Keesokan harinya wonyoung tetap berusaha mengikuti sidang. Apapun keputusan hakim ia telah berusaha keras untuk membela kliennya. Dengan wajah masih sedikit pucat ia berdiri dari duduknya. Sidang telah selesai. Keputusan di jatuhkan ke kliennya. Laki-laki paruh baya itu di nyatakan bersalah atas penipuan. Wonyoung bisa merasa sedikit lega ternyata sunghoon berhasil menemukan bukti yang cukup kuat. Ia telah melakukan banayknuoaya dan melaksanakan tugasnya sebagai seorang pengacara. Meskipun begitu jauh di dalam lubuk hatinya ia tetap berharap keadilan menang. Dan sunghoon mewujudukan itu. Wonyoung lega. Ia akhirnya bisa sedikit bernapas setelah putusan hakim keluar.
"Ayo pulang." Wonyoung mengangguk ketika sunghoon menghampirinya. Membawakan tas nya. Mereka mengundang atensi beberapa kenalan wonyoung maupun sunghoon. Tak terkecuali Karina yang juga hadir di sidang itu untuk melihat sunghoon. Gadis itu mendekat ke arah mereka.
"Kerja bagus," pujinya pada sunghoon. Laki-laki itu tersenyum kecil.
"Kamu ada sidang kan?" Karina mengangguk. Wajahnya tampak tak terlalu bersemangat ketika mengingat tugasnya siang itu.
"Padahal aku mau ngajak kamu jalan-jalan sore di sungai Han." Celetuk Karina seolah tak menyadari keberadaan wonyoung di samping sunghoon. Ia seperti menganggap gadis itu angin lalu. Wonyoung tak Maslaah ia mundur satu langkah ke belakang dan diam-diam berjalan menjauh.
"Sungai Han?" Tanya Sunghoon. Karina mengangguk.
"Hari ini cuaca terlihat cerah. Aku pikir sunsetan di sana pasti seru. Aku juga Udha lama nggak ke sana."
"Sayangnya aku ada acara,Karina. Mungkin lain kali ya." Sunghoon menoleh ke samping. Dan tak mendapati wonyoung di sana. Matanya langsung mencari gadis itu,ruang sidang kosong. Hanya tersisa dia dan Karina.
"Baiklah,mungkin lain kali." Karina tersenyum masam, pura-pura kesal karena sunghoon menolaknya.
"Aku harus pergi,sampai jumpa di hari Senin." Ujarnya. Lalu pergi setengah berlari mencoba mengejar wonyoung di luar ruang sidang. Dan benar saja. Gadis itu tengah menuruni anak tangga menuju parkiran. Sunghoon menyamai langkahnya.
"Kenapa kamu pergi duluan. Aku belum memperkenalkanmu dengan Karina."
"Ayahku menelpon meminta kita datang." Wonyoung tak menanggapi kalimat sunghoon.
"Ayah? Ada apa?"
" Mereka minta kita datang makan malam di rumah. Sekalian ajak Yeji."
.
.
.Di kediaman keluarga Jang
"Apa kabar ayah?" Sunghoon membungkuk ke ayah mertuanya. Lalu menyerahkan buah tangan yang sengaja ia beli sebelum ke rumah.
"Baik, kondisiku sudah lebih baik berkat kalian." Ujarnya dengan tawa renyah yang terdengar begitu melegakan di telinga wonyoung. Ia tersenyum hangat ketika ayahnya memeluk tubuh mungilnya. Wonyoung merasakan dunianya kembali normal ketika melihat wajah ayahnya tampak segar, seperti semula. Laki-laki paruh baya itu tak lagi duduk di kursi rodanya. Senyum hangat yang selalu ia rindukan akhirnya bisa ia lihat lagi. Wonyoung berterima kasih kepada ayahnya karena sudah berjuang melawan penyakitnya.
"Ini Yeji? Baru 2 bulan aku bertemu dengan Yeji yang pemalu dan masih kelihatan seperti anak SMA. Kini terlihat dewasa ya." Ayah wonyoung tersenyum bangga melihat yeji.
"Aku sudah mahasiswi,yah. Mana mungkin masih seperti anak SMA,sekarang aku sudah dewasa." Yeji terlihat bangga dengan perubahan dirinya.
"Bagus kalau begitu jadilah pengacara hebat seperti ayahmu ya." Yeji mengangguk mantap lalu berkata.
"Aku ingin sehebat ayah dan eonni."
"Wonyoung bukan apa-apa. Dia hanya anak kecil yang sok keras di meja hijau." Canda ayahnya.
"Ayah?!" Wonyoung tak terima. Ia menepuk pundak ayahnya protes. Namun di balas oleh kikikan geli ayah dan ibunya. Mereka bertiga di persilahkan masuk.
"Kamu udah isi,sayang?" Wonyoung terbarukan ketika ia sedang menegak air putih. Sunghoon dengan lembut segera menepuk pundaknya.
"Lagi program,Bu. Aku sama wonyoung masih usaha." Jawaban sunghoon sontak membuat wonyoung tak bisa menahan diri mencubit paha laki-laki itu kuat. Namun sunghoon tak bereaksi apa-apa. Ia menatap wonyoung lembut sambil mengangguk. Seolah berkata 'serahkan saja padaku.'
"Kalian nggak nunda kehamilan kan?" Tanya kakak wonyoung,ji young.
"Nggak,oppa. Aku sama sunghoon sepakat buat punya anak secepatnya. Tapi kami masih usaha." Balas wonyoung mantap. Seolah sedang beradu skill akting dengan sunghoon. Wonyoung mengangguk, diam-diam menyembunyikan senyumnya ketika matanya bersitatap dengan manik wonyoung.
"Kok lama ya,Yah?" Tanya mamanya pada sang suami. Ayah wonyoung hanya menggeleng.
"Dulu ibu,tiga Minggu setelah menikah langsung hamil,Ji young."
"Beda dong,Bu. Aku sama sunghoon udah usaha kok. Ibu sama ayah tenang aja. Nanti kalau ada kabar baik kami akan kabari kalian. "
"Ibu udah nggak sabar momong cucu,wony. Ji young sama istrinya juga belum punya anak." Wajah ibunya tampak sedih saat mengatakan hal itu. Namun wonyoung memilih tak ambil pusing. Ibunya selalu punya senjata untuk.membuat anak-anak menuruti keinginannya. Tapi kali ini wonyoung ingin menuliskan telinga karena punya anak dengan sunghoon itu tentu saja Mustahil. Laki-laki itu saja tak pernah meliriknya sebagai perempuan bagaimana bisa punya anak.
Belum lagi kejadian tadi siang ketika laki-laki itu tak sadar ia telah pergi karena keasikan berbicara dengan Karina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound by duty
RomanceAku nggak bakal nikah sama kamu, sekalipun tinggal kamu satu-satunya perempuan di bumi. _Park Sunghoon Sampai kiamat pun aku nggak bakal nikah sama kamu _Jang Wonyoung