30

40 7 0
                                    

Malam itu, setelah mendengar kekhawatiran Wonyoung, Sunghoon memutuskan untuk mempercepat kepulangannya. Dalam perjalanan, hatinya dipenuhi rasa khawatir dan rasa bersalah karena membiarkan Wonyoung sendirian di apartemen dalam keadaan seperti itu. Pikiran tentang kunci yang hilang dan barang-barang yang berpindah tempat menghantuinya, membuatnya semakin ingin segera berada di sisi Wonyoung.

Saat akhirnya tiba di apartemen Wonyoung, jam menunjukkan hampir tengah malam. Dengan tangan yang masih gemetar, Sunghoon mengetuk pintu pelan, takut mengejutkan Wonyoung yang sudah tertekan. Pintu perlahan terbuka, dan Wonyoung muncul dengan wajah pucat dan mata yang tampak lelah.

"Sunghoon..." suaranya terdengar lega, tapi ada ketegangan di baliknya. Tanpa ragu, Wonyoung langsung memeluk Sunghoon dengan erat. Rasa takut dan cemas yang ia tahan sejak malam pertama Sunghoon pergi seakan tumpah dalam pelukan itu.

Sunghoon membelai rambutnya dengan lembut, menarik gadis itu semakin dekat. "Aku di sini sekarang," bisiknya pelan, mencoba memberikan ketenangan yang ia tahu Wonyoung sangat butuhkan. "Kamu aman, aku nggak akan biarkan apa pun terjadi."

Mereka berdiri dalam keheningan beberapa saat, saling merasakan kehadiran masing-masing. Tubuh Wonyoung yang semula tegang mulai rileks dalam dekapan Sunghoon, seolah seluruh beban yang ia pikul menguap perlahan.

Setelah beberapa menit, Sunghoon membawa Wonyoung ke sofa, mendudukkannya dengan lembut. "Ceritakan semuanya padaku," kata Sunghoon dengan nada penuh perhatian, matanya menatap dalam-dalam ke arah Wonyoung, seolah ingin memastikan gadis itu merasa didengarkan.

Wonyoung menarik napas dalam sebelum mulai berbicara, menceritakan detail semua yang terjadi selama dua hari terakhir-suara langkah kaki, barang-barang yang berpindah, lampu yang padam, hingga kunci cadangan yang hilang. Sepanjang ia bercerita, Sunghoon tetap berada di sampingnya, memegang tangannya erat, memberi kehangatan dan perlindungan yang Wonyoung butuhkan.

Setelah Wonyoung selesai bercerita, Sunghoon mengusap pipinya lembut. "Aku minta maaf karena nggak bisa langsung ada di sini waktu kamu butuh aku," katanya penuh penyesalan. "Tapi aku janji, aku nggak akan biarkan kamu merasa sendiri lagi."

Wonyoung menatap Sunghoon dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Aku takut, Sunghoon... Aku nggak tahu siapa yang bisa masuk ke sini, atau kenapa mereka melakukan ini."

Sunghoon menggeleng pelan, tangannya menangkup wajah Wonyoung, membuat gadis itu menatapnya langsung. "Aku nggak akan biarkan ada orang yang menyakitimu. Besok kita ganti semua kunci di apartemen ini. Tapi malam ini, aku akan di sini bersamamu."

Wonyoung menatap Sunghoon dengan rasa haru yang mendalam. Ada sesuatu tentang kehadirannya yang selalu bisa membuatnya merasa aman, bahkan dalam keadaan paling menakutkan sekalipun. Dia tidak pernah merasa sendirian ketika Sunghoon ada di dekatnya.

Malam itu, mereka berdua duduk di sofa, berbicara dalam keheningan yang hangat. Tidak ada kata-kata yang berlebihan, hanya kehadiran Sunghoon yang memberikan Wonyoung kekuatan. Mata mereka bertemu beberapa kali dalam keheningan itu, dan tanpa sadar, kepala Wonyoung perlahan bersandar di pundak Sunghoon.

"Terima kasih," Wonyoung berbisik pelan, suaranya hampir tak terdengar. "Kamu selalu ada buat aku."

Sunghoon mengangkat tangan Wonyoung, mengecup punggungnya dengan penuh kasih. "Kamu nggak perlu ucapkan terima kasih, Wonyoung. Selama aku ada, kamu nggak akan pernah sendirian."

Mereka akhirnya pindah ke kamar, dan Sunghoon memastikan bahwa semua pintu dan jendela terkunci rapat. Malam itu, untuk pertama kalinya sejak beberapa hari, Wonyoung merasa bisa tidur dengan tenang. Sunghoon berbaring di sampingnya, memeluknya erat, memberikan rasa aman yang tak tergantikan.

Sebelum tertidur, Wonyoung berbalik menghadap Sunghoon, menatapnya dengan penuh perasaan. "Aku nggak tahu apa yang bakal kulakukan tanpa kamu," katanya lirih.

Sunghoon tersenyum lembut, menyingkirkan beberapa helai rambut dari wajah Wonyoung. "Kamu nggak perlu mikirin itu. Aku akan selalu di sini, buat kamu."

Dalam keheningan malam itu, mereka berdua saling menemukan kedamaian dalam pelukan satu sama lain, perasaan takut yang sempat menghantui Wonyoung perlahan sirna, digantikan oleh kehangatan dan cinta yang tulus dari Sunghoon.

Keesokan harinya, setelah malam yang mencekam, Wonyoung dan Sunghoon memutuskan untuk segera melaporkan kejadian aneh di apartemen Wonyoung kepada pihak pengelola gedung. Pagi itu, setelah sarapan bersama, mereka berjalan menuju kantor pengelola di lantai bawah dengan hati yang penuh kewaspadaan. Sunghoon, yang selalu tegas dalam menangani masalah, tampak serius memikirkan langkah yang tepat untuk memastikan keamanan Wonyoung.

Setibanya di kantor pengelola, Sunghoon yang pertama kali membuka percakapan. "Kami ingin melaporkan adanya gangguan di apartemen 1203. Beberapa hari terakhir, ada barang-barang yang berpindah tempat tanpa penjelasan, dan kunci cadangan apartemen hilang. Kami juga merasa ada yang masuk tanpa izin."

Pengelola gedung, seorang pria paruh baya dengan wajah ramah, terlihat khawatir. "Oh, itu masalah yang serius. Kami akan segera menindaklanjutinya. Apakah kalian yakin seseorang masuk? Apakah ada tanda-tanda kerusakan di pintu atau jendela?"

Wonyoung, meski masih merasa gugup, mengangguk dan menjawab, "Tidak ada kerusakan, tapi pintu apartemenku sempat terbuka sedikit saat aku pulang kemarin, padahal aku yakin sudah menguncinya dengan baik. Dan kunci cadangan yang selalu kusimpan di laci dapur juga hilang."

Mendengar hal itu, pengelola semakin serius. "Baik, kami akan memeriksa sistem keamanan dan memastikan semua akses apartemen Anda aman. Untuk langkah pertama, kami akan memeriksa rekaman CCTV di sekitar lantai apartemen Anda. Ini seharusnya bisa membantu kita melihat siapa saja yang keluar masuk area tersebut."

Sunghoon menambahkan, "Kami ingin memastikan bahwa apartemen ini aman. Tolong tingkatkan pengawasan keamanan. Kami tidak ingin kejadian ini terulang."

Pengelola mengangguk, "Tentu saja, Tuan Park. Saya akan segera meminta tim keamanan untuk memperketat pengawasan, dan kami juga bisa mengganti kunci apartemen Anda, termasuk kunci cadangan yang hilang."

Setelah mendengarkan laporan mereka, pengelola mengarahkan Wonyoung dan Sunghoon ke ruangan keamanan untuk melihat rekaman CCTV. Mereka menonton dengan saksama, berharap bisa menemukan petunjuk tentang siapa yang masuk ke apartemen Wonyoung.

Ketika rekaman diputar, terlihat beberapa aktivitas di lantai apartemen Wonyoung. Namun, yang mengejutkan, ada satu momen yang membuat keduanya terdiam. Dalam rekaman beberapa malam sebelumnya, terlihat seseorang dengan hoodie hitam yang melintas di koridor menuju apartemen Wonyoung. Wajah orang itu tidak terlalu jelas karena tertutup oleh topi, tapi sosok itu tampak berusaha agar tidak menarik perhatian.

Wonyoung merasa bulu kuduknya meremang. "Itu... itu pasti dia," bisiknya pelan, sambil menggenggam tangan Sunghoon lebih erat.

Sunghoon segera menenangkan Wonyoung. "Kita sudah tahu ada seseorang yang mencoba masuk. Sekarang yang terpenting adalah memastikan kamu aman."

Pengelola gedung segera mengambil tindakan dengan melaporkan rekaman tersebut ke pihak berwenang, dan berjanji akan meningkatkan pengawasan di gedung. Mereka juga memastikan bahwa semua kunci apartemen Wonyoung akan diganti hari itu juga.

Sunghoon mengucapkan terima kasih, namun perhatiannya lebih tertuju pada Wonyoung yang tampak masih terguncang. Setelah selesai di kantor pengelola, Sunghoon mengajak Wonyoung kembali ke apartemen, memastikannya untuk beristirahat sementara dia sendiri mengatur agar keamanan di apartemen itu benar-benar terjaga.

Hari itu, Sunghoon memutuskan untuk tidak membiarkan Wonyoung sendirian sampai semuanya benar-benar aman.

Bound by dutyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang