• Haru dan Daffa

171 39 2
                                    

"bisa gak lu berhenti?"

"nggak."

Jawaban yang sangat jelas. Jika ini bukan Daffa, mungkin Haru sudah mengatainya berbagai kata makian karena membuat teman dekatnya dalam bahaya. Meskipun bukan salah Daffa. Erik yang sukarela membantunya.

"otak kita udah teguh di project ini. kalo lu dengan gampang nyuruh gua stop, kerjain semua dari awal buat kelompok gua," ucap Daffa datar.

Haru menarik napas dalam-dalam. Lorong rumah sakit yang sepi ini, menambah ketegangan antara mereka berdua.

"dari kita sekolah, lu pasti udah ga asing sama project berbau kelistrikan, kan? kenapa gak manfaatin itu aja—"

"hampir 2 tahun gua udah jauh dari kelistrikan, Ru. tolong... jangan samain gua sama lu."

"Daf, denger."

Haru menahan emosinya. Ia meletakkan tangannya pada pundak kanan dan kiri Daffa. Menatap si empu tajam—meskipun Daffa membalas tatapan tajamnya dengan raut yang tak kalah dingin.

"hari ini emang Erik, tapi kalo lu gak mau berhenti, bisa jadi lu yang selanjutnya, bahkan temen-temen sekelompok lu."

Daffa tidak menduga jika akan sekompleks ini. "kenapa gak dari awal lu ngomong gini? kenapa harus nunggu Erik kecelakaan dulu?" tanyanya, masih dengan nada yang sama.

"gua cuma tau lu angkat isu kekerasan seksual. gua baru tau hari ini kalo yang lu angkat itu masalah ini," jawab Haru.

Oh. Daffa berpikir jika Erik ini penyimpan rahasia yang handal memang.

"kesalahan Yuan dulu itu, terlalu ikut campur, Daf," ucap Haru lagi. Kali ini lebih tenang daripada tadi.

Yuan terlalu ikut campur.

Daffa tidak bisa berpikir jernih. Tatapan Haru itu, terlalu memohon. Bahkan ketika Haru menariknya ke dalam pelukan pun, Daffa masih diam.

Hingga suara Haru menginterupsi dengan nada yang sangat lembut.

"jangan lanjutin, ya? tolong?"











✧✧✧















Daffa berdiri di depan ruang inap Erik. Ia enggan masuk tadi karena ada orang tua Erik. Sekarang hanya ada Yuan di dalam sana.

"masuk aja, gua tau lu perlu ngomong sama Erik. bilang ke Yuan, gua mau ngomong," celetuk Haru di belakang Daffa.

Daffa menarik napas panjang. Ia masuk ke ruang inap Erik—melihat Erik dan Yuan mengobrol santai entah apa yang mereka bicarakan.

Begitu Daffa masuk, obrolan mereka terhenti.

"kak Yuan, katanya Haru mau ngomong," ucap Daffa.

"pulang sekalian aja, udah mau jam 1. minta anter Haru." Erik berucap pada Yuan.

"gak mau," tolak Yuan singkat. Ia berdiri, keluar dari ruangan tanpa bertanya lebih Haru ingin membicarakan apa.

Menyisakan Daffa berdua dengan Erik. Ia meringis memandang raut pucat Erik, tidak seperti biasanya.

"sorry, kayaknya kecelakaan lu ada hubungannya sama project gua," ucap Daffa spontan.

Erik terkekeh kecil. "udah ketebak, santai aja kali."

"gua mau ganti project..."

Tawa Erik berhenti seketika, alisnya mengkerut tidak setuju. "jangan," cibirnya.

"sebenernya gua juga ga mau. tapi gua takut korbannya bakal lebih banyak, Rik." Daffa mendesah kecewa.

Erik diam. Rasa nyeri pada dadanya yang sejak tadi menemani pun kini terasa mengambang. Sama, Daffa juga diam bingung harus mengatakan apa usai proyeknya sudah memakan 3 korban.

"Daf," panggil Erik kemudian.

Daffa mengangkat lagi wajahnya.

"alesan gua mau bantu lu itu..." Erik menggantung kalimatnya. Seperti saatnya pengakuan dosa. "di kelompok lu ada Awan. semua orang tau se-berpengaruh apa bocah itu gara-gara latar belakang komunitas dia. mereka sama sekali nggak bisa nyentuh kalian, kelompok kalian, soalnya ada Awan," jelas Erik.

Daffa bingung. "ada hubungannya sama orang yang bantu lu sama Haru gak jadi di-do dulu?" tanyanya memastikan.

Erik mengangguk lagi. "project kalian udah sejauh ini. kalo kampus gak bisa berbuat apa-apa, tolong pake koneksi yang lu semua punya, termasuk dari Awan." Sama seperti Haru, raut Erik sekarang raut yang sangat memohon pada Daffa.

Daffa berdiri kaku di tempatnya, baru kali ini ia mendengar permintaan Erik begitu—pasrah?

"gua gak bisa berbuat banyak buat ngelindungi Yuan waktu itu, sampe sekarang pelakunya masih ada... jadi, tolong..."












✧✧✧















"sejujurnya, mau lu tanya kejadian itu ke Yuan pun, dia gak bisa jawab. ingatan dia malem itu hilang."

Daffa sedih. Ia pikir hidupnya cukup menyedihkan. Rupanya ada banyak orang yang hidupnya jauh lebih menyedihkan, bahkan mengerikan.

Yang membuatnya sedih dari Erik adalah—

"sebenernya Yuan juga ga inget siapa gua. ada 3 orang yang dia lupain gara-gara malem itu. gua, Vincent, sama Revan."

Dibalik hubungan Erik dan Yuan yang sempat membuat iri Daffa.

Haru dan Daffa duduk di lobi rumah sakit. Sekarang hampir pukul 3 pagi. Sementara besok sudah dies natalis—yang artinya Daffa harus mempersiapkan diri untuk tampil malam nanti.

"tapi gara-gara orang pada jelasin kalo Erik itu pacarnya, jadi Yuan iya-iya aja. emang dari dulu otaknya udah telmi," celetuk Haru. "gua bersyukur kita cuma putus, soalnya gua ga bisa bayangin kalo gua dilupain orang yang gua sayang," lanjutnya.

Daffa juga, tidak mau membayangkan. Ia menggeleng. Kepalanya jatuh pada bahu lebar Haru. Hari ini cukup rumit, membuat kepalanya serasa ingin pecah.

"jangan dibayangin," ucap Daffa lirih. Matanya mulai terpejam. Hangat tubuhnya merasakan tangan Haru merangkul pundaknya.

"maaf, bikin temen lu kecelakaan." Akhirnya, Daffa bergumam lagi.

"maaf juga, gua masih nunggu lu ganti project," balas Haru tenang.

Pilihan yang sulit.

Lupakan saja. Untuk pagi ini, Daffa ingin beristirahat sejenak setelah mengalami malam yang melelahkan bagi otaknya. Ia bahkan tidak peduli jika nantinya pundak Haru pegal karena ia tidur di sana.

Padahal, Haru-lah yang akan menawarkan bahunya sebelum Daffa meminta, hanya untuk Daffa.

✧✧✧

dunia (a story after highway) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang