• haru, daffa, aldo

200 37 4
                                    

"orang pingsan semenit 2 menit bangun, kalo lu pingsan tuh sekalian tidur, jadi 3 jam."

Haru mendengus mendengar celotehan Aldo, sungguh tidak sopan mengawali kepalanya yang masih terasa berat.

Ia memijit keningnya pelan. Perlu beberapa detik hingga menyadari ada Daffa tertidur di meja belajarnya.

"bangunin suruh pindah ke kasur, pegel dia tidur di situ," ucap Haru pada Aldo yang masih setia berdiri di pintu kamar.

"emangnya Daffa elu? dibangunin lanjut tidur? dia bangun terus balik yang ada," sahut Aldo.

Haru mendelik. "ya udah, njing. sensi amat, monyet."

Aldo terkekeh puas. Ia meninggalkan Daffa karena ada kelas. Begitu ia pulang, rupanya anak itu justru tertidur dengan posisi yang sama dengan sekarang.

Haru bangkit dari kasurnya. Berjalan menuju meja belajarnya. Ia berjongkok, di samping kursi—menatap lamat wajah tenang Daffa ketika tertidur di atas meja.

"buru bangunin keburu sore dia ntar baliknya," celetuk Aldo.

"bawel lu."

Haru sebal. Namun, tak ia pedulikan ucapan Aldo. Tangannya justru tergerak menepikan rambut Daffa yang menghalangi bagian mata. Tanpa sadar Haru tersenyum memandangnya.

"lucu," gumam Haru.

Dalam sekian detik, ia berhasil mencuri sebuah kecupan di pipi Daffa.

"gila lu, ya!!" seru Aldo, syok.

"emang," balas Haru santai. Ia mengelus pelan pipi Daffa. "Daf, pindah ke kasur sana." Nada bicaranya menjadi lebih lembut.

"lu bangunin gua kaga ada tuh begitu??" sewot Aldo.

"kita kan teman, bro."

Mendengar balasan Haru, Aldo merotasikan bola matanya. "lu berdua bukan teman emang?"

Haru tak membalas lagi. Ia fokus menatap kelopak mata Daffa bergerak tak nyaman hingga akhirnya perlahan membuka matanya.

"selamat pagi," sapa Haru.

Daffa—baru bangun. Refleks berdiri, membuat kursinya hampir jatuh andai Haru tidak menahannya.

"pagi?!" tanyanya kaget.

"jam 6 nih. lu ada kelas gak hari ini?" Aldo ikut menimbrung.

Daffa diam beberapa saat. Hingga menyadari jika Aldo dan Haru masih mengenakan pakaian yang sama—ia menghembuskan napas lega. Kembali mendudukkan diri tanpa punya tenaga untuk mengumpat sementara Haru dan Aldo mentertawakannya.

"sana cuci muka, terus makan dulu sebelum balik. dibeliin Aldo nasi," ucap Haru sambil berdiri, mengelus kepala Daffa lembut.

Aldo terkekeh. Padahal ia tadinya hanya membelikan Haru karena tidak tahu jika masih ada Daffa.

"lu berdua udah makan emang?" tanya Daffa.

"udah." Keduanya menjawab bersamaan.













✧✧✧


















"enak ya kalo deket dari kampus."

"enakan elu, gak homesick."

"Aldo sering telepon bokapnya sambil mewek gara-gara homesick."

Padahal mereka bertiga berasal dari kota yang sama. Baik Aldo yang sudah berteman lama dengan Daffa saja tidak berekspektasi jika Mama Daffa memiliki rumah warisan di kota ini.

"udah?" Daffa berhenti berjalan, memutar badannya guna menatap 2 orang yang lebih tinggi. "kalian ngapain ngikutin gua sampe sini?"

Membuat Haru dan Aldo saling pandang. Baru mereka menyadari jika sekarang ada di parkiran mobil kampus. Padahal tadinya mereka berniat menuju ke lapangan futsal.

"ga tau. Aldo," balas Haru, sembari mengarahkan pandangannya kesana-kemari.

"kok gua sih, kunyuk!" Aldo mendengus. Ia cengengesan menatap Daffa kemudian. "besok Jumat ada Dekan Cup, futsal main," ucapnya memberi tahu.

"jam?"

"sore, jam 4-an."

"Haru ikut?"

Mendapat anggukan dari Aldo, alis Daffa mengernyit heran. "dia habis pingsan tapi mau futsal?"

Haru mendelik. "tadi tuh kesambet setan aja," sahutnya ngawur.

"lu capek lari-lari malah nyalahin setan."

"kok tau gua lari?"

"gua punya mata?"

"woy woy udah," lerai Aldo segera, sebelum pembicaraan mereka semakin dalam. "Haru masih sama kayak dulu. meriang dikit pingsan, maag dikit pingsan, makan seblak pingsan," adunya pada Daffa.

Daffa meringis, menonjok pelan perut Haru. "lemah."

"lemah gini gendong elu kuat, lu gendong gua mana kuat?" cibir Haru.

"menang tinggi aja sombong."

"daripada lu kecil."

"yang penting gak gampang pingsan kayak lu."

"balikan dah lu berdua balikan!!"

Aldo kesal—sementara 2 pelaku justru tertawa.

"ya udah balik sana. keburu malem." Haru berucap lebih tenang, tidak menimbulkan perdebatan lagi.

"istirahat yang bener," cebik Daffa.

"iya, bawel. jangan ngebut."

Mendengar percakapan itu, Aldo merinding. Secepat itu keduanya berubah. Baginya, tidak ada alasan untuk Haru dan Daffa tidak balikan karena mereka hanya kurang pada komunikasi. Lagipula, siapapun bisa melihat perlakuan Haru ke Daffa itu "khusus".

"udah belom?" celetuk Aldo usai mobil Daffa terlihat keluar dari area parkiran, dan Haru masih setia memandangnya.

"udah," balas Haru tanpa mengalihkan pandangannya.

"kalo udah gua mau ngomong serius sama lu sebelum ke lapsal," lanjut Aldo.

Sukses membuat fokus si teman buyar. Ia menghela napas panjang. Pandangannya ia arahkan kesana-kemari memastikan benar-benar hanya ada mereka berdua sekarang.

Napas Aldo terdengar berat sekali—Haru mengerti.

"dia ngampus lagi, Ru," ucapnya kemudian.

Haru tersenyum kecut. "gua tau." Ia bukan yang tidak membuka ponsel sama sekali setelah pingsan tadi.

"gua gapapa. gua lebih takut dia tau Daffa," sahut Haru.

"masih mikirin Daffa padahal lu pingsan gara-gara ke-trigger sama si setan itu?" Aldo mendengus.

"gak—"

"ga usah bohong, Ru. Daffa juga gak akan tiba-tiba jauhin lu kalo tau faktanya."


✧✧✧

dunia (a story after highway) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang