Bukti ledakan pabrik

18 0 0
                                    

Jogja, 13.00 siang

Wiran dan Mario kini telah tiba di pabrik milik mereka yang sudah sebagian hangus terbakar, terlihat Wiran dan Mario juga ditemanin oleh beberapa penyidik untuk mencari barang bukti pelaku yang membakar pabriknya.

"Pa, harusnya sehari setelah pernikahan aku dan Lisa kita langsung ke sini. Aku takut ada yang datang dan menghilangkan barang bukti"

Wiran menatap Mario, benar apa yang dikatanya anaknya namun beberapa musibah yang datang membuat Wiran sulit untuk fokus pada tujuan awalnya untuk memeriksa pabriknya lebih dahulu.

"Gak apa Mario kamu tenang aja, jika memang kebakaran pabrik kita terjadi karena ada campur tangan orang lain atau memang konsleting listrik kita harus menerimanya. Toh papa juga sebenarnya membangun pabrik di Bandung, papa sudah menyiapkan tinggal tiga puluh persen lagi pabrik yang di Bandung akan jadi"

"Tapi pa, bagaimana dengan gaji karyawan bulan ini juga bulan depan. Kita banyak sekali kerugian belum lagi biaya untuk para korban di pabrik ini"

Wiran tau Mario sangat kelimpungan dulu saat masih muda Wiran pernah mengalami hal serupa namun bedanya lebih ekstrim hingga membuatnya nyaris gila, beruntung Wiran mendapat dukungan dari Mira hingga akhirnya kembali sukses maka saat ini Wiran bisa dengan tenang menghadapi masalah.

"Mario sudah berapa kali papa bilang, urusan yang satu itu biar jadi urusan papa. Sekarang kamu fokus pada usaha kita yang di Jakarta dan juga fokuslah pada istrimu papa ingin cepat-cepat menimang cucu"

Mario menatap papanya tak percaya, Wiran itu bagi Mario adalah sosok orang tua yang tetap tenang dalam masalah besar sekali pun bahkan masih dengan santainya bercanda disaat kondisi tengah kacau.

"Ck udah tua nih kelakuan makin jadi ya"

Wiran terkekeh mendengar celotehan anaknya.

"Lah apa salahnya papa minta cucu dari kamu, masa papa juga yang harus hamilin istri kamu ya gak mungkin"

"Papa!!"

"Apa? Benerkan"

"Aduin mama nih"

"Ck tukang ngadu, dahlah papa mau liat - liat aja kali ketemu cecan" Wiran sengaja menggoda anaknya agar tak terlalu memikirkan masalah yang terjadi.

"Wah beneran ya pa aku aduin ke mama kalo papa mau cari istri baru!!"

Wiran menghentikan langkahnya lalu membalikkan tubuhnya menatap tajam pada putranya.

"Papa gak bilang cari istri baru ya!!"

"Trus ketemu cecan kan sama aja cari istri!"

"Beda!!"

"Sama papa!!"

"Beda Marioo bocah tengik"

"Sama papa Wiran pala pitak!"

"Ehh kurang ajar ya kamu!!"

Mario tak membalas melainkan tertawa seraya lari meninggalkan Wiran yang siap menjewer kupingnya.

Bahkan kelakuan mereka mendapat tawa dari para penyidik.

"Pa anaknya lucu pengen saya lempar kelaut" ucap salah satu penyidik yang berada didekat Wiran.

"Bukan anak saya itu, saya juga heran kenapa bisa ketemu sama tuh anaknya nyesel saya pungut dia!!"

Mendengar ucapan papanya tentu membuat Mario meraih ponselnya yang berada dicelana dan seolah sedang mengotak-ngatik lalu menempelkannya ditelinga.

"Halo mama!! Masa aku dibilang anak pungut!"

"Ehh!! Mario papa bercanda!!"

Wiran menghampiri Mario dan segera merebut handphonenya, dilihat layar ponsel Mario hanya sebuah menu bukan panggilan telpon tentu saja membuat Wiran murka dan menjitak kepala Mario.

Penyidik yang melihat interaksi anak dan bapak itu tak kuasa menahan tawa dan senyum mereka.

Sungguh pemandangan langka yang terjadi pada bapak dan anak.

"Permisi tuan Wiran!"

Satpam pabrik mendekat pada Wiran dan Mario.

"Ya ada apa pak?" Tanya Mario

"Diruang cctv ternyata tidak ada yang hangus terbakar, ini adalah beberapa memori yang saya ambil dari setiap sudut cctv pa"

Mario mengambilnya lalu menatap Wiran yang juga kini menatapnya.

"Terimakasih pa" Satpam tersebut menganggukan kepalanya lalu pergi meninggalkan Mario dan Wiran.

"Pak Burhan!" Panggil Wiran pada ketua penyidik.

"Ya pak?"

"Tolong tetap selidiki setiap ruangan ya pak, saya mau mengecek memori cctv yang diberikan satpam tadi"

"Baik pak Wiran, kalo gitu kami permisi"

Wiran menganggukan kepalanya, lalu menyuruh Mario mengecek diruang dimobil bersama laptopnya.

Perjalanan menuju parkiran tidak memakan waktu lama, kini mereka sudah siap untuk melihat apa yang telah terjadi.

"Mario coba ulangin ke jam dua malam diruangan khusus listrik"

Mario pun mengulanginya dilihat secara bersama terdapat seorang berpakaian serba hitam jalan menuju keruangan listrik. Namun sekitar beberapa langkah seseorang itu menghilang hingga membuat kecurigaan di diri Mario juga Wiran.

"Papa panggil Pak Burhan dulu, kamu tolong cek lagi sepertinya memang ada yang sengaja sabotase ruang listrik"

Wiran jalan cepat mencari Burhan bertepatan saat memasuki pabrik Burhan muncul dengan nafas memburu.

"Pak Wiran ada mayat di ruang listrik!"

Jantung Wiran berdegub kencang apakah orang yang berada dicctv adalah orang yang sama yang disebutkan oleh Burhan. Baik Wiran maupun Burhan kini menuju ruang listrik.

***

Jakarta, 15.00 sore

Dania kini menatap Ben dan Amelia yang kini tengah memasukan kopernya kedalam mobil dengan sendu pasalnya mereka memilih pisah rumab dan berat bagi Dania berpisah dengan Ben terlebih dia tau bagaimana Amelia memperlakukan Ben.

Siang tadi Ben sudah tiba dirumah lalu langsung berpamitan pada Dania untuk pisah rumah, Dania awalnya tidak setuju namun saat mendengar penjelasan Ben mau tak mau Dania menyetujui keinginan anaknya.

Ben bilang ayahnya telah menyetujui juga keinginan Ben untuk pisah rumah dan setelah mendengar itu Dania pasrah menerimanya.

"Bunda Ben pamit ya, jaga diri bunda in sya allah seminggu sekali atau dua kali Ben pasti mampir untuk nengok keadaan bunda"

Dania tak mengucapakan apapun dirinya hanya menyambut salam dari anaknya. Kini giliran Amelia yang mendekat padanya.

"Bunda, Amelia minta maaf jika selama ini membuat buat kesal dan tidak menyukai kebiasaan buruk Amel. Amelia janji bunda akan berubah menjadi istri yang baik untuk mas Ben"

Dania juga tak membalas ucapan Amelia bahkan tak menyambut salam Amelia hingga membuat Ben menggusap pundak istrinya lalu membawanya masuk kedalam mobil.

Sedangkan Ben kini membawa tubuh ibunya kedalam pelukannya.

"Ben tau ini berat buat bunda, tapi ini semua demi kebaikan kita bersama bunda. Tolong jangan terus bersedih Ben tak ingin ada kebencian lagi bunda, sudah cukup Ben kehilangan gadis yang Ben cintai sekarang Ben ingin belajar mencintai Amelia bunda walaupun dia buruk sikapnya Ben yakin seiring berjalannya waktu Amelia pasti bisa menjadi istri yang baik untuk Ben. Terimakasih ya bunda sudah merawat Ben salam ini, Ben pamit ya bunda"

Setelah mendengar ucapan anaknya Dania tak kuasa menahan air matanya lagi. Kini bahkan Dania memilih masuk kedalam rumah tak ingin melihat kepergian anaknya.

Ben menghela nafasnya lalu menatap wajah istrinya yang kini tersenyum senang, mungkin memang ini pilihan terbaik untuknya.

Sean benar setidaknya sampai lahiran dan menunggu informasi lengkap tentang siapa Amelia agar Ben bisa ikhlas menerima Amelia sebagai istrinya.

Guruku Suamiku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang