• abu-abu

180 38 3
                                    

Daffa tahu jika sangat normal mahasiswa menangis di toilet kampus. Ia mengerti. Namun, siapa pula yang menangis di toilet rusak pagi-pagi buta begini? Suaranya perempuan, dan terdengar begitu memilukan.

"kenapa nangisnya di toilet rusak, sih?" gumam Daffa. Berniat kembali melanjutkan jalannya menuju kelas.

"percuma dilaporin... lu gak inget setahun lalu semuanya sia-sia."

Namun, rupanya si perempuan dari dalam bersuara. Entah berbicara dengan siapa, yang pasti nada bicaranya bergetar. Siapapun yang mendengar akan menebak jika orang itu sedang ketakutan.

"korbannya banyak, Jem."

"Jemi?" gumam Daffa. Ia tak jadi pergi, justru menempel pada dinding toilet.

"temen deket lu sendiri jadi korban. gua bisa gila hidup sampingan sama dia. apa gua mati aja, ya?"

Daffa meringis. Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang. Jika semakin ia lanjutkan, maka ia tidak sopan. Tapi pergi begitu saja juga bukan caranya.

"tanyain ke Haru, tanyain ke Yuan, kenapa mereka masih bisa pengen hidup... gua ga kuat, Jem."

Jantung Daffa seolah melompat keluar dalam sekian saat. Ia tidak salah dengar lagi jika yang disebut-sebut adalah 2 orang terdekatnya.

Daffa tidak bisa gegabah dengan menerobos masuk begitu saja. Seorang perempuan di pukul setengah 7 pagi dengan kondisi koridor lantai 4 sepi. Jika kakak tingkat biasanya tidak berangkat sepagi ini. Namun, mendengar orang itu memanggil nama yang familiar oleh Daffa, ia ragu jika itu seorang maba.

"ngapain, Daf?"






✧✧✧









"apaan bete gara-gara Yuan sedivisi sama mantannya doang."

"makanya lu punya pacar biar tau rasanya, sat."

"ntar deh. nunggu lu ama Yuan putus aja."

"bacotttt."

Haru memijit keningnya yang terasa pusing. Efek ia begadang semalaman karena mengebut tugas. Sementara percakapan Revan dan Erik ini membuatnya semakin pening. Meributkan hal yang itu-itu saja.

"lu berdua kaga ada kelas apa gimana dah?" celetuk Haru. Pasalnya, ia tadi sendirian duduk di pendopo samping fakultas. Lalu  Revan datang, katanya ingin tidur sebentar karena semalam begadang di kampus. Kemudian, Erik datang setelah mengantar Yuan.

"ada ntar jam 2. lu juga ngapa ga masuk kelas?" balik tanya Erik.

"dibatalin."

Erik tertawa mengejek sebelum pukulan ria dari Haru ia terima pada pundaknya.

"kelas jam 2 datengnya sekarang, rajin lu ya," komentar Revan.

"cowoknya ada kelas jam 11," ucap Haru memberitahu. "payah, ngaku doang suka Yuan tapi gitu aja kaga tau." Tanpa peduli Erik mukanya masam usai penuturan Haru pada Revan yang mengundang kontra itu.

"gua lebih tau Daffa ada kelas jam berapa, sih," sahut Revan santai.

"bacot bacot bacoooot!" Haru jadi emosi.

"lu bukan siapa-siapa, monyet. ngapain marah," cibir Erik.

Haru mendengus. Mengarahkan jari tengahnya pada Erik tanpa membalas ucapannya. Sementara Revan, sudah berdiri dengan menenteng tasnya bersiap pergi.

"mau balik ah," ucapnya.

"lu gak ada kelas?" Erik mengerutkan kening heran.

"gak ada."

dunia (a story after highway) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang