Chapter 11 : Between Life and Hope 1

293 49 40
                                    

Di bawah terik matahari pagi, Seungcheol dan Jeonghan tengah bersiap-siap untuk pergi mengunjungi rumah orang tua Seungcheol. Sudah seminggu mereka menghabiskan waktu untuk berlibur di bila itu, rencana awak setelah liburan langsung pulang, tapi kini mereka punya rencana lain.

Mobil keluarga terparkir di pinggir jalan, dan Seungcheol sibuk memastikan semua barang bawaan sudah rapi di dalam bagasi. Jeonghan sedang menenangkan Minghao yang sedikit rewel, sementara Dokyeom dan Mingyu berlari-lari kecil di dekat mereka, tertawa riang.

"Kyeomie, Mingoo, jangan terlalu jauh dari mobil, ya," kata Jeonghan sambil tersenyum, memperhatikan anak-anaknya yang tampak antusias dengan rencana perjalanan hari itu. Dokyeom dan Mingyu mengangguk sambil tersenyum lebar, lalu melanjutkan permainannya bersama Dokyeom.

Namun, dalam hitungan detik, semuanya berubah.

Suara keras tiba-tiba membelah udara, membuat Jeonghan dan Seungcheol refleks menoleh. Sebuah mobil melaju kencang di jalan raya, terlalu cepat untuk area yang biasanya dipenuhi orang yang berlalu-lalang. Sebelum siapa pun bisa bereaksi, mobil itu menabrak tubuh kecil Mingyu dengan brutal. Tubuh Mingyu terpental ke udara, melayang sejenak sebelum jatuh keras ke aspal beberapa meter dari tempatnya berdiri. Mobil itu terus melaju tanpa sedikit pun melambat, melesat menjauh tanpa meninggalkan jejak.

"MINGYU!!" Teriakan Jeonghan menggema dalam kepanikan dan ketidakpercayaan.

Semua terasa seperti mimpi buruk yang bergerak lambat. Seungcheol langsung berlari menuju tubuh putranya yang kini tergeletak tak bergerak di atas aspal, rasa takut menyelimuti wajahnya. Jeonghan menyusul dengan langkah goyah, wajahnya pucat dan air mata mengalir tanpa henti.

Mingyu, yang tadinya penuh tawa, kini terbaring dengan tubuh lemas, darah mengalir dari kepala dan luka-luka lainnya. Wajah kecilnya pucat, matanya tertutup rapat, hanya ada napas tipis yang tersisa. Ketika Seungcheol mengangkatnya ke pelukan, tubuh kecil itu terasa dingin, terlalu dingin untuk anak seumurannya.

"Jangan..... tolong, jangan... Mingyu." Suara Seungcheol pecah, bergetar saat memanggil nama putranya dengan penuh rasa sakit. Napasnya tercekat, menahan ketakutan yang tak tertahankan di hatinya.

Jeonghan akhirnya tiba, lututnya lemas hampir jatuh saat melihat kondisi Mingyu. Namun, dia menahan dirinya, menarik Mingyu dari pelukan Seungcheol, mendekapnya erat. "Mingyu....Mami di sini, sayang. Bertahan, ya..." bisiknya, suaranya patah dengan kesedihan yang mendalam. Jeonghan mencoba menekan luka-luka Mingyu dengan tangan gemetar, berharap bisa menghentikan pendarahan yang terus mengalir.

Dokyeom dan Minghao berdiri tidak jauh dari sana, terdiam membeku dengan wajah penuh ketakutan. Dokyeom yang lebih tua, mencoba memeluk Minghao yang mulai menangis histeris, air matanya mengalir deras menyaksikan kakaknya dalam kondisi seperti itu. "Haohao, jangan lihat. Mingpo akan baik-baik aja... Kyeomie janji," kata Dokyeom dengan suara serak, berusaha menenangkan adiknya meskipun dirinya sendiri merasa ketakutan.

Seungcheol menatap mobil yang telah menghilang, matanya penuh amarah dan dendam yang membara. "Aku akan menemukan dia....Apa pun yang terjadi," katanya, suaranya dingin dan penuh tekad.

Seungcheol segera meraih ponselnya dan menelfon ambulans.

Setelah suara sirene ambulans semakin mendekat, Jeonghan tetap berlutut di samping tubuh Mingyu, masih memegang tangan anaknya yang terasa semakin dingin. Dokyeom dan Minghao, yang sejak tadi berdiri beberapa meter dari sana, mulai menangis keras melihat kakaknya terbaring tak bergerak. Dokyeom, yang selama ini menjadi kakak yang tangguh untuk adik-adiknya, kini tak kuasa menahan tangis, sementara Minghao terus menggenggam erat lengan kakaknya, wajahnya penuh ketakutan.

Tak lama, tim medis keluar dari ambulans, berlari cepat membawa tandu dan perlengkapan darurat. Seorang paramedis berlutut di samping Mingyu, memeriksa luka-lukanya dengan ekspresi penuh kekhawatiran. Dia segera memasangkan penyangga leher dan oksigen, lalu menekan perban di luka-luka yang paling parah untuk menghentikan pendarahan.

Jeongcheol & the Magic of FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang