Tiga puluh empat

579 17 0
                                    

Kinara bediri terdiam di ujung ranjang menatap Mawar yang juga menatapnya dengan sayu. Adrian dan Cikal pun ikut terdiam, tak berani menggangu Kinara yang terlihat sedang merangkai kata sebelum berucap.

"Jika anda merasa dunia tak adil, kenapa anda malah memilih menghancur kan diri sendiri bukan menghancurkan orang-orang yang lebih dulu menghancurkan hidup anda?" Tanya Kinara seraya sesekali melirik Adrian. "Hidup saya pun hancur 3 tahun terakhir, semua diluar prediksi saya. Tapi apa saya menghancurkan hidup saya? Tidak, saya memilih mendekatkan diri pada tuhan karna saya berpikir jika semua yang saya lalui itu adalah sebuah cobaan. Dan tuhan tidak akan memberikan cobaan pada hamba nya yang tidak mampu, lihat sekarang apa yang terjadi? itu semua buah dari kelakuan anda sendiri," lanjutnya.

"Kenapa bica---"

"Kasar? Saya rasa ucapan saya tidak begitu kasar, saya hanya mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Kadang saya berpikir , dosa apa yang saya lakukan hingga hidup saya akhir-akhir ini begitu hancur. Ternyata sekarang saya sudah tau jawabannya, bukan saya yang berbuat dosa. Tapi kalian yang berbuat dosa, namun saya yang mendapatkan karma nya," Ujar Kinara memotong ucapan Adrian.

"Mbak, semua yang terjadi pada hidup kamu akhir-akhir ini itu salah aku bukan salah orang tua kamu," Ujar Cikal sambil memegang tangan Kinara lembut. "Aku tau , kamu ga bermaksud mengatakan kata-kata kasar itu. Kamu hanya meluapkan emosi yang dipendam selama ini, namun rangkaian kata nya tidak terlalu tepat," Lanjutnya.

"Kamu sama saja dengan dia," Balas Kinara pada Kinara sambil menunjuk Adrian. "Dia menghancurkan hidup ibu ku, dan kamu menghancurkan hidupku," lanjutnya dengan nada lirih.

"Aku sudah memohon ampun pada tuhan setiap waktu, aku pun sudah memohon maaf pada mu setiap waktu, kamu sendiri tau dasar dari masalah dari hidup kita berdua itu apa," Ujar Cikal.

Kinara menatap Cikal datar , namun tak sadar jika air mata nya menetes pada pipi nya yang tirus. Cikal yang melihat itu langsung memeluk Kinara dengan lembut, seraya sesekali mengucapkan maaf. Cikal tau, Kinara tidak bermaksud mengungkin masalah antara dia dan Kinara di hadapan Adrian maupun Mawar. Namun Cikal tau, itu hanya sebuah pelampiasan akan rasa sakit yang Kinara rasakan selama ini, mungkin ingin rasanya Kinara menangis namun sepertinya Kinara mencari alasan lain untuk menangis dengan mengungkit masalahnya dengan Cikal.

"Maafkan ibu nak, ibu benar-benar tidak pantas menjadi ibu mu," ujar Mawar dengan nada yang pelan namun masih terdengar.

Kinara mengangkat kepalanya, menghapus air mata di wajah nya dan menatap Mawar dengan datar. "Hidup lah dengan umur yang panjang, dan bertanggung jawablah untuk semua kesalahan anda selama ini pada saya. Jangan berharap cepat mati sebelum saya ikhlas dan menerima permohonan maaf anda,"

Kinara berlalu pergi meninggalkan ruangan, Cikal pun mengekori nya dari belakang namun terhenti didepan pintu. Cikal membalikan badannya menatap Mawar yang berbaring dan Adrian yang masih berdiri.

"Kinara tidak sekejam itu, mungkin maksudnya ingin anda berumur panjang agar bisa berada disisinya membalas semua waktu yang terbuang selama ini. Bagaimanapun Kinara adalah seorang anak yang sangat merindukan sosok orang tua kandungnya, mungkin terlihat dendam namun percayalah dibalik dendam itu ada kasih sayang yang terpendam," Ujar Cikal sebelum berlalu pergi melanjutkan langkah nya menyusul Kinara.

Mawar dan Adrian saling menatap, air mata mereka turun bersamaan. Adrian duduk dikursi samping ranjang dan menggenggam tangan Mawar lembut.

"Kamu dengar Mawar? Anak kita ingin kita berumur panjang, dan aku harap untuk kali ini kamu ingin menjalani pengobatan lebih serius agar penyakit mu cepat hilang. Setidaknya dengan cara itu kita bisa membalas segala rasa sakit yang kita berikan dengan kasih sayang kita mulai saat ini," Ujar Adrian.

Sssttt Mbak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang