38. Apa Tetapkah Jadi Masalah?

183 29 23
                                    

I'm waiting for 40 votes and 40 comments. Thank you 💐

●●●

Kala pintu terbuka oleh tangannya, wujud yang dicari tidak tertangkap. Di samping itu, bibirnya merekah kembali. Pintu yang tak terkunci tersebut, seakan melambangkan bahwa ia bukanlah malapetaka bagi Suaminya. Kaki itu masih menetap tidak jauh dari pintu. Dan ternyata di walk in closet, bayangan hitam semakin membesar. Pria itu tengah berbalut pakaian formalnya.

Tanpa memandangi diri, jemari tersebut tengah melepas kancing jas. Sewaktu jas baru lolos dari tubuhnya, rupa tersebut bertemu tamu yang datang tanpa diundang ini. Tentu mengerjap. Sementara Klarybel, membalas kekagetan Albar dengan menyengir. Tetapi, alih-alih menanggapi keberadaan Klarybel, Albar malar-malar membuka pintu lemari.

"I need your help,"

"I'm very busy."

"Lepaskan perhiasanku.."

"Minta tolong Maid saja."

"Tidak layak malam-malam menyuruh mereka."

"Bangun besok pagi—diwaktu Maid sudah bangun."

"Aku risih kalau tidur masih pakai perhiasan," Klarybel kemudian menyandarkan tubuh di meja lumayan tinggi dekat pintu kamar tersebut. "Don't mind me."

"Laki-laki yang mengelus kepala kamu di istana negara ... siapa?"

Berhasil. Tanpa memohon jawaban atas keacuhan Albar, dan tanpa mencetak pertanyaan eksplisit, Klarybel akhirnya tahu penyebab Suaminya mendiamkannya.

"Sahabatku," Klarybel setengah berkilah. "Dulu ketika di Rusia, kami satu kampus," Ia terkekeh kemudian. "Dia pernah confess 4x. Tapi selalu aku tolak karena lebih nyaman menjadikan dia sahabat." Karangannya. Klarybel menoleh ke Albar. Si pria tengah menggenggam kaus putih seraya menghadap lemari.

"Sebelum sama kamu, he asked me to marry him. Dan aku nolak dia," Klarybel menjeda. "But yang aku suka dari dia, walau aku sering menolaknya, dia tetap baik, tidak jadi malah angkuh karena ditolak. Biasa kan banyak laki-laki kalau ditolak, bilang sok cantiklah, gue bisa cari yang lebih dari elu lah. Nah, dia tidak begitu."

Pria 31 tahun itu kini mengayunkan kaki ke arah Klarybel. Rompi yang masih melekat dan gulungan tangan kemeja hingga sikut belum terlucuti. Klarybel menaikkan kedua alis tatkala Albar melewatinya. Dan seketika mengangguk dalam diam lantaran ternyata, Albar menutup pintu.

Klarybel terperanjat kala Albar menggapai pinggangnya untuk kemudian duduk di atas meja. Klarybel tak bertanya apa-apa sebab Albar yang jangkung pastilah kesukaran melepaskan anting beserta kalung sembari berdiri. Albar menarik tubuhnya kembali yang sebelumnya telah maju, lantas mendaratkan tangan di paha Klarybel.

"Ini dibuka, saya sulit jika kejauhan."

Manik Klarybel terbelalak. Paha yang rapat, masih enggan ia buka.

"Kamu mau tidak?"

"Mau.."

"Tunggu apa?"

Klarybel menunduk menatap paha yang tengah ia buka secara perlahan. Seketika, Albar menoleh ke samping dan lantas membuka kedua paha Klarybel yang bahkan masih rapat. Sebab sebelumnya, ragu-ragu terbuka. Kaki Albar kemudian maju selangkah, mengisi jarak kosong yang menyebabkan keintiman itu.

Albar menaruh kedua tangan di atas meja dan selepasnya menarik napas panjang. Hembusan napasnya menerbangkan rambut belakang Klarybel yang tergerai. Sudah lama. Sudah lama dua kata yang bersanding yakni kebutuhan biologis itu, tidak muncul. Lantaran kesibukan bekerja dan ia pula bukan pria yang bertipikal nafsuan.

Marriage For Business Purposes [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang