Chapter 7 : Waiting For Papi 1

280 32 12
                                    

Pagi itu, jam baru menunjukkan pukul tujuh, matahari mulai memancar lembut dari balik jendela. Suasana rumah masih tenang, ia memandangi anak-anaknya yang masih tertidur lelap dengan posisi yang sudah tidak beraturan. Mereka masih berada di depan TV.

Jeonghan sudah bangun lebih dulu, seperti biasanya. Ia berada di dapur, menyiapkan sarapan sederhana untuk Seungcheol sebelum suaminya berangkat kerja. Secangkir kopi sudah siap di meja, dan roti panggang dengan selai diletakkan di sampingnya.

Jeonghan menoleh ketika mendengar langkah Seungcheol yang baru saja keluar dari kamar. Seungcheol sudah berpakaian rapi dengan setelan kerjanya, namun ekspresinya terlihat sedikit lelah. "Loh? Mas udah bangun? Terus kok udah rapih banget?" tanya Jeonghan sambil tersenyum, menyodorkan secangkir kopi ke arah Seungcheol.

Seungcheol mengangguk dan menerima cangkir itu. "Iya, maaf, banyak banget kerjaan di sana. Aku harus berangkat sekarang. Walaupun rasanya belum siap ninggalin rumah lagi," ucapnya, setengah bercanda, tapi Jeonghan bisa merasakan kejujuran di balik nada suaminya. Ia tahu betul Seungcheol sedang sibuk luar biasa beberapa minggu ini, sering kali harus pergi pagi dan pulang larut malam, bahkan jarang sekali bisa bertemu anak-anak.

"Kerja keras banget, ya?" Jeonghan berkata lembut sambil duduk di hadapan Seungcheol. "Anak-anak pasti kangen sama Mas. Mereka nanyain terus kapan Papi pulang lebih cepat."

Seungcheol mendesah pelan, menyesap kopinya sambil memandang ke arah dapur. "Aku juga kangen sama mereka," jawabnya lirih. "Tapi sekarang lagi banyak banget urusan di kantor, mungkin beberapa hari lagi baru bisa pulang lebih cepat."

Jeonghan menatapnya penuh pengertian, meski dalam hatinya juga merasa sedikit khawatir. "Jangan terlalu capek, ya, Mas. Kalau nanti ada waktu luang, langsung pulang. Aku dan anak-anak selalu nungguin di sini."

Seungcheol tersenyum, mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Jeonghan di atas meja. "Terima kasih, Han, udah selalu ngertiin aku," ucapnya tulus. "Aku bakal usahain cepat pulang biar bisa lebih banyak waktu sama kalian."

Jeonghan membalas senyuman itu, lalu berdiri dari kursinya. "Aku siapin dasi dulu, ya? Mas buru-buru banget sampe dasinya ketinggalan gitu," katanya sambil mengambil dasi dari meja dekat tangga. Seungcheol mengangguk, merasa sedikit lega karena meski hari-harinya sibuk, Jeonghan selalu ada di sampingnya.

Jeonghan dengan cekatan memasangkan dasi Seungcheol, jari-jarinya bergerak rapi menyusun simpul di kerah suaminya. "Hari ini mungkin anak-anak bangun sebentar lagi," kata Jeonghan sambil tersenyum. "Tapi sayang, mereka belum bisa ngelihat Papi pagi ini."

Seungcheol tertawa kecil. "Iya, mereka pasti masih ngantuk. Nanti aku titip salam, ya?"

Jeonghan hanya mengangguk sambil merapikan kerah Seungcheol. Setelah dasinya terpasang sempurna, Jeonghan merapikan sedikit jaket suaminya dan memandang Seungcheol dengan tatapan lembut. "Hati-hati di jalan, Mas," ucapnya pelan.

Seungcheol mendekat dan memberikan ciuman lembut di kening Jeonghan. "Pasti. Terima kasih sudah selalu jagain semuanya di rumah," katanya sebelum mengambil tas kerjanya dan melangkah ke pintu.

Seungcheol menatap Jeonghan lagi, tersenyum. "Aku pergi dulu. Sampai nanti malam," ujarnya sebelum akhirnya keluar dan menutup pintu.

Jeonghan menatap pintu yang baru saja tertutup, menghela napas panjang, lalu kembali ke dapur untuk mempersiapkan sarapan bagi anak-anak yang akan segera bangun. Meskipun sulit tanpa kehadiran Seungcheol di rumah, Jeonghan tahu bahwa keluarganya tetap menjadi prioritas utama di hati suaminya.

Malam itu, rumah sudah sunyi, hanya suara angin yang berhembus lembut dari luar jendela. Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam, namun Seungcheol belum juga pulang. Jeonghan duduk di sofa ruang keluarga, mencoba tetap tenang meski hatinya diliputi kekhawatiran. Di sebelahnya, Dokyeom, Mingyu, dan Minghao terlihat lelah setelah bermain seharian, namun mata mereka masih menatap penuh harap ke arah pintu.

"Papi nggak pulang lagi malam ini?" tanya Dokyeom, suaranya terdengar sedikit kecewa. Mingyu yang duduk di sebelahnya hanya diam, namun jelas terlihat dari ekspresinya bahwa dia juga merindukan sosok Seungcheol di rumah.

Jeonghan tersenyum tipis, meski di dalam hatinya ia tahu rasa kecewa anak-anak mulai semakin besar. "Papi masih kerja, Sayang. Lagian Papi selalu pulang kok, cuma Papi pulang pas kalian tidur," jawab Jeonghan lembut, sambil membelai kepala Dokyeom. "Kalian tahu, kan, Papi lagi sibuk di kantor. Papi kerja keras supaya bisa memberikan yang terbaik buat kita semua."

Minghao, yang duduk di pangkuan Jeonghan sambil memeluk boneka Snowy, tiba-tiba mengangkat wajahnya dan menatap Jeonghan dengan mata berkaca-kaca. "Papi nggak sayang lagi sama kita, ya, Mami?" tanya Minghao dengan suara kecilnya. "Kenapa Papi nggak pernah main sama kita lagi? Haohao kangen..."

Jeonghan merasakan dadanya sesak mendengar pertanyaan itu. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum menunduk, menatap Minghao dengan penuh kasih sayang. "Papi sayang banget sama kalian, Haohao. Papi nggak pernah berhenti sayang. Justru karena Papi sayang, Papi kerja keras supaya kita semua bisa hidup nyaman dan bahagia."

"Tapi kenapa Papi nggak pernah di rumah?" Mingyu akhirnya angkat bicara, matanya menatap Jeonghan penuh rasa ingin tahu dan sedikit kesedihan. "Aku juga kangen sama Papi. Aku pengen main bola lagi sama Papi..."

Jeonghan merasa ada beban berat di hatinya. Ia tahu anak-anak tidak bisa sepenuhnya memahami situasi pekerjaan Seungcheol, karena mereka semua memang hanya anak kecil berusia belum genap lima tahun. Jeonghan tidak ingin memaksakan mereka untuk memahami kondisi orang tuanya. Tapi ia juga tahu betapa keras Seungcheol berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk keluarga mereka.

"Papi janji kok, nanti kalau pekerjaan di kantor udah selesai, Papi bakal banyak waktu buat kalian," ucap Jeonghan, berusaha meyakinkan mereka. "Mungkin sekarang kelihatannya Papi sibuk, tapi kalian tahu kan, Papi selalu memikirkan kalian setiap hari? Papi selalu cerita ke Mami, kalau dia kangen sama kalian semua."

Dokyeom, yang mulai lebih mengerti dari kedua adiknya, mengangguk pelan meski wajahnya masih terlihat sedikit murung. "Aku percaya, Mami. Aku cuma kangen aja main drum sama Papi," katanya dengan suara rendah.

Jeonghan tersenyum lagi dan menarik Dokyeom mendekat untuk memeluknya. "Mami juga kangen liat kalian main sama Papi. Tapi Mami yakin, sebentar lagi semuanya bakal normal lagi. Kita harus sabar, ya? Nanti, waktu Papi udah bisa pulang lebih cepat, kita semua akan main bareng seperti dulu."

Minghao, yang masih di pangkuan Jeonghan, akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di bahu Jeonghan, matanya tertutup dengan tenang. Dokyeom dan Mingyu juga mulai menguap, tanda bahwa mereka sudah terlalu lelah untuk terus terjaga.

Jeonghan mengusap lembut kepala Minghao dan tersenyum kecil. "Yuk, kita ke kamar sekarang. Kalian harus istirahat biar besok bisa main dengan semangat lagi," ucapnya sambil berdiri pelan, membawa Minghao ke kamarnya.

Setelah anak-anak sudah tidur, Jeonghan kembali duduk di sofa sendirian, menatap jam yang terus berdetak. Hatinya dipenuhi rasa cemas dan rindu. Ia tahu Seungcheol berusaha yang terbaik, namun ia tidak bisa menahan perasaan sepi saat suaminya jarang ada di rumah.

Ia meraih ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Seungcheol.

Mr. Perfect❤

Mas, anak-anak tadi nanyain kamu lagi. Mereka kangen banget. Aku juga. Semoga bisa pulang lebih cepat ya, Mas
21.34

Jeonghan meletakkan ponselnya dan kembali menatap ke luar jendela, berharap suaminya segera pulang ke rumah mereka yang penuh cinta dan kehangatan ini.


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Hai Hai Hai!
i'm back guys...
oke deh... hari ini double up
syapa tadi yang minta lanjut buru²? nich, ak kabulin
biarin aja, makin gantung....

hehe...
plisss... jangan lupa istirahat teman-teman

terimakasih
jangan lupa apa? iya, mangan sama minum
byeee🧚‍♀️

Jeongcheol & the Magic of FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang