"sakit, ya. ini luka dikasih make up."
"tadi aja cium-cium Haru dipegang-pegang wajahnya gak sakit."
Daffa mendengus, tidak menyangka kalimat itu keluar dari mulut Yuan. Memang watak asli Yuan ini cukup mengancam usai mampu mengundang atensi orang lain.
"hah? ciuman? siapa? Daffa ama anak teknik itu?!" Eva berseru syok. Di matanya, Daffa tetaplah seorang mahasiswa baru yang baru lulus sekolah, meskipun kenyataannya mereka seumuran.
Di belakang panggung, kini sedang mempersiapkan diri sebelum memulai penampilan. Terdengar suara ribut penonton menyaksikan penampilan-penampilan yang ada.
"emang kudu ngisi energi dulu sebelum perform ya, Daf," cibir Keano.
"duh, kepo dah lu semua."
Tapi tadi itu, memalukan. Erik keluar tanpa Haru dan Daffa sadar dan berbicara sendiri dengan dokternya. Lalu, sebelum Erik masuk, Yuan menginterupsi Haru dan Daffa lebih dulu karena Revan gagal menahan Yuan agar tetap diam.
"duh gila..." Semakin diingat, semakin malu. Daffa merasa dirinya hilang kewarasan. Ia ingin melompat ke panggung sekarang entah karena kapalang malu atau senang.
"ini manusia... kecil-kecil bikin pengen mites," gumamnya sembari melirik Yuan sebal.
"heh, gua mutusin buat manggil lu Yuan aja, gak pake kak."
Celetukannya sukses membuat Yuan menoleh. "jahat, aduin Erik."
Daffa mengedikkan bahu tidak peduli. Padahal tadi Yuan yang dimarahi oleh Erik karena mengganggu agenda Haru dan Daffa. Ah, Daffa jadi ingin banyak berterima kasih pada Erik.
"senyum-senyum mulu, orgil," komentar William kala melewati Daffa.
"emang iya gua senyum-senyum mulu?" tanya Daffa, ia tak sadar.
"resmi pacaran, bang. wajar," sahut Keano.
"siapa yang bilang?" Daffa mengernyitkan alisnya, ia merasa belum mengatakan apa-apa.
"Yuan."
Tidak Daffa temukan Yuan di sekitar mereka karena lelaki itu mulai sibuk kesana-kemari. Atensinya teralihkan oleh Langit yang memberinya gitar—gitar bass, kesayangannya. Padahal gitar itu milik Langit, tapi Daffa sangat menyukainya.
Tak lama, Yuan datang dengan raut wajah serius yang memberitahukan mereka untuk segera bersiap masuk ke panggung. Di sini Daffa menarik napas panjang. Ia terus menggumamkan kata maaf kepada Ayahnya di sana. Benar kata Haru, jika ia bisa memanfaatkan situasi untuk kembali ke negeri ini, maka ia juga bisa kembali bermusik tanpa takut dimarahi oleh sang Ayah.
"Daf, kalo lu mau join band kita, itu gibson buat lu."
Penawaran yang cukup menarik dari Langit beberapa hari lalu. Daffa menatap lagi gitar yang berada di tangannya, mahal tentunya, tapi jika Langit memberikan secara percuma, ia yakin Langit punya 10× lipat uang untuk membeli lagi.
✧✧✧
"Ru, gua ga tertarik sama guest star-nya, serius dah."
"gua relain war 3 tiket cuma buat elu sama Gavin."
Di area standing, tepat di depan panggung. Haru tidak menonton sendirian, ia yang kata teman-temannya tidak akan tertarik berada di acara seperti ini. Sekarang, bersama dengan Evo dan Gavin—jauh-jauh datang dari kota asalnya, hanya untuk menemani Haru. Alibi saja sebenarnya karena mereka sudah mulai berlibur.
"kapan lagi lu nonton Daffa yang berandal abis itu manggung, serius dia," pamer Haru gembira.
"Daffa yang muji gua waktu classmeet, kan? yang cakep banget itu, kan?"
"bacot, njingggg."
Di tengah keramaian, Evo tertawa saja kala Haru meninju lemah lengannya. Sementara di samping Haru, Gavin tampak menikmati semua penampilan.
Begitu mc muncul di panggung, perhatian Haru sepenuhnya ke arah depan lagi. Ia sempat mendapatkan rundown dari Yuan ketika menanyakan Daffa akan mulai jam berapa. Usai talent yang tadi, Haru yakin setelah ini Daffa akan muncul.
"ada yang bisa nebak nggak? penampilan selanjutnya siapa? aku kasih clue deh."
"wih, apa tuh, kak? clue-nya?"
"W!"
Sorakan meriah mereka terima. Nama William agaknya cukup populer di kampus. Terkadang, Haru jika melihat William itu teringat akan Yuan. Bisa saja Yuan menjadi seperti William jika tidak tersandung masalah kala itu.
"lama dah mc-nya," celetuk Evo lagi-lagi.
"sabar. lu ga sabar mau lihat Daffa?" Haru melirik sinis.
"kalo gua bilang iya lu ngamuk ntar."
"emang. tapi gak juga, sih. Daffa gua emang bakal keren."
Proud of boyfriend. Evo merinding, sudah lama sejak Haru tidak menunjukkan sisi bulol-nya.
"yuk! kita panggil aja AKSARA ORION!"
Ketika akhirnya nama band yang bahkan Haru baru tahu hari ini itu disebutkan, sorakan semakin keras memenuhi venue. Ia hanya tahu William si vokalis dari band feb dulu—pernah memeriahkan panggung ospek zamannya.
"Ru, itu si W?" tanya Evo. "kayaknya dia sering lewat reels ig gua?" Ia menoleh pada Haru usai tak kunjung ada jawaban.
Namun, Haru nampak begitu fokus ke depan. Arah matanya membuat Evo tertarik kemana—meskipun ia sudah tahu jawabannya. Tentu netra Haru akan langsung mengarah pada si pujaan hati.
Daffa di sana, mempersiapkan diri dengan gitar bass berwarna hitam yang menempel pada tubuhnya. Baju informal, hanya kaos berwarna ungu kebesaran dengan celana cargo selutut. Kemudian, Daffa memakai topi yang menutupi dahinya—Haru sudah diberi tahu oleh Yuan jika Daffa mungkin memakai topi untuk menyembunyikan luka. Haru senang karena nantinya tak akan banyak orang menyadari wajah elok Daffa. Seolah cukup dirinya saja yang mengetahui itu.
"ternyata Daffa nge-band beneran ada," komentar Gavin tiba-tiba.
Tak ada salam pembuka. Dari tempat mereka, dengan jelas bisa melihat Daffa-lah yang memulai lagu. Hening seisi venue begitu tangannya dengan lihai memainkan bassnya. Lalu detik ke-7, si vokalis dengan melodi gitarnya menyusul.
Sorakan menyambut penampilan pertama mereka dengan lagu yang dimainkan.
"wow, jarang gua nemu yang bawain Taman Langit," ucap Evo.
"intro sama endingnya bakal bass, gak bisa lu gatekeep Daffa." Gavin menyenggol lengan Haru.
Ya, meskipun Haru tidak terusik karena fokusnya pada Daffa seorang. Tanpa sadar, jika Evo di sisi kanannya pun tengah mengagumi suara si vokalis yang mulai bernyanyi.
Hanya Gavin yang menonton dengan normal, menikmati musiknya, ketika 2 temannya memilih jatuh cinta. Untuk kesekian kali Haru jatuh cinta pada Daffa. Tapi untuk Evo, sepertinya ia benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama.
Baru awal, rupanya manik Daffa kembali menemukan Haru di tengah ribuan penonton. Dari masing-masing tempat, mereka seharusnya berbagi senyuman. Namun, Haru terlalu mengagumi Daffa-nya hingga tak sadar jika Daffa tersenyum lebar ke arahnya.
Pada malam itu, Haru menyadari sesuatu. Perasaan jatuh cinta, ia kira tak akan bisa bertambah. Dan sekarang dirinya takut jika hatinya meledak karena tak kuat menampung betapa besar cintanya pada Daffa. Ia terlalu jatuh pada Daffa, terlalu dalam, dan terlalu indah untuk bisa berhenti.
✧✧✧
reminder kalo lupa si Evo sama Gavin ini satu sirkel sama Haru pas sekolah, tapi mereka beda univ aja, ldr~~
KAMU SEDANG MEMBACA
dunia (a story after highway)
Fanfictionisi dunia berjalan sesuai takdir, dan tidak pernah bisa ditebak, bahkan oleh Haru sekalipun. ⚠️tw // bxb ⚠️lanjutan dari buku sebelumnya yang berjudul, highway. ✧06/10/24