Beberapa minggu terakhir, Jeonghan merasa ada yang tidak beres dalam rumah tangga mereka. Seungcheol, mulai terlihat menyembunyikan sesuatu, Jeonghan paham dengan gelagatnya, apalagi ketika Seungcheol menghindar dari diskusi tentang pekerjaan. Meskipun Jeonghan tahu bahwa pekerjaan Seungcheol sebagai pemimpin di perusahaannya yang sangat menuntut, instingnya sebagai seorang istri memperingatkannya bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar stres kerja.
Jeonghan memandangi foto pernikahan mereka yang terpajang di sebuah bingkai kecil yang di letakkan di meja di samping ranjang. Melihat berapa bahagianya dirinya dan Seungcheol hari itu.
Hari itu, Jeonghan memutuskan untuk menyelidiki lebih dalam. Ia menyuruh seorang teman lama, Jaeho, yang bekerja di kantor Seungcheol, untuk mengawasi suaminya. Jeonghan memberikan beberapa petunjuk tentang jadwal Seungcheol dan meminta Jaeho untuk memberinya kabar tentang apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku nggak terlalu tahu apa yang terjadi sama beliau, Han, karena aku kerja di bagian lain, tapi emang benar sih akhir-akhir ini sedikit sibuk di perusahaan. Aku sendiri bahkan jarang ketemu sama beliau...." ujar Jaeho dari sebrang sana.
"Apa hal yang aku minta bisa kamu lakuin, Jae? Ngawasin dia? Aku nggak tahu harus minta tolong ke siapa lagi..." Jeonghan menundukkan wajahnya, memikirkan banyak hal tentunya.
"Kayaknya ada rahasia umum kantor, aku.... seharusnya ini jadi rahasia umum aja, tapi aku nggak bisa nggak ngasih tahu kamu... sebenarnya, pak Seungcheol, suami kamu, akhir-akhir ini jarang terlihat di kantor. Beliau cuma datang sesekali di pagi atau sore, beliau terlihat sering pergi sama sekretarisnya, ya... aku dengar katanya emang alasan meeting."
Mendengar penjelasan Jaeho, hati Jeonghan terasa semakin lebih berat lagi. Apakah memang benar Seungcheol bermain api di belakangnya?
"Buat permintaan kamu.... agak sulit sebenarnya, Han. Seperti yang aku bilang tadi, beliau jarang ada di sini, terus aku juga ada banyak kerjaan." Mendengar itu, Jeonghan sedikit kecewa, tapi dia tidak ingin membebani temannya.
"Maaf Jaeho... aku mbawa-bawamu ke dalam masalah rumah tangga aku... aku tarik kembali kata-kataku tadi, aku nggak mau merepotkan kamu." Jujur saja, Jeonghan sebenarnya memang tidak mau meminta bantuan Jaeho karena itu semua pasti membebaninya.
"Hei! Kamu ngomong apa sih!? Aku senang kamu meminta bantuan aku, aku ini teman kamu...Tenang aja, aku, Jaeho, akan selalu membantu meringankan kekhawatiran temanku ini. Aku akan berusaha semaksimal mungkin, cuma mengawasi kan? Aku cuma bisa mengawasi kalau beliau berada di kantor, dan... yang kau khawatirkan beliau bermain di belakang kan? Aku yakin, semua pasti akan baik-baik aja, Han."
Jeonghan senang sekali Jaeho mau membantunya, meskipun sedikit khawatir akan sesuatu, Jeonghan akan memastikan kekhawatirannya itu. Setelah itu, mereka mendiskusikan beberapa hal.
Hari-hari berlalu, dan Jeonghan menunggu dengan penuh kecemasan. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan merawat anak-anak dan melakukan hal lain, tetapi bayangan ketidakpastian itu selalu mengganggu. Setiap kali ponselnya berbunyi, hatinya berdegup kencang, berharap itu adalah kabar baik dari Jaeho.
Akhirnya, setelah beberapa hari menunggu, Jaeho mengirimkan pesan yang membuat jantung Jeonghan terhenti. Pesan itu disertai foto-foto. Dalam salah satu foto, ia melihat Seungcheol keluar dari ruangannya dengan seorang wanita yang tampak akrab bersamanya. Mereka terlihat ceria, tertawa dan seolah tidak peduli dengan dunia di sekitar mereka. Jeonghan merasa seolah seluruh dunia runtuh dalam sekejap.
Wanita itu, Sera.
Dengan tangan yang bergetar, ia membuka foto-foto lainnya. Foto-foto itu menunjukkan Seungcheol dan wanita itu berdua di tempat yang sama, menghabiskan waktu bersama tanpa mempedulikan sekeliling. Dalam salah satu foto, Seungcheol memeluk wanita itu dengan lembut, seolah-olah mereka adalah pasangan yang bahagia. Jeonghan merasa tercekik oleh rasa sakit dan pengkhianatan.
Jaeho
Udah dari lama ternyata, Han... emang udah jadi rahasia umum kantor, kabari aku kalau terjadi sesuatu....
09.31Di tengah kesedihan yang mendalam, Jeonghan menutup ponselnya dan mengambil napas dalam-dalam. Ia tidak bisa membiarkan ini berlalu begitu saja. Perasaannya berkecamuk antara kemarahan dan kesedihan. Dengan tekad yang baru, ia memutuskan untuk menunggu Seungcheol pulang malam itu dan menghadapi kenyataan.
Dadanya begitu sesak, Jeonghan menahan tangisnya, ia tak menyangka. Seribu hal terlintas di pikirannya, apa yang akan terjadi kedepannya? Bagaimana dengan anak-anak? Anak-anaknya.... apa ketika bersama wanita lain Seungcheol tidak memikirkan anak-anaknya sedikitpun?
Malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Jeonghan duduk di tepi tempat tidur, tatapannya kosong menembus gelapnya malam. Ruangan yang selama ini menjadi saksi bisu tawa dan kebersamaan mereka, kini terasa begitu asing. Setiap sudutnya seolah menjadi pengingat atas luka yang baru saja ia rasakan.
Tangannya meremas ujung selimut dengan kuat, berusaha menahan tangis yang sedari tadi mengganjal di tenggorokannya. Hatinya begitu sesak, seolah ada beban yang tak tertahankan menekan dadanya. Air mata yang ia coba tahan tak bisa lagi dibendung. Perlahan, butiran air mata mulai jatuh membasahi pipinya, mengalir tanpa henti. Jeonghan memeluk dirinya sendiri, berharap pelukan itu bisa meredakan rasa sakit yang menjalar di hatinya.
Ingatan tentang Seungcheol membanjiri pikirannya. Bagaimana setiap pagi Seungcheol mengecup keningnya sebelum berangkat kerja, cara Seungcheol memeluknya ketika mereka berdua merasa lelah, dan tawa Seungcheol saat bermain bersama anak-anak mereka. Semua kenangan itu kini terasa seperti potongan mimpi yang tak nyata lagi. Apakah semuanya hanya kebohongan? Apakah pria yang selama ini menjadi sandarannya sudah berubah?
Jeonghan merasa dihantui oleh bayangan foto-foto itu. Seungcheol yang tertawa lepas bersama wanita lain, sentuhan lembut di pundak wanita itu, seolah-olah mereka berbagi keintiman yang selama ini seharusnya hanya milik mereka berdua. Wanita itu, Sera, bukan hanya sekadar rekan kerja. Cara Seungcheol memandangnya dalam foto-foto itu adalah pandangan yang sama dengan bagaimana Seungcheol memandangnya dulu-pandangan penuh kasih dan perhatian.
"Nggak mungkin... nggak mungkin..." gumam Jeonghan dengan suara yang bergetar. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, merasakan sakit yang begitu dalam hingga rasanya sulit bernapas.
Malam semakin larut, tapi Jeonghan tak bisa memejamkan mata. Matanya yang sembab dan merah menatap langit-langit kamar, pikirannya dipenuhi oleh ribuan pertanyaan yang tak berjawab. "Apa yang salah sama aku? Apa aku nggak cukup buat Seungcheol? Apa kalau aku membuat diriku lebih baik lagi Seungcheol nggak akan berpaling? Apa yang salah dari aku?" Jeonghan berbisik lirih, mempertanyakan dirinya sendiri. Ia merasa seolah-olah semua usahanya menjaga keluarga ini sia-sia. Bagaimana bisa Seungcheol tega melakukan ini padanya? Pada keluarga mereka?
Dalam kesedihannya, Jeonghan teringat akan anak-anak mereka. Dokyeom, Mingyu, dan Minghao. Mereka tidak tahu apa-apa. Mereka tidak tahu bahwa rumah mereka mungkin akan hancur. Jeonghan menggigit bibirnya, mencoba menahan isak yang semakin kuat. Bagaimana ia akan menjelaskan ini pada anak-anak? Bagaimana mereka akan menatap ayah mereka setelah mengetahui kebenaran ini?
Jeonghan menutup wajahnya, terisak semakin keras. Tangisannya pecah, menggema di seluruh ruangan. Rasanya tak ada yang bisa menenangkan hatinya. Selama ini, Seungcheol adalah tempat ia bersandar ketika ia merasa lemah, tetapi sekarang, dia merasa sendirian—terjebak dalam kehancuran yang dibuat oleh orang yang paling ia percayai.
Dalam keheningan malam itu, Jeonghan akhirnya merasa benar-benar tak berdaya. Ia tak bisa mengubah apa yang telah terjadi, tapi satu hal yang ia tahu pasti, ia harus menghadapi ini. Dengan air mata yang masih mengalir, Jeonghan menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian yang tersisa. Esok hari, atau saat Seungcheol kembali, ia akan meminta penjelasan dari Seungcheol.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Hai Hai Hai!!
selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam kapanpun kalian membaca ini....jangan rujak aku pliss....
selamat datang di konflik yang kalian tunggu-tunggu selama ini
terimakasih
jangan lupa makan & minum
byeee🧚♀️
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeongcheol & the Magic of Family
RomanceJeongCheol ft 97L Setelah beberapa tahun menikah, kehidupan Jeonghan bersama Seungcheol dan tiga anak mereka-Dokyeom, Mingyu, dan Minghao-berjalan penuh kehangatan dan canda tawa. Meski rutinitas mereka tampak sederhana, Jeonghan selalu menemukan ke...