu yang minta Daffa lanjutin project-nya." Haru mengucapkan itu pada Erik di dalam ruangan sebelum dokter datang. Daffa di luar, ia yang hendak masuk, mengurungkan niatnya. Haru sudah membelanya sejak ia dan Revan bertengkar. Tak menyangka Haru juga membelanya di depan Erik.
Sekarang Daffa merasa bersalah, kok. Tapi, ia akan lebih merasa bersalah jika memilih datang lebih awal dan si iblis itu kembali menyabotase cctv, menghilangkan semua bukti.
"yang dilakuin Daffa udah bener, Rik. Yuan lu gak mati, kan?"
Tanpa Daffa sadari jika Haru tidak masalah disebut jahat jika itu bersama Daffa.
Kala Daffa menyuruh Haru menemani Erik dan Yuan saja—"gua gak mau lu terpuruk sendirian lagi kayak dulu," itu yang diucapkan Haru untuk menolak.
✧✧✧

KAMU SEDANG MEMBACA
dunia (a story after highway)
Fanficisi dunia berjalan sesuai takdir, dan tidak pernah bisa ditebak, bahkan oleh Haru sekalipun. ⚠️tw // bxb ⚠️lanjutan dari buku sebelumnya yang berjudul, highway. ✧06/10/24