Malam hari masih di hari yang sama, Jeonghan dengan sabar mengusap kedua tangan Minghao bergantian. Minghao kembali mengeluh gatal, bahkan perih di bagian lengan dan lehernya. Jeonghan memperingatkan berulang kali agar jangan di garuk atau akan semakin gatal.
"Mami udah kasih salep lagi, jangan di garuk Haohao, nanti sembuhnya makin lama..." ujar Jeonghan.
Mata Minghao berkaca-kaca, "tapi Mami.... gatal banget.... Nggak kuat...." Minghao kembali berusaha menggaruk tangannya yang gatal itu, tapi dengan cepat di tahan oleh Jeonghan. Jeonghan kembali mengusap-usap lengan kecil putranya, "Haohao diem aja, jangan di cakar-cakar seperti itu sayang, Mami usap-usap gini biar gatalnya sedikit kurang, ya."
"Haohao Mami bikinin susu, ya? Terus tidur sama Kyeomie sama Mingoo di kamar, oke? Gatalnya besok pasti hilang," kata Jeonghan, Minghao tidak bisa tidak tergiur. Ia lalu mengangguk perlahan.
"Yaudah, Papi masih mandi, Haohao diem di sini, Mami ke dapur bikinin Haohao susu sebentar." Dan setelah itu Jeonghan beranjak pergi.
Setelah Jeonghan pergi ke dapur untuk menyiapkan susu, Minghao yang awalnya mencoba bertahan akhirnya tidak kuat menahan rasa gatal di lengannya. Meski sudah diperingatkan oleh Jeonghan, dia mulai menggaruk dengan keras, membuat kulitnya semakin perih dan terluka hingga mengeluarkan sedikit darah.
Seungcheol, yang memang sudah pulang dan tadi membersihkan diri, menghampiri Minghao yang duduk di sofa yang ada di kamar itu.
Seungcheol yang baru selesai mandi segera menyadari ada yang tidak beres dengan putra bungsunya. "Haohao, kenapa? Kok tangan kamu berdarah?" tanyanya khawatir sambil berlutut di depan Minghao.
Minghao yang sudah mulai menangis kecil hanya bisa menunjukkan lengannya yang memerah dan lecet-lecet karena cakaran tangannya. "Papi... gatal banget... Haohao nggak tahan... jadi Haohao garuk," jawabnya dengan suara yang tersendat, air mata mengalir di pipinya.
Seungcheol menghela napas, merasa sedih melihat Minghao kesakitan. "Duh, Haohao... Mami pasti udah bilang kan jangan digaruk, sayang. Nanti makin parah gatalnya. Tapi nggak apa-apa, sini Papi bantu bersihin dulu," ucap Seungcheol sambil dengan lembut mengelap darah yang keluar dari luka kecil di tangan Minghao.
Seungcheol segera mengambil salep dari meja kecil di dekatnya. "Kita harus obatin sekarang, ya, biar nggak tambah perih. Papi olesin pelan-pelan, Haohao tenang aja," katanya sambil membuka tutup salep dengan hati-hati.
Namun, begitu Seungcheol menyentuh luka Minghao dengan kapas yang sudah diolesi salep, Minghao langsung berteriak keras. "Papi, sakit! Perih banget!" teriaknya sambil menarik lengannya, menangis lebih keras.
Seungcheol terkejut mendengar teriakan Minghao, lalu segera menghentikan tangannya dan berusaha menenangkan putranya yang kesakitan. "Maaf, sayang... Papi pelan-pelan, ya? Ini memang perih karena sudah terluka, tapi nanti cepat sembuh kalau diobatin. Ayo kita coba lagi, ya?" ucapnya lembut, berusaha membujuk.
Minghao masih menangis, wajahnya memelas. "Tapi perih, Papi... jangan lagi, ya," pintanya sambil menyembunyikan lengannya dari Seungcheol.
Seungcheol mendekatkan wajahnya ke Minghao, mengusap-usap kepala putranya dengan lembut. "Haohao, kalau nggak kita obatin, nanti gatalnya tambah parah, dan luka kamu nggak akan sembuh. Papi janji bakal pelan-pelan. Kamu kuat kan? Sekali ini aja, ya, biar nanti nggak gatal lagi," katanya penuh kasih sayang.
Minghao terdiam sejenak, masih menangis kecil, tapi kemudian ia mengangguk perlahan. "Oke, Papi... tapi pelan-pelan, ya," ucapnya dengan suara gemetar.
Seungcheol tersenyum, lalu dengan sangat hati-hati, dia kembali mengoleskan salep ke luka Minghao. Kali ini, Minghao menggigit bibirnya, menahan perih, tapi tidak lagi berteriak. Seungcheol terus menenangkannya, "Haohao hebat banget. Tinggal sedikit lagi, sayang."
Setelah selesai, Seungcheol membalut luka di lengan Minghao dengan perban kecil, memastikan area yang terluka terlindungi. "Sudah, sekarang tangannya nggak bakal sakit lagi. Kamu hebat banget tadi, Papi bangga," ucapnya sambil memeluk Minghao erat.
Minghao masih tersedu-sedu, tapi ia tersenyum kecil di pelukan Seungcheol. "Papi... Haohao kuat, ya?" tanyanya dengan suara lirih.
Seungcheol mengangguk. "Iya, Haohao kuat banget. Nanti cerita sama Mami kalau kamu berani diobatin, ya?"
Tidak lama kemudian, Jeonghan datang membawa segelas susu hangat. Ia tersentak saat melihat keadaan Minghao. "Ya ampun, Haohao! Kok kamu garuk sampai berdarah, sayang?" Jeonghan segera meletakkan gelas susunya dan mendekati mereka.
"Dia nggak kuat, Han. Udah aku bersihin lukanya sama udah aku kasih salep lagi kok," ujar Seungcheol dengan tenang. Jeonghan mengangguk, meski hatinya ikut pedih melihat kondisi putra mereka.
Minghao, yang kini mulai merasa sedikit lebih baik setelah perawatan dari kedua orang tuanya, mengangguk pelan. "Mami, Haohao udah di obatin Papi, dan Mami... Haohao janji nggak garuk lagi," ucapnya lirih, sambil memeluk Jeonghan erat.
Seungcheol tersenyum hangat. "Anak pintar. Sekarang minum susu dulu, biar nanti tidurnya nyenyak," ujarnya sambil memberikan gelas susu ke Minghao.
Minghao meminum susunya perlahan, sambil sesekali melihat ke arah Seungcheol dan Jeonghan yang duduk di sampingnya. Meskipun tubuhnya masih terasa sedikit gatal, perhatian penuh kasih dari kedua orang tuanya membuatnya merasa aman dan nyaman.
Setelah selesai minum susu, Jeonghan dan Seungcheol mengantar Minghao ke tempat tidur bersama kedua kakaknya, Dokyeom dan Mingyu. "Kalau gatal lagi, jangan garuk ya, langsung bilang Papi atau Mami, oke?" kata Jeonghan lembut sebelum mencium kening Minghao.
Setelah suasana kembali tenang, Jeonghan mengajak Minghao untuk tidur lebih awal agar tubuhnya bisa beristirahat dengan baik. "Ayo, sekarang waktunya tidur. Besok Haohao pasti lebih segar, dan kita bisa main di luar," kata Jeonghan sambil mengangkat tubuh kecil Minghao dan menggendongnya menuju kamar tidur.
Minghao mengangguk, merasa lebih baik. "Iya, Mami..." katanya sambil tersenyum lemah.
Di kamar, Minghao disambut oleh kedua kakaknya, Dokyeom dan Mingyu, yang sudah berbaring di tempat tidur mereka. "Haohao kenapa tadi?" tanya Dokyeom penasaran sambil mengintip dari balik selimutnya.
"Haohao gatal-gatal, terus Haohao garuk sampai berdarah," jawab Minghao lirih, merasa sedikit malu. Mingyu menoleh dan ikut bertanya, "Sakit banget ya, Haohao?"
Minghao mengangguk, tapi kemudian dia tersenyum kecil. "Tapi Papi sama Mami obatin, sekarang sudah nggak sakit lagi."
Mendengar itu, Dokyeom menepuk bantal di sampingnya, memberi ruang untuk Minghao. "Ayo tidur bareng aku malam ini. Biar aku jaga kamu kalau gatal lagi."
Minghao tersenyum lebih lebar, merasa sangat disayangi. "Makasih, Kyeomie," katanya.
Jeonghan dan Seungcheol tersenyum lebar melihat kehangatan di antara mereka. Jeonghan laku menurunkan Minghao dari gendongannya, lalu dia berbaring di samping kakaknya, merasa aman di antara keluarganya yang penuh kasih sayang.
Tidak mau ketinggalan Mingyu juga ikut merendahkan diri di samping Minghao, "Mingoo juga mau ikutan!" ujarnya.
Minghao lalu tertawa, "ih! Mingoo, jadi tambah sempit. Tapi nggak apa-apa, Haohao suka!" Di ranjang yang tidak terlalu besar itu, mereka bertiga berpelukan bersama.
Setelah memastikan Minghao nyaman, Seungcheol dan Jeonghan memberikan ciuman di kepala masing-masing anak mereka. "Selamat tidur, anak-anak. Semoga mimpi indah," bisik Jeonghan lembut.
Seungcheol menambahkan, "Ingat, kalau ada apa-apa, Papi dan Mami selalu di sini."
Anak-anak mengangguk, dan tidak lama kemudian, mereka semua terlelap, sementara Jeonghan dan Seungcheol keluar dari kamar dengan perasaan lega. Hari yang melelahkan berakhir dengan kehangatan keluarga yang selalu ada untuk satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeongcheol & the Magic of Family
RomanceJeongCheol ft 97L Setelah beberapa tahun menikah, kehidupan Jeonghan bersama Seungcheol dan tiga anak mereka-Dokyeom, Mingyu, dan Minghao-berjalan penuh kehangatan dan canda tawa. Meski rutinitas mereka tampak sederhana, Jeonghan selalu menemukan ke...