• risol

178 36 4
                                    

"lu dari kemarin kabur tiap ketemu gua."

Jumat pagi. Daffa terbangun dengan posisi tidur yang tidak mengenakan—Haru tidur dengan kepala Haru di atas perutnya, pantas saja rasanya sesak. Semalam, ia hanya membantu mengobati luka-luka Haru, bahkan kaki dan tangan lelaki itu juga lukanya cukup parah.

Mereka banyak diam. Haru sempat mengungkapkan kalimat itu sebelum tidur. Daffa sebenarnya pun tidak berniat untuk menginap, tahu-tahu ia terlelap juga.

Ia bergerak kecil, tak ingin membuat Haru bangun. Tangannya bergerak kemudian guna mengambil ponselnya di tepi kasur. Melihat beberapa notifikasi dari teman-temannya, bahkan Dewa mengirimi banyak pesan umpatan akibat ditinggalkan Daffa semalam.

Daffa ada kelas 2 mata kuliah hari ini. Lalu, ia belum mandi sejak kemarin. Jika tidak karena pendingin kamar kost Haru ini, mungkin badannya sudah lengket sana-sini.

Daffa enggan membangunkan Haru. Ia tidak tahu apakah Haru ada kelas atau tidak. Namun, ia tahu nanti malam Haru akan kembali bertanding untuk memperebutkan juara di final. Maka sementara ini, Daffa biarkan posisi mereka.

Wajah tenang dan damai Haru ketika tidur, menularkan ketenangan itu pada hati Daffa.














✧✧✧
















"mana, Rik?"

Erik mendongak, berhenti dari agendanya dengan laptop yang ia pangku sekarang. Mukanya dingin sekali padahal Revan hanya bertanya. Belum Erik menjawab, Revan ikut mendudukkan diri di kursi depan kelas ini.

"apanya yang mana?" tanya Erik heran.

"Yuan—aduh!" Sukses satu tendangan di terima oleh Revan. Ia meringis, kesal, tapi tetap cengengesan. "temen lu, Haru maksud gua," lanjutnya.

Erik kembali berfokus dengan laptopnya. "di kostnya, ama Daffa."

"lu tau darimana?"

"Daffa nanya ke gua tadi Haru ada kelas apa kaga."

"ooo..." Revan manggut-manggut.

"udah?"

"kalo Yuan?"

"bangke. samperin dah bocahnya di feb."

Revan tertawa. Senang sekali membuat si teman emosi. Namun, ia tak berhenti begitu saja. Seperti masih ada segudang pertanyaan yang perlu ia lontarkan pada Erik pagi ini.

"ntar malem ama siapa lagi?" Revan, sebagai anggota futsal yang tidak ikut turun pada pertandingan ini.

"kita ama fst. feb ama fib rebutan juara 3."

"ama fst?" Revan tertegun. Melirik Erik, nampak fokusnya hilang. Mata Erik itu, mata yang tidak tidur semalaman. Revan menepuk-nepuk pundak sohibnya kemudian, tiba-tiba merasa bersalah.

"lu gak main, kan?" Bertanya lagi memastikan.

Erik menggeleng. "main lah. ogah gua kasih juara 1 ke fakultasnya si bangsat."

Raut Revan khawatir. "bro, lu tau kan itu bangsat ikut main?"

"terus kenapa?"

"ya gua sih gak mau ya lu tiba-tiba gak jadi tanding futsal jadinya malah adu jotos. inget, Rik. kak Reihan udah wisuda. kaga ada yang bantu—"

"bacot bacot."

Revan serius jika ia khawatir. Agaknya di mata Erik terdengar sebagai guyonan saja.

"lu temen gua, njing," gerutunya dramatis.

dunia (a story after highway) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang