Mingyu sudah tertidur pulas di antara Jeonghan dan Seungcheol, napasnya yang lembut memberikan ketenangan di kamar itu. Melihat putranya yang tidur nyenyak, Seungcheol tersenyum dan berkata dengan suara pelan, "mas mau mandi sebentar, ya, sayang. Tadi mas belum sempet mandi."
Jeonghan mengangguk, "iya mas, udah aku suruh mandi dari tadi padahal," ujarnya sambil memperhatikan Seungcheol yang berdiri dan beranjak menuju kamar mandi. Dia menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang, bersyukur melihat Mingyu sudah tenang. Dengan lembut, ia mengangkat tubuh kecil Mingyu dan menggendongnya, mengatur agar si kecil tetap nyaman.
"Maafin Mami, ya. Mami harus bawa kamu ke tempat tidur kamu, Mingoo," bisiknya pelan. Ia melangkah keluar dari kamar, merasakan beratnya tanggung jawab sebagai orang tua di bahunya.
Sesampainya di kamar Mingyu, Jeonghan mengingatkan dirinya untuk bersikap hati-hati. Kamar itu sederhana, dengan tiga ranjang berbeda, ranjang Dokyeom di sisi kiri, ranjang Minghao di tengah, dan ranjang Mingyu di sisi kanan. Dia mendekat ke ranjang Mingyu dan menurunkan putranya dengan lembut, memastikan bahwa selimut menutupi tubuh mungilnya dengan baik.
"Selamat malam, sayang. Mami dan Papi selalu mencintaimu," ucap Jeonghan dengan lembut, merapikan selimut dan menyentuh dahi Mingyu dengan penuh kasih.
Setelah memastikan Mingyu nyaman, Jeonghan beralih ke ranjang Minghao. Ia melihat anak bungsunya yang tidur dengan tenang sambil memeluk boneka kesayangannya, wajahnya yang polos membuat hatinya semakin hangat. Jeonghan menyentuh pelipis Minghao yang sedikit berkeringat, lalu mengatur selimutnya agar Minghao tidak terlalu kepanasan, Jeonghan juga mengatur ulang pendingin ruangan di sana karena anak-anak seperti kepanasan.
"Mimpi yang indah, Haohao," bisiknya, memastikan bahwa anak bungsunya juga mendapatkan perlindungan.
Kemudian, Jeonghan melangkah ke ranjang Dokyeom. Dia melihat Dokyeom yang tertidur dengan posisi miring, dengan selimutan yang sudah terjatuh di lantai. Jeonghan menggelengkan kepalanya, ia lalu menghampiri ranjang Dokyeom lalu menyelimutinya kembali.
Jeonghan tersenyum bangga, merasakan rasa syukur mendalam memiliki anak-anak yang sehat dan bahagia. Dia mengusap rambut Dokyeom dengan lembut sebelum kembali ke kamar utama.
Setelah kembali ke kamar, Jeonghan merasakan sedikit kesedihan karena malam ini harus terpotong oleh kejadian tadi. Dia tahu Seungcheol pasti ingin menghabiskan waktu berdua, tetapi hal ini adalah bagian dari menjadi orang tua. Dalam hati, ia merasa bersalah karena harus membatalkan momen intim mereka.
Dia melangkah kembali ke ranjang, melihat Seungcheol keluar dari kamar mandi dengan handuk tergantung di pinggang, air menetes dari rambutnya yang basah. Jeonghan tersenyum padanya, tetapi ada keraguan di matanya.
"Maaf, kita gagal lagi buat habisin waktu berdua, mas," ujar Jeonghan, ia sedikit tertawa, namun ada keraguan di wajahnya.
Seungcheol mendekat, menghapus keraguan Jeonghan dengan tatapan lembutnya. "Nggak apa-apa, sayang. Kita punya banyak malam ke depan. Yang terpenting adalah anak-anak kita ngerasa aman dan bahagia."
Setelah mengecup kening istrinya dengan singkat, Seungcheol beranjak untuk memakai pakaian. Setelah beberapa waktu, Seungcheol kembali dengan pakai tidurnya.
Mereka berdua berbaring berdampingan, berhadapan. Seungcheol menyandarkan tubuhnya ke bantal, memeluk Jeonghan dengan lembut. "Aku seneng kita masih bisa habisin waktu berdua sebelum tidur, walaupun tadi sempet keganggu, aku ngerasa bersalah sih karena mindahin Mingyu, tapi aku mau kamu di perhatiin juga, mas," ucapnya sambil membelai rambut Seungcheol dengan jari-jarinya.
Seungcheol mengangguk. Jeonghan merasakan kehangatan di dalam pelukan Seungcheol.
"Iya, aku juga seneng. Kadang kita emang harus menyesuaikan diri sama keadaan. Tapi waktu-waktu seperti ini, udah berharga banget untuk aku, cukup ada kita, saling berpelukan sambil cerita-cerita."
Seungcheol tersenyum, lalu menggenggam tangan Jeonghan erat-erat. "Kamu ingat nggak saat-saat di mana kita baru pertama kali kencan? Berjam-jam di kota cuma tukeran pikiran pas itu?"
Jeonghan tertawa kecil, mengingat kembali kenangan manis itu. "Aku inget itu, mas. Aku inget gimana kamu selalu bercerita tentang mimpi kamu buat masa depan kita. Rasanya kita nggak pernah kehabisan topik.”
"Ya, dan sekarang kita udah punya keluarga yang indah," jawab Seungcheol, matanya berbinar. "Meski kadang sulit, aku bener-bener bersyukur punya kamu dan anak-anak.”
Jeonghan tersenyum hangat, merasa hati mereka semakin dekat. "Dan aku sangat bersyukur kamu selalu ada buat kami. Kayak malam ini, ketika kamu dengan sabar hibur Mingyu. Itu sangat berarti buat aku.”
Seungcheol mengangkat alis, merasakan rasa bangga meluap di dalam dirinya. "Keluarga adalah segalanya buat aku. Kita harus terus menciptakan kenangan indah bersama."
Jeonghan mengangguk, "Ya, meskipun kita harus beradaptasi dengan kehadiran anak-anak, kita tetap bisa menemukan momen-momen kecil untuk kita berdua."
Mereka saling bertatapan, saling berbagi senyum penuh arti. Jeonghan kemudian menggigit bibirnya, "alau gitu, kita harus mencari waktu di mana kita bisa kembali ke momen-momen itu, sekadar berdua.”
Seungcheol menarik napas dalam-dalam, "Tentu. Kita bisa merencanakan malam khusus untuk kita. Mungkin setelah semua anak-anak tidur, kita bisa menonton film atau hanya berpelukan kayak gini."
Jeonghan tersenyum bahagia, merasakan kehangatan yang mengalir di antara mereka. "Itu kedengerannya sempurna. Aku rindu banget sama momen kayak gini."
Mereka berdua berpelukan lebih erat, menyandarkan kepala satu sama lain, membiarkan ketenangan malam mengelilingi mereka. Seungcheol melanjutkan dengan bercerita tentang harinya di kantor, bagaimana ia berusaha menyelesaikan proyek besar yang menyita banyak waktunya.
Jeonghan mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali tertawa atau memberikan komentar, merasakan kehangatan dan keintiman yang tak tergantikan. Saat cerita berganti, Seungcheol juga mendengarkan cerita Jeonghan tentang anak-anak mereka, bagaimana Minghao mulai belajar berbicara dan betapa cerdasnya Dokyeom saat membantu adik-adiknya.
Malam itu, meskipun singkat, menjadi waktu berharga bagi mereka. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menemukan ketenangan dan kenyamanan, serta kekuatan untuk menghadapi hari-hari mendatang bersama sebagai keluarga.
"Mas..."
"Hmm?"
"Kamu mah nggak peka!"
"Loh kenapa?"
"Aku kan mindahin Mingyu biar kita bisa lanjut! Tapi kita malah jadi nostalgia, nggak buruk juga sih... tapi kan..."
"Kirain kamu udah capek, Han...."
"Mas... Aku juga kangen tau."
"Udah malem, sayang, kamu kecapean nanti layanin aku."
"Ganti kata-katanya! Mas yang harus layanin aku!"
"Istri mas masih agresif ternyata."
"Ayo mas, yang tadi belum selesai. Tapi satu ronde aja!"
"Nggak bisa nego, sayang. Mas berhenti kalau mas mau."
Oke, kali ini biarkan mereka berdua menikmati malam intim tanpa di ganggu siapapun lagi. Suara di dalam kamar itu kembali berisikan desahan-desahan yang saling bersahutan serta suara kulit yang bertabrakan.
Jeonghan memang ingin menghabiskan malam yang panas dengan suaminya, itu karena dia mau memang. Tapi Jeonghan lupa, suaminya kelewat bersemangat.
Yang awalnya Jeonghan kira akan berakhir di jam dua belas, atau lebih tepatnya satu jam setelah berhubungan badan, kini sudah lewat jam dua pagi, tapi tidak ada yang mau berhenti.
._._._._.
Today!!!!
Hbd Hannieee❤❤❤❤Pas sekali Jh sedang ultah teman-teman, makanya up hari ini
Semangat untuk semuanya jalanin hari-harinya yang mungkin berat
Selamat ulang tahun buat yang hari ini ultah, mungkin ada yang barengan sama Jeonghan
Terimakasih
Jangan lupa makan & minum
Byeee🧚♀️
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeongcheol & the Magic of Family
RomanceJeongCheol ft 97L Setelah beberapa tahun menikah, kehidupan Jeonghan bersama Seungcheol dan tiga anak mereka-Dokyeom, Mingyu, dan Minghao-berjalan penuh kehangatan dan canda tawa. Meski rutinitas mereka tampak sederhana, Jeonghan selalu menemukan ke...