Setelah canda tawa dan sedikit isakan reda, Jeonghan menyentuh lembut kepala Minghao yang sudah tenang di pangkuannya. "Udah, udah," katanya sambil menepuk-nepuk punggung kecil putranya. Lalu, dengan suara pelan tapi terdengar jelas, ia bertanya, "sekarang, siapa yang mau cokelat panas?"
Hampir serentak, ketiga anak mereka langsung menjawab, "aku!" dengan suara antusias. Bahkan Seungcheol, yang biasanya lebih kalem, mengangkat tangannya sambil tersenyum lebar. "Aku juga mau, Mami."
Jeonghan tersenyum puas melihat betapa mudahnya ia menyenangkan keluarganya. "Oke, semuanya tenang di sini dulu. Mami akan buatin cokelat panas yang enak untuk kita semua," katanya sambil melepaskan diri dari pelukan anak-anaknya. Namun sebelum ia bisa berdiri, Seungcheol segera menahan pergelangan tangannya.
"Biar aku yang buat, Han. Kamu istirahat aja, udah sibuk seharian,"ucapnya lembut, memberikan tatapan penuh perhatian.
Jeonghan tersenyum, tapi menepis halus tangan Seungcheol. "Mas, biar Mami aja. Anak-anak paling suka cokelat panas buatan Mami, kan?" Dokyeom, Mingyu, dan Minghao langsung mengangguk dengan semangat, membuat Seungcheol menyerah dengan senyuman di bibirnya.
Jeonghan pun melangkah ke dapur, sementara Seungcheol dan anak-anak berkumpul di ruang tamu, menunggu dengan sabar. Di luar, hujan mulai turun, rintik-rintiknya terdengar jelas memantul di atap rumah. Udara malam yang dingin perlahan merayap masuk, tapi di dalam rumah, kehangatan dan keceriaan mengisi setiap sudut.
Tak lama, Jeonghan kembali membawa nampan besar berisi cangkir-cangkir cokelat panas dengan sedikit marshmallow di atasnya, ditemani beberapa piring cemilan. Ia meletakkannya di meja, dan anak-anak langsung meraih cangkir masing-masing dengan tangan kecil yang bersemangat.
"Pelan-pelan, panas," kata Jeonghan sambil mengelus kepala Mingyu, yang sudah siap menyeruput cokelat panasnya.
Dokyeom tidak sabar menunggu cokelat panasnya. Begitu melihat cangkirnya siap, ia langsung meraih dan menyeruputnya dengan cepat. Namun, dalam sekejap, lidahnya terasa terbakar oleh suhu minuman yang masih terlalu panas.
"Ahh! Lidah aku panas!" keluhnya, meringis dengan mata yang hampir meneteskan air mata. Ia mengeluh sambil mengusap lidahnya, merasakan pedih yang menyengat.
Jeonghan yang melihat reaksi putranya segera menghampiri, "Kyeomie, kan sudah Mami bilang buat hati-hati!" ujarnya, mencoba menenangkan.
Dokyeom menggigit bibir bawahnya, merengut. "Maaf, Mami, tapi aku haus dan pengen cepat-cepat, Mami!" katanya, suara sedikit melengking karena rasa sakitnya.
Seungcheol, yang memperhatikan situasi tersebut, segera melangkah mendekat. "Tenang, Kyeomie. Kita bakal ngatasin ini," ujarnya dengan penuh perhatian. Ia langsung mengambil segelas air dingin dan memberikannya kepada Dokyeom. "Kumur-kumur pake ini, ya. Ini akan bantu mendinginkan lidah kamu biar nggak terluka lebih parah."
Dokyeom menerima gelas itu dengan tangan kecilnya, lalu berkumur perlahan. Setelah beberapa detik, ia pergi ke dapur dan mengeluarkan airnya dan merasa sedikit lebih baik. Dokyeom lalu berlari kembali ke ruang keluarga.
"Terima kasih, Papi," ucapnya, lega, sambil tersenyum meskipun masih ada sedikit rasa tidak nyaman di lidahnya. Seungcheol mengelus kepala Dokyeom, merasa bangga bisa membantu.
Dokyeom merasa sedikit lega setelah berkumur dengan air dingin, tetapi rasa tidak nyaman masih membekas. Ia menatap ayahnya dengan ekspresi cemberut.
"Tapi Papi, lidah aku rasanya aneh," keluhnya sambil mengusap lidahnya. "Masih ada rasa panas dan gak enak."
Seungcheol melihatnya dengan penuh perhatian. "Mau minum air dingin lagi, Kyeomie?" tanyanya lembut.
Dokyeom mengangguk pelan. "Iya, tolong, Papi. Aku butuh biar lidah aku dingin lagi," jawabnya, terlihat tidak sabar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeongcheol & the Magic of Family
RomanceJeongCheol ft 97L Setelah beberapa tahun menikah, kehidupan Jeonghan bersama Seungcheol dan tiga anak mereka-Dokyeom, Mingyu, dan Minghao-berjalan penuh kehangatan dan canda tawa. Meski rutinitas mereka tampak sederhana, Jeonghan selalu menemukan ke...