• Daffa dan Yuan time

118 34 0
                                    

Daffa meringis, menatap dirinya melalui cermin kamar mandinya. Ia ragu berangkat ke kampus dengan memar di wajah. Terlihat seperti berandalan yang suka bertengkar.

"Revan... anjing juga ini manusia," gumam Daffa.

Ini salahnya, Daffa tahu ia salah. Otaknya memang buntu semalam, tapi ia bahkan belum melontarkan pertanyaan pada Yuan. Mana ia tahu jika di belakang Yuan rupanya ada Revan yang kemudian menarik kerahnya tanpa aba-aba. Meninju mukanya tanpa ampun seperti orang gila.

Mungkin jika semalam Yuan tidak menendang muka Revan, Daffa sudah habis. Dalam beberapa detik Daffa menyadari jika Yuan—punya kemampuan bela diri.

Maksudnya, Erik saja melindungi Yuan seolah Yuan adalah kristal, mudah rapuh dan mudah retak. Jadi, Daffa tidak berekspektasi Yuan sekuat itu hingga Revan tersungkur ke bawah.

"emosinya jelek banget, Revan bangsat," gerutu Daffa sebal. "ah sial, apa dulu temen-temen gua ngelihat gua pemarahnya begitu?" Ia jadi heran. Semenjak kemari, selalu dipertemukan oleh orang-orang yang bahkan mengingatkan Daffa kepada dirinya sendiri di masa lalu.

Akhirnya, Daffa berangkat dengan masker. Ia lebih baik menjawab sedang sakit gigi daripada harus menjawab pertanyaan orang penasaran akibat lebam di mukanya.

Suasana kelompok Daffa sangat suram hari ini usai semalam. 2 narasumber mereka meninggal di hari yang sama, dengan cara yang sama—kecelakaan mobil rem blong. Mereka sudah membicarakan kemungkinan terburuk andai proyek mereka gagal. Namun, banyak dari mereka yang kontra jika mereka banting stir ganti proyek karena sudah sejauh ini.

Lebih baik mengawasi sisa orang yang ada. Lagi pula mereka tidak ada bukti jika ingin mengatakan kecelakaan itu disengaja.

"lu kenapa?"

Pertanyaan ini diucapkan oleh Haru kala keduanya berpapasan di luar gedung fakultas, sama-sama baru selesai kelas setelah beberapa hari ini tidak bertemu.

Haru sedang mempertanyakan masker Daffa, tumben sekali.

"sakit gigi," balas Daffa cepat.

"lu jangan sakit gigi. lusa udah dies natalis, ntar lu ngebass sambil maskeran?" omel Haru.

"lah." Daffa mendelik. "mana gua tau gua bakal sakit gigi apa kaga," balasnya kesal.

Haru diam, memicingkan matanya curiga. Terlihat sekali jika Daffa menyembunyikan sesuatu.

"lu bukan sakit gigi, ya?" cibir Haru.

Daffa menggeleng. Maniknya pada Haru teralihkan kala seseorang melewati mereka—itu Revan. Tangan Haru bergerak ringan menarik Revan hingga lelaki itu berbalik badan, berdiri tepat di sampingnya dan di depan Daffa.

"gua mau ke dokter, nganter Revan," ucap Haru lagi. Ia menunjuk Revan di sampingnya. "kayaknya gigi dia ada yang patah, semalem habis berantem sama orang," lanjutnya.

"ditendang doang gigi patah, alay," gumam Daffa.

Tentu Revan bisa mendengarnya. "ya lu coba sana ditendang Yuan!" Emosinya meledak lagi.

Haru di tengah-tengah, bingung.

"hah? lu berantem ama Yuan?" Ia hanya tahu semalam Revan mengatakan Yuan tidak ada, lalu di tengah perjalanan Erik dan Haru menuju kampus, Revan mengabari lagi jika ternyata Yuan masih di sana.

"lawan balik, lah. bukan cowok lu lagian," sahut Daffa ketus.

"mending gua tonjokin lu lagi daripada bales Yuan—"

"maksud lu apa, bangsat?" Haru jadi kesal, melepaskan rangkulannya pada Revan. Netranya menuntut meminta penjelasan dari kedua temannya itu. Sementara Daffa yang enggan menjawab, terkejut karena Haru tiba-tiba menurunkan maskernya.

dunia (a story after highway) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang