Mencoba mencari bukti

13 0 0
                                    

Sean kini tengah memperhatikan lingkungan rumah sakit, lelaki itu tak ingin masuk atau menyamar hanya karena ingin bertemu Claudia. Sudah dua hari Claudia bolak balik kerumah sakit tentunya membuat Sean mau tak mau terus memantaunya.

Pasca dirinya mengancam Karina ibudannya agar tak menganggu Karina, kini Sean yang harus turun tangan mengawasi kegiatan Claudia.

Sean tak tau kenapa Claudia terus bolak balik rumah sakit, dipikirnya kemarin yang jatuh sakit adalah Claudia setelah pertengkarannya dengan Karina. Syukurnya bukanlah Claudia yang sakit melainkan Revan teman Claudia.

Sean tak masalah perihal Claudia dekat dengan siapapun atau pacaran dengan siapa pun.

Yang Sean inginkan adalah ketika sudah waktunya tiba Sean akan membawa Claudia menjadi milik sahnya.

Egois memang tapi ketika Sean sudah menginginkan sesuatu maka harus jadi miliknya, jika selama ini dia terus mengalah atas segala hal yang diinginkannya maka untuk wanita yang akan menjadi istrinya Sean harus mendapatkannya dengan cara apapun.

"Tuan.. non Claudia sudah sampai, kini non Claudia tengah berada di ruang rawat den Revan dan ada Pak Wiran juga bu Mira tuan. Mereka bilang hari ini den Revan akan pulang"

"Hmm.. kalau gitu kita balik ke kantor"

Seperti itulah Sean jika sudah mengetahui keadaan Claudia maka Sean akan langsung kembali ke kantor, jarak tak akan menjadi penghalang bagi Sean.

Perjalanan selama dua jam bukanlah hal yang melelahkan bagi Sean, demi melihat wanita yang dicintainya Sean rela kemanapun asal masih menghirup udara yang sama dengan Claudia.

"Tolong ke Cafe dekat sekolah tempatku kerja dulu"

"Baik tuan"

Sean menatap layar ponselnya kembali, pesan dari Ben baru sempat di balas pagi ini.

Entah apa yang Ben ingin katakan, jelas sekarang ini Sean ingin fokus pada kerjaannya dan Claudia. Sean harus melindungi Claudia dari ibunya sendiri.

Jika dulu Sean selalu mendukung Ben perihal Claudia maka kini Sean akan melindungi apapun yang menyakiti gadis yang dicintainya.

Dua jam perjalanan akhirnya Sean sampe dilokasi tempat Ben menunggunya.

"Tuan sudah sampai"

"Ya, tolong tunggu sebentar"

Sean turun dari mobil lalu masuk kedalam Cafe dari luar terlihat Ben tengah menunggunya.

"Sean!"

Sean tersenyum mendapat sapaan bahagia dari Ben, Sean menatap Ben dari bawah hingga atas seraya merentangkan tangannya menyambut sapaan Ben dengan pelukan.

"Apa kabar Ben?" Sean melepaskan pelukannya lalu duduk didepan Ben begitu juga dengan Ben.

"Gue gak baik-baik aja"

Sebenarnya tanpa Ben jawab Sean sudah tau bahwa lelaki didepannya ini sedang tidak baik-baik saja. Terlihat dari badannya yang lebih kurus dari terakhir bertemu juga raut wajah yang sendu siapapun yang melihat juga tau bahwa lelaki didepannya ini sedang tidak baik-baik saja.

"Berantem sama bini lo?" Tanya Sean

"Lebih ancur dari itu An"

"Napa si cerita dah"

Ben sebenernya bukan tipe orang yang akan menceritakan masalahnya pada orang lain tapi dengan Sean maka Ben akan menjadi pribadi yang lemah terlebih Sean selalu menjadi pendengar yang baik.

Sean mendengarkan setiap detail cerita Ben, sedikit terkejut tapi mencoba untuk tetap santai mendengarkan Ben.

"Tapi lo yakin dia hamil anak lo?"

"Ada keraguan di hati gue An, tapi kalo dipikir-pikir pas gue dikasih obat perangsang masa paginya gue pusing gak inget apa-apa kayak orang mabok"

Ben mengacak rambutnya kasar, dirinya terlihat begitu frustasi dengan keadaannya saat ini.

"Butuh bantuan gue buat ngecek semua ini biar lo tenang?" Saran Sean membuat Ben menatap Sean dalam.

"Sean, sebenernya lo siapa?"

Pluk

Sean memukul kepala Ben dengan kertas hasil ujian yang tadi dikoreksi Ben

"Gue Sean bego, pake nanya lagi jelas-jelas diawal kalimat lo manggil gue"

Ben terkekeh mendengar celotehan Sean, sudah lama sekali dirinya tak mendengar celotehan kesal dari Sean.

"Ya lagi lo tuh beda sekarang An, kaya bos kantoran mana pake jas segala lagi"

Sean tersenyum mendengar ucapan Ben, pasalnya memang Ben tak mengenal siapa Sean sebenarnya yang Ben tau Sean adalah seorang guru yang berhenti karena alasan memberi nilai secara cuma-cuma ke satu kelas dan diberhentikan secara paksa.

"Kenal keluarga Hartono kan?" Tanya Sean seraya meminum kopi yang tadi dipesannya.

"Kenallah kan itu keluarga orang terkaya di Indonesia"

"Inget nama panjang gue gak?"

Ben mengerutkan keningnya mengingat-ngingat kembali nama lengkap Sean. Setelah mengingat mata Ben melotot sempurna, bahkan tak bisa berkata-kata.

"Udah inget Ben?"

Ben mengganggukan kepalanya lalu menatap Sean yang kini tengah tersenyum melihat ekspresi Ben.

"Sorry Ben gue baru cerita ke lo perilah keluarga gue"

"Gue gak nyangka bisa temenan sama anak orang kaya"

"Tapi jangan sampe persahabatan kita putus gara-gara lo minder sama gue ya Ben, gue pura-pura miskin karena mau cari temen sejati"

Padahal dalam hati Sean berkata lain, dia merendahkan dirinya untuk Claudia bukan karena mencari teman sejati bagi Sean itu termasuk keuntungan mendapat teman sebaik dan seroyal Ben.

"Gak lo tenang aja, thanks ya lo udah mau temanan sama gue"

Sean menganggukan kepalanya, lalu menghabiskan kopinya. Sean ingin melanjutkan pekerjaannya, namun saat mendengar ucapan Ben Sean seketika menghentikan gerakannya yang ingin bangun untuk berpamintan pada Ben.

"Nyokap gue nyariin Claudia An"

"Kenapa gak coba cari?" Tanya Sean yang kini tengah mengepalkan tangannya dibalik saku celana.

Jika dulu Sean bisa menahan rasa cemburunya saat melihat atau mendengar bagaimana keluh kesah Ben tentang Claudia kini Sean tak bisa lagi menahan rasa itu terlebih Sean tau Ben pernah berciuman dengan Claudia, lelaki itu tak pernah tertutup perihal Claudia apapun yang menyangkut Claudia pasti Ben memberitahu Sean hingga membuat Sean mudah tau apa yang disuka dan apa yang tidak.

"Udah bahkan dari sebulan lalu tapi emang gak ada yang mau kasih tau terlebih Mario kini bahkan hilang ditelan bumi" ucap Ben dengan nada lesunya.

"Bonyok lo nyesel milih Amelia ketimbang Claudia?"

"Bukan cuma nyesel, mereka bilang mereka kehilangan anak dan sahabatnya"

"Gue bantu lo nyari Claudia dan ngurus semua masalah lo, gimana mau?"

Ben menatap Sean dalam begitu pun dengan Sean, Ben tau jika seperti ini pasti ada timbal baliknya.

"Gue mau, apa syaratnya?"

Sean tersenyum puas Ben memang teman terbaik dan begitu pengertian.

"Lo siap misal salah satu hal yang paling berharga dalam hidup lo hilang?"

"Apa maksud lo? An lo gak bermaksud ngancam gue kan?"

"Ben, apa gue terlihat mengancam? Gue cuma tanya dan lo bisa milih antara siap atau tidakkan"

Ben terdiam, hatinya begitu gelisah saat ini terlebih tidak tau siapa yang akan Sean ambil dalam hidupnya.

Guruku Suamiku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang