• strategi

243 39 15
                                    

⚠️ violence, murder







Dingin, gelap, badannya seperti ia baru saja terjun dari ketinggian. Yuan merasa deja vu akan situasi ini. Kepalanya pening—tapi begitu ia lihat seseorang terkapar di hadapannya, kesadarannya terkumpul sempurna.

Ia tak berniat menimbulkan suara. Orang yang terkapar itu wajahnya penuh luka. Tapi Yuan bisa merasakan jika hidungnya berdarah juga.

Mereka baru beberapa menit lalu saling lawan.

Dengan hati-hati, Yuan mencoba berdiri meskipun kaki kanannya sakit. Mencoba berjalan selangkah—walaupun nyeri tapi ia tetap lakukan. Jalannya pincang, tapi ia tidak ingat kenapa bisa seperti itu. Yuan hanya ingat jika lelaki tadi hampir membuat penampilan band-nya kacau.

Suasana koridor gedung ini begitu gelap, sepi, dan dingin menusuk langsung pada kulitnya. Yuan melepaskan id card yang masih terkalung di lehernya—ia yakin pasti lehernya juga terluka karena lelaki tadi sempat menariknya.

"sebisa mungkin, senjata utama lu dijaga, ya. tau kan taekwondo senjatanya di mana?"

"di kaki."

"good, kalo gak ada gua, lu bisa jaga sepenuh hati kaki lu kayak gua jagain lu."

Yuan meringis, ia akan minta maaf pada Erik setelah ini karena gagal menjaga senjata utamanya.

"kalo ada sesuatu yang ngancem, jangan pernah lewat tangga. hindarin tangga, oke?"

Yuan berhenti, hampir saja ia akan turun lewat tangga. Ingatan-ingatan buruk terputar di otaknya. 2 tahun lalu ketika ia kabur melalui tangga, dan mereka saling serang lagi. Yuan ingat dirinya terjatuh dari lantai 9 ke 8 di tengah perlawanan.

Ia tak mau mengambil resiko lagi. Lantas memutar tubuhnya, berniat menuju ke lift atau setidaknya akan bersembunyi dulu saja jika lift tidak sedang berfungsi.

Namun, begitu ia menolehkan kepala—ia bisa melihat di sana. Orang itu, yang tadi terkapar di hadapannya, berjalan mendekat. Meskipun wajah lelaki itu penuh luka, tapi tubuhnya masih jauh lebih oke untuk berlari. Sedangkan Yuan, nyeri menjalar ke sekujur tubuhnya ketika ia mencoba melangkah lagi.

Semakin dekat, semakin jelas jika pisau itu ditodongkan padanya.

Yuan menjauhi tangga. Ia sadar tak bisa lagi berlari—lelaki itu persis di hadapannya. Dengan gerakan kilat yang nyaris berhasil menusuk dadanya. Jantung Yuan berdegup begitu kencang. Ia melawan lagi—hanya mengandalkan tangannya untuk menangkis segala serangan.

"gua udah seneng lu amnesia, malah ngulangi kesalahan," desis si lelaki itu—Vincent.

"yang salah dari awal itu lu, brengsek," sahut Yuan sinis.

"oh udah inget sekarang?"

Situasinya sama.

"emang harusnya waktu itu lu sama Haru mati aja, anjing..." Vincent ini gila, tidak sebanding dengan Yuan yang hatinya mudah sekali tersenggol.

Vincent menerjang ke depan dengan cepat, pisau di tangannya meluncur gesit ke arah Yuan. Refleks Yuan memutar tubuhnya, napasnya tercekat ketika pisau itu hanya meleset beberapa sentimeter dari dadanya. Tanpa berpikir panjang, ia berbalik dan melayangkan tinju ke rahang Vincent—setidaknya ia harus melawan.

"lu... kebanyakan makan dari duit haram—" ucap Yuan tertahan.

Pukulan itu keras, cukup untuk membuat Vincent terhuyung beberapa langkah ke belakang. Namun, tatapan berapi-api kembali menghiasi wajahnya yang penuh luka. Vincent bangkit, lalu menyerang lagi—kali ini dengan ayunan pisau yang tidak pakai otak, sangat ngawur, mengarah langsung ke lengan Yuan. 

dunia (a story after highway) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang