• kuliah futsal kuliah futsal (2)

215 35 6
                                    

Teknik menang lagi, dengan skor 3-0 atas fakultas hukum. Daffa berdiri di luar lapangan futsal, berbinar menonton kemenangan itu.

Langit mulai gelap, tetapi sisa cahaya matahari masih memancar. Meski begitu, hari Haru sudah terlihat gelap lebih dulu. Setelah sesi foto bersama, Haru keluar dan langsung menghampiri Daffa yang berdiri tak jauh dari pintu masuk lapangan.

"keren," celetuk Daffa, membuka pembicaraan mereka.

Haru, tersenyum, walau Daffa tahu itu lebih ke senyum paksaan.

"mau ditraktir bakso lagi?" tawar Daffa.

Haru menggeleng. "lu mau merayakan menangnya gua apa gimana?"

Mendengar itu, Daffa mengangguk mantap. Baginya, setiap kemenangan Haru, bahkan sekecil apa pun, pantas untuk ia apresiasi.

"boleh gua request aja nggak? maunya apa?" Biarlah terdengar matre, Haru yakin Daffa tidak keberatan.

Sementara Daffa menyipitkan matanya, memandang Haru curiga. Usai ia mengangguk, kecurigaannya bertambah ketika Haru menariknya sedikit menjauh dari keramaian, tetapi orang-orang masih bisa melihat mereka. Walau, Daffa yakin juga manusia tidak akan sepeduli itu tentang mereka berdua.

"mau apa emang?" tanya Daffa heran.

Haru tak menjawab dengan kalimat, ia menarik tangan Daffa mendekat, wajahnya menunduk, dalam sekejap, bibirnya menyentuh bibir Daffa.

Daffa mematung. Lagi-lagi yang terlintas di otaknya adalah—teman apa yang seperti ini?

Begitu Haru menjauhkan diri, baru Daffa memberanikan menatap manik si empu.

"cukup jawab buat ke-kepoan lu itu antara gua sama Yuan nggak?" tanya Haru. Suaranya berat, antara lelah atau memang pengaruh ia hanya berdua dengan Daffa di situasi ini.

Daffa menggeleng.

Haru terdiam. Ia menunduk lagi, mendekatkan wajah mereka, tapi masih ada jarak.

"jadi, butuh ciuman berapa lama lagi biar lu tau kalo dari dulu gua gak pernah suka sama orang lain selain lu?"








✧✧✧













"Daf, tadi gua lihat bang Haru di parkiran."

"bodo amat."

"motornya mogok."

"gua gak peduli?"

Bohong, Daffa asal menjawab. Tapi, kini ia bertanya-tanya untuk apa Haru membawa motor padahal kostnya menempel dengan kampus.

Ia refleks menoleh, pada Rasen—yang sejak tadi memberi tahu. "dia mau kemana kok bawa motor?"

Rasen mengedikkan bahu. "kok nanya gua, kocak. beli sesuatu kali. motornya mogok, sana benerin."

"elu lah. lu anak mesin."

"ntar lu cemburu."

Daffa seketika terdiam lagi. Ia jadi sensitif dengan kata "cemburu". Membuat mukanya merah tiba-tiba jika diingat kejadian semalam. Haru sukses membuatnya merasa canggung dan salah tingkah.

Ia berdiri, berniat untuk menuju ke parkiran motor, seperti yang diberitahu Rasen. Meninggalkan tasnya di kursi depan kelas—ia bahkan melupakan fakta jika 10 menit lagi ada kelas.

Namun, ternyata sosok yang mengganggu otaknya sejak tadi, tengah berjalan menuju ke arahnya. Daffa panik, ia memutar badan kemudian—jelas sekali menghindari Haru. Lalu mengambil tasnya di kursi, sukses membuat Rasen heran.

dunia (a story after highway) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang