Tidak ada tanda-tanda Daffa akan segera datang. Sementara Yuan mengecek jam tangannya—parkiran seharusnya sudah ditutup sekarang. Hati Yuan tidak tenang.
"gua udah bilang jangan kesini, Yuu!!"
Belum Yuan mengatakan sesuatu, Haru sudah berceloteh dulu.
"Daffa ke parkiran lama banget, hp dia sama gua," ucap Yuan akhirnya.
Suasana bising di seberang mendadak sepi. Seolah semuanya hendak ingin mendengarkan apa yang terjadi selanjutnya.
"ini maksudnya, ada yang bisa kesini gak? gua mau nyusulin Daffa, tapi takut ada apa-apa tapi gak ada yang tau. makanya gua ngabarin lu dul—"
"JANGAN! ini nih gua jalan kesana, lu jangan kemana-mana."
Rumah sakit kampus memang dekat, sih. Tapi mustahil Haru tiba di sini dalam 1 menit. Akhirnya, Yuan berbuat dosa. Ia menerjang derasnya hujan, menuju ke parkiran mobil. Lagipula, tidak ada orang lagi selain dirinya di luar.
Ia tiba di parkiran dengan basah kuyup. Melihat pintu keluar parkiran sudah ditutup dan masih ada mobil Daffa di sana. Sedangkan si empunya entah ada di mana. Yuan menarik napas panjang, berjalan mendekati mobil Daffa. Langkahnya terasa berat, mungkin karena dingin air hujan membasahi tubuhnya.
Langkahnya semakin terasa berat usai ia mendengar sesuatu. Kepalanya menoleh ke sumber suara. Dengan hati-hati mendekat, sebisa mungkin tidak membuat kegaduhan.
Namun—
"kak Yuan, stop."
—seseorang menahan tangannya. Ia menoleh, terkejut mendapati Daffa di belakangnya. Wajah lelaki itu terluka, padahal bekas luka dari bertengkar dengan Revan kemarin masih ada, kini bertambah.
Daffa memberikan gestur untuk diam, lalu menarik Yuan perlahan guna keluar dari parkiran. Mereka berhenti tepat di belakang pintu keluar. Tidak bisa jauh-jauh karena hujan.
"maaf, parkiran udah tutup. sini hp gua, gua mau minta tolong Aldo buat jemput. payung lu ilang. lu kenapa hujan-hujanan?"
Yuan tidak mendengarkan. Membiarkan Daffa mengambil ponsel yang setengah basah dari tangannya. Sedangkan ia sendiri, netranya sibuk mengamati muka Daffa.
Tersadar akan kelakuan yang lebih muda, Daffa berdehem. Ia kirim pesan pada Aldo sebelum balik memandang Yuan.
"maaf, besok gua tampil pake masker deh buat nutupin lukanya," ucap Daffa kemudian.
"berdarah." Yuan menunjuk kening Daffa yang sobek. "pusing, ya? bentar."
Daffa tidak mengelak, memang pusing jika terluka di dahi. Tapi ia pikir Yuan akan memarahinya karena besok ia harus tampil. Sebenarnya pun, Daffa melawan karena masih memikirkan tanggungjawabnya besok.
Yuan mengeluarkan tisu dari tasnya, memberikan pada Daffa. "sambil nunggu Aldo, duduk dulu terus kepalanya diangkat."
"gak ada kursi, lu nyuruh gua duduk di bawah? basah, anjir," gumam Daffa.
"kasar, aduin Haru."
"lah?" Daffa tertawa kecil. Dalam posisi berdirinya, ia mendongak seperti kata Yuan. Sambil menekan lukanya dengan tisu agar darahnya berhenti mengalir.
"berantem sama siapa, Daf?" Akhirnya Yuan bertanya.
Namun, belum Daffa menjawab, seruan dari kejauhan terdengar.
"DAFFA!"
Daffa menghela napas lega, ia tak harus menjawab pertanyaan dari Yuan ini sekarang. Mereka menoleh, mendapati Haru dengan membawa payung berlari ke arah mereka. Raut wajah paniknya bertambah begitu melihat jelas luka pada muka Daffa. Payungnya ia berikan pada Yuan, fokusnya hanya pada Daffa sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
dunia (a story after highway)
Fanfictionisi dunia berjalan sesuai takdir, dan tidak pernah bisa ditebak, bahkan oleh Haru sekalipun. ⚠️tw // bxb ⚠️lanjutan dari buku sebelumnya yang berjudul, highway. ✧06/10/24