Wonyoung mencoba mengalihkan pikirannya dengan bersiap-siap tidur. Ia membereskan sisa-sisa aktivitasnya hari itu, mencuci piring yang tertinggal di wastafel. Namun, bayang-bayang hari esok dengan Yeji tinggal bersama mereka tak bisa benar-benar ia abaikan. Jantungnya akhir-akhir ini juga sering bermasalah ketika ia di hadapkan dnegan sunghoon. Mungkin ia harus melakukan medical check up lebih awal tahun ini. Jantungnya terasa tidak normal.
Sebelum masuk ke kamar, ia melihat Sunghoon masih duduk di sofa, mengamati layar ponselnya tanpa ekspresi. Wonyoung tak bisa menahan diri untuk berpikir bahwa meskipun mereka hidup dalam satu atap, rasanya seperti ada tembok besar yang tak terlihat di antara mereka. Setiap kali mereka bertukar kata, selalu ada jeda yang panjang, seakan ada banyak hal yang ingin diucapkan tetapi tertahan.
"Sunghoon," panggil Wonyoung pelan.
Sunghoon mengalihkan pandangannya dari ponsel dan menatapnya.
"Kamu masih kerja?"
Sunghoon memandangnya sejenak, seakan mempertimbangkan sesuatu, lalu mengangguk. "Nggak, aku cuma mau lihat jadwal besok."
Wonyoung mengangguk pelan. "Oke. Kalau begitu, selamat malam."
"Selamat malam," jawab Sunghoon dengan nada datar, kembali fokus pada ponselnya.
Wonyoung menutup pintu kamarnya dan bersandar pada pintu itu, menarik napas dalam-dalam. Segalanya terasa berat.
Ketika ia berbaring di tempat tidur, pikirannya kembali ke masa kecil mereka. Ketika Sunghoon melempar boneka beruang besar kepadanya dan mengusirnya dari rumahnya. Sejak itu, ada jarak antara mereka yang tak pernah terjembatani. Bahkan hingga dewasa, perasaan canggung itu masih ada. Dan sekarang, mereka hidup bersama, dalam satu apartemen.
Wonyoung menutup matanya, berharap tidur bisa menghilangkan kekhawatirannya. Namun, pikirannya terus berputar.
.
.
.Keesokan paginya, Wonyoung terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari yang menembus tirai membuat kamarnya terasa hangat, tapi ada ketegangan yang tak ia bisa hindari. Ia teringat bahwa hari ini Yeji akan datang, dan itu berarti perubahan besar dalam rutinitas mereka.
Setelah membersihkan diri, Wonyoung keluar dari kamar dan menemukan Sunghoon sudah duduk di meja makan, masih dalam pakaian rumah, dengan secangkir kopi di tangannya. Ia tampak tenang, meskipun ada kerutan kecil di dahinya yang menandakan ia juga sedang memikirkan sesuatu.
"Selamat pagi," sapa Wonyoung sambil berjalan ke dapur.
"Selamat pagi," jawab Sunghoon sambil menyesap kopinya. "Aku sudah bicara dengan mama tadi pagi. Yeji akan tiba sekitar jam 11."
Wonyoung mengangguk, meskipun hatinya berdebar sedikit lebih cepat. "Baiklah. Aku akan pindahkan barang-barangku ke kamar mu."
"Biar ku bantu." Sunghoon mengusulkan.
Wonyoung dan sunghoon melanjutkan dengan menyiapkan kamar untuk yeji setelah memindahkan semua pakaian dan barang pribadi wonyoung lainnya ke kamer sunghoon. Sementara itu, pikirannya berkecamuk dengan berbagai skenario tentang bagaimana nanti hari-hari ke depan akan berjalan. Ia tak bisa membayangkan bagaimana rasanya jika ia dan Sunghoon harus benar-benar berbagi kamar setiap malam.
Menjelang jam 11, bel apartemen berbunyi. Sunghoon yang membuka pintu, dan seperti yang sudah mereka duga, Yeji berdiri di sana dengan koper besar dan senyum lebar di wajahnya.
"Oppa! Eonni!" Yeji memeluk kakaknya dengan penuh antusias, kemudian beralih ke Wonyoung dengan pelukan yang sama hangatnya. "Terima kasih udah ngizinin aku tinggal disini."
Wonyoung tersenyum, meskipun ada rasa gugup yang menghantui. "Tentu, Yeji. Kamar kamu sudah siap, semoga kamu betah di sini."
Yeji tertawa kecil. "Pasti betah! Aku senang bisa dekat dengan kampus dan nggak perlu tinggal di asrama yang sempit."
Saat Yeji mulai mengatur barang-barangnya, Wonyoung dan Sunghoon saling bertukar pandang sekilas. Mereka tahu bahwa kedatangan Yeji akan menjadi ujian besar bagi mereka, terutama bagaimana mereka akan mengatur rutinitas baru ini. Namun, keduanya tetap memilih untuk menahan perasaan mereka masing-masing, berharap situasi ini bisa mereka atasi dengan baik.
"Kalau begitu, aku bantu kamu beres-beres, Yeji," kata Wonyoung sambil berjalan ke arah kamar tamu.
Dan hari itu dimulai. Hari pertama dari banyak hari lainnya di mana mereka akan berbagi ruang, berbagi waktu, dan mungkin, tanpa disadari, perlahan-lahan juga harus belajar berbagi perasaan yang selama ini terkunci rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound by duty
Любовные романыAku nggak bakal nikah sama kamu, sekalipun tinggal kamu satu-satunya perempuan di bumi. _Park Sunghoon Sampai kiamat pun aku nggak bakal nikah sama kamu _Jang Wonyoung