15

28 9 0
                                    


Setelah sarapan yang terasa lebih hangat dari biasanya, Wonyoung mencoba mengalihkan pikirannya dari momen tadi pagi dengan Sunghoon. Ia mengenakan blazer hitamnya dengan rapi, bersiap berangkat kerja ke firma hukum tempatnya bekerja. Beberapa hari terakhir, pekerjaan semakin padat karena proyek baru yang sedang berjalan. Hari ini, ia mendapat kabar bahwa ada pengacara baru yang bergabung dengan tim mereka—dan rumor mengatakan dia cukup terkenal di bidangnya.

Sesampainya di kantor, Wonyoung melangkah melewati resepsionis dan menyapa beberapa rekan kerjanya. Saat tiba di meja, ia melihat catatan di atas mejanya: "Meeting with the new associate lawyer at 10 AM."

Jam masih menunjukkan pukul sembilan, jadi Wonyoung duduk sejenak untuk mempersiapkan materi yang mungkin akan dibahas dalam rapat.

Satu jam berlalu, dan akhirnya saat untuk rapat tiba. Wonyoung berjalan menuju ruang konferensi dengan laptop dan beberapa berkas di tangannya. Ketika pintu ruang rapat terbuka, ia terkejut melihat sosok yang begitu familiar duduk di ujung meja, tersenyum santai sambil menyesap secangkir kopi.

“Taesan?” Wonyoung tidak bisa menutupi keterkejutannya.

Taesan, pria tinggi dengan rambut hitam yang ditata rapi, mengenakan setelan formal yang terlihat pas di tubuhnya, berdiri dan menyambutnya dengan senyum lebar. “Wonyoung! Kita ketemu lagi.”

Wonyoung menatapnya dengan bingung sesaat, sebelum tersadar dan tersenyum. “Kamu pengacara baru di sini?”

“Yep, baru pindah hari ini. Senang akhirnya kita bisa kerja bareng kamu.” jawab Taesan dengan nada riang, tampak senang bisa melihat teman lamanya lagi.

Wonyoung terkejut sekaligus merasa lega. Ia tak menyangka akan bertemu Taesan lagi dalam situasi seperti ini. Mereka dulunya teman sekaligus rival semasa kuliah, sering terlibat dalam proyek-proyek hukum yang sama. Namun setelah lulus, masing-masing dari mereka menempuh jalan karier di tempat yang berbeda, Taesan melanjutkan karir di luar negri. Sedangkan wonyoung di Seoul. Komunikasi pun semakin jarang.

"Wow, aku nggak nyangka kamu bakalan pindah ke firma ini," kata Wonyoung sambil duduk di kursi di sebelah Taesan. "Selamat datang, Taesan. Kita akan sering kerja bareng, sepertinya."

Taesan tersenyum, tatapan matanya memancarkan ketenangan seperti yang selalu ia miliki. "Terima kasih. Aku juga nggak nyangka akan ketemu kamu di sini. Jadi, gimana kehidupan di firma ini?"

Wonyoung tertawa kecil, mencoba untuk bersikap profesional meskipun ada perasaan nostalgia yang melintas dalam pikirannya. "Ya, seperti yang kamu harapkan. Banyak kerjaan, banyak tenggat waktu. Tapi, ini tempat yang bagus untuk tumbuh.dan membangun karir."

Mereka berdua menghabiskan beberapa menit membahas pekerjaan dan proyek yang sedang berjalan di firma. Taesan, yang tampak antusias dengan posisinya yang baru, sesekali melemparkan lelucon, membuat suasana menjadi lebih santai. Wonyoung merasa nyaman berbicara dengannya, seolah waktu tidak memisahkan mereka.

Hari itu berlalu dengan cepat. Saat Wonyoung hendak pulang, ia berjalan menuju lift bersama Taesan, yang kebetulan juga selesai bekerja. Mereka berbicara tentang kehidupan setelah kuliah, pekerjaan, dan hal-hal lain yang membuat mereka merasa kembali ke masa-masa dulu. Ketika pintu lift terbuka, Taesan menatap Wonyoung dengan senyum khasnya.

“Besok kamu sibuk, nggak? Mungkin kita bisa ngopi bareng sambil mengenang masa-masa kuliah dulu,” tawar Taesan.

Wonyoung tersenyum lembut. “Aku akan lihat jadwalku. Mungkin setelah sidang klienku, kita bisa minum coffee."

"Sounds good, nanti kita ketemu setelah kamu sidang " jawab Taesan.

Setelah pertemuan itu, Wonyoung kembali ke apartemennya. Saat ia membuka pintu.

Wonyoung duduk di sofa, merenung sejenak sambil.melepas penat di kakinya Karana seharian mengenakan heels. Yeji dan sunghoon sepertinya belum pulang. Hari ini adalah hari pertama yeji kuliah. Ia benar-benar excited menunggu gadisnitu pulang untuk mendengar ceritanya.

Kemudian setelah penatnya sedikit hilang, wonyoung membersihkan diri dan berganti pakaian ke piyama yang nyaman. Ia berniat memesan makanan untuk makan malam karena ia lupa membeli bahan-bahan makanan.

Bound by dutyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang