Di perjalanan pulang dari rumah orang tuanya, Wonyoung lebih banyak diam. Sunghoon sesekali melirik ke arahnya, mencoba bertanya itu, tetapi Wonyoung tetap tak banyak bicara. Perempuan itu menjawab seadanya. Meskipun mereka baru saja menghabiskan waktu bersama keluarganya, Wonyoung merasa ada jarak yang sulit dijelaskan. Malam itu, ada banyak hal yang berkecamuk di pikirannya—terutama perasaan tentang dirinya dan Sunghoon, yang semakin terasa samar.
Setelah mereka tiba di apartemen, Sunghoon memberhentikan mobilnya di depan lobi. “Kamu baik-baik saja?” tanya Sunghoon, suaranya pelan namun penuh perhatian.
Wonyoung hanya tersenyum kecil, tidak benar-benar menjawab. “Iya, aku baik-baik aja.”
Sunghoon tampak ragu sejenak, namun akhirnya hanya mengangguk.
“Yuna akan datang beberapa menit lagi,hoon.” ujar Wonyoung sebelum melangkah masuk ke kamar. Sunghoon mengikuti dari belakang. Melepaskan dasi dan meletakkannya di sofa. Ia duduk sambil melirik ke arah wonyoung yang langsung ke kamar mandi membawa beberapa ptong pakaian. Gadis itu keluar dengan dress hitam di atas lutut. Sunghoon menelan salivanya ketika mendapati bahu mukus gadis itu terekspos. Leher jenjang,bahu yang...akh.
Sialan. Sunghoon membuang mukanya. Mencari objek lain yang lebih menarik meskipun tak ada yang bisa menarik perhatiannya selain wonyoung malam itu.
"Kamu pergi lagi? Sama Yuna?"
"Iya,aku ada acara reuni sama teman-teman kuliah dulu. Bolehkan?" Tanyanya. Sunghoon diam. Ia melirik jam di tangannya. Jarum pendeknya menunjukkan angka 9.
"Ada Taesan?" Tanyanya to the point. Wonyoung membalas dengan anggukan. Sunghoon menghela napas. Tak boleh menggangu urusan pribadi. Ia kembali mengingatkan dirinya.
"Pergilah,tapi jangan terlalu banyak minum."
Tak butuh waktu lama sebelum Yuna tiba di apartemen Wonyoung. Saat Wonyoung masuk ke dalam mobil, Yuna menyapanya dengan ceria. “Akhirnya setelah berminggu-minggu kita bisa ke club lagi. Aku tahu kamu pasti lagi butuh ini.”
Wonyoung tersenyum tipis. “Aku rasa aku memang butuh sedikit hiburan.”
.
.
.
Di dalam klub yang ramai dan penuh cahaya berkedip, Wonyoung duduk di salah satu sofa VIP bersama Yuna, Taesan, dan beberapa teman lamanya. Musik menghentak keras, seolah-olah setiap detak bassnya mampu menghilangkan kebisingan pikirannya. Mereka semua tertawa dan bersulang untuk masa lalu, mengingat cerita-cerita kuliah yang penuh kenangan.“Untuk kita semua!” seru Yuna sambil mengangkat gelasnya. Wonyoung tersenyum dan mengikuti, mengangkat seloki wiski yang kesekian kali. Cairan itu mengalir deras melewati tenggorokannya, membawa sedikit rasa panas tapi juga sebuah perasaan bebas yang aneh.
Taesan, yang duduk di sebelah Wonyoung, tersenyum lebar kepadanya. “Kamu kelihatan cantik malam ini,” ucapnya dengan nada menggoda.
Wonyoung hanya tertawa kecil, membiarkan ucapan Taesan lewat begitu saja. Namun, kepalanya mulai terasa sedikit ringan. Wiski yang diteguknya sudah mulai membuat dunia di sekitarnya berputar dengan lambat. Ia berdiri, mencoba mengimbangi tubuhnya yang terasa goyah. Ketika Taesan memberikan segelas lagi wonyoung menolak. Yuna sesekali melirik ke arah wonyoung,ia menyadari gadis itu sudah terpengaruh alkohol. Yuna sempat khawatir namun ketika melihat wonyoung masih bisa berkomunikasi dengan baik. Ia sedikit lega. Pembicaraan mereka dieja terkesan hangat. Wonyoung menikmati waktunya disana. Bercengkrama dengan teman lama dan mengenang kembali masa-masa kuliah mereka.
“Aku... butuh udara segar,” katanya, hampir tak terdengar oleh Yuna dan Taesan. Wonyoung menepuk pundak Yuna.
"Aku keluar sebentar,Yuna."ujarnya menaikkan volume suara ketika Yuna menoleh.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya gadis itu. Wonyoung mengangguk.
"Akan aku temani." Yuna beranjak mengikuti wonyoung berdiri. Namun wonyoung segera menyuruh Yuna duduk karena pembicaraan suasananya terlalu asik,jadi wonyoung tak ingin mereka kehilangan momen itu.
"Aku ke depan sebentar. Tidak lama kok. Kamu nggak usah khawatir." Ujarnya meyakinkan.
"Jangan lama-lama." Yuna akhirnya membiarkan wonyoung beranjak.
Dia melangkah keluar dari sofa, berusaha mencari jalan keluar dari keramaian yang semakin membuat kepalanya berputar. Namun, tubuhnya goyah dan ia hampir tersandung, membuat Taesan segera meraih lengannya.
“Wonyoung, hati-hati,” ujar Taesan dengan nada perhatian, membantunya tetap berdiri tegak.
Wonyoung tertawa kecil, mencoba melepaskan tangan Taesan dengan lembut. “Aku baik-baik saja... aku bisa jalan sendiri,” katanya dengan suara yang mulai berat, namun tidak bisa menyembunyikan tanda-tanda bahwa dia mabuk.
Taesan menatapnya dengan ragu, namun akhirnya melepaskan genggamannya. Wonyoung mencoba berjalan menuju pintu keluar klub, tapi pandangannya mulai kabur, dan langkah-langkahnya tidak lagi stabil. Setelah beberapa detik, ia tersandung lagi, kali ini lebih parah. Tubuhnya terhuyung-huyung dan nyaris jatuh sebelum akhirnya Taesan mendekat dengan cepat, menahan tubuhnya lagi.
"Wonyoung, kamu mabuk. Kita duduk dulu aja," kata Taesan, mencoba menuntunnya kembali ke sofa.
Namun, Wonyoung malah menggeleng keras. "Enggak... aku... cuma butuh udara," gumamnya sebelum akhirnya merasa pusing luar biasa, hingga semua lampu dan suara di sekelilingnya memudar pelan-pelan.
Di tengah kebingungannya, ia samar-samar merasakan Taesan yang memegangi pinggangnya, membawanya ke tempat yang lebih tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound by duty
RomanceAku nggak bakal nikah sama kamu, sekalipun tinggal kamu satu-satunya perempuan di bumi. _Park Sunghoon Sampai kiamat pun aku nggak bakal nikah sama kamu _Jang Wonyoung