Saat Daffa ada di masa hidupnya yang sangat buruk, Aldo di sana menemaninya. Sama ketika Haru berada di situasi paling suram dalam hidupnya, ada Aldo di sisinya.
"selanjutnya, sambutan oleh ketua pelaksana Festival Seni dan Budaya Adharma Kshaya, Revaldo Dandi Joan, kami persilahkan."
Suara tepuk tangan meriah memenuhi seisi tempat. Daffa duduk di sana, menjadi salah satu dari banyaknya orang yang hadir dalam acara ini. Ia bukan mengincar sertifikat yang akan diberikan. Ia juga tidak tertarik menonton penampilan apa yang akan disajikan. Namun, ia di sini untuk mendengar Aldo.
"bagi saya, festival ini bukan hanya tentang seni dan budaya. ini sebagai pengingat jika seni memiliki kekuatan untuk menyuarakan apa yang sering kali dibungkam, seperti, kebenaran yang selama ini tertutupi oleh ketakutan, kekuasaan—" Aldo terdiam menjeda kalimatnya. Sorot matanya tertuju pada seisi aula. Ketika teman-teman panitianya juga sama menatapnya penuh harap.
"—dan kepentingan."
Lalu, Daffa tidak sendirian. Ada Gavin dan Evo di kursi sisi kanannya. Mereka duduk di barisan tengah, tak begitu jauh dari panggung yang ada di bawah. Tapi, Aldo bisa melihat mereka.
"sekali lagi, ini bukan sekadar panggung seni, tapi sekaligus suara. suara bagi mereka yang pernah dibungkam dan terluka, namun tetap memilih berdiri meski dunia terasa sangat keras. sekarang kita tidak hanya sedang merayakan budaya. ada keberanian, perjuangan, dan harapan yang perlu kita semua lihat."
Daffa pikir bahkan aula yang harusnya diduduki lebih dari 500 orang itu tidak akan penuh—biasanya seperti itu. Namun, ternyata setelah kasus seminggu lalu, acara ini mulai banyak diminati karena mengusung tema yang serupa. Yang digadang-gadang akan menyinggung mengenai kelakuan buruk budak kampus 2 tahun lalu.
"bem kampus kacau waktu itu. kebagi 2 kubu, ada yang bela Vincent, ada yang bela Haru. orang-orang takut buat temenan sama Haru, tapi Aldo yang notabenenya temen deket Haru tetep milih join kepengurusan bem. kebayang gak dia di sana diapain aja sama antek-anteknya Vincent?"
Saat itu Aldo masih maba. Belum punya power sebesar sekarang. Perlu bertahun-tahun Aldo untuk membuat orang-orang berpihak padanya. Dan terbentuklah panitia-panitia di sini yang mendukung penuh ketua pelaksana mereka. Bahkan jejeran menteri pada kursi paling depan yang ada di paling bawah sekalipun nampak bangga.
Secara tulus Aldo mengucapkan terima kasih pada seluruh orang yang terlibat. Maniknya kesana-kemari hingga menemukan Daffa di tempatnya. Membuat senyum si sohib mengembang cerah.
"sebelum saya akhiri, saya ingin memperkenalkan, jika ada orang yang keberaniannya menjadi alasan kita semua ada di sini hari ini. meski yang saat itu dilakukan tidak langsung berakhir baik. dia adalah, orang pertama yang punya keberanian untuk mengungkapkan semua, walaupun harus dihadapkan dengan banyak konsekuensi berat."
Aldo mengambil napas dalam, sorot mata tegasnya menyapu seluruh aula.
"saya ingin kita semua memberikan penghormatan kepada orang yang telah membuka jalan bagi kita." Lalu, pandangannya hanya fokus ke pintu masuk yang jaraknya lumayan jauh dari tempatnya.
"saya mempersilakan, Ocean Deoharu."
Ketika ratusan orang mulai terkejut dan menoleh ke arah pintu masuk di bawah—Daffa hanya tersenyum simpul begitu maniknya bertemu lagi dengan Aldo di bawah sana.
"you did your best, Do..."
✧✧✧
KAMU SEDANG MEMBACA
dunia (a story after highway)
Fanfictionisi dunia berjalan sesuai takdir, dan tidak pernah bisa ditebak, bahkan oleh Haru sekalipun. ⚠️tw // bxb ⚠️lanjutan dari buku sebelumnya yang berjudul, highway. ✧06/10/24