Dua Puluh

1.1K 73 9
                                    

"Cikal," panggil Kiky pelan. "Kamu tau segala resiko yang akan terjadi dari pilihan kamu ini nak?" lanjutnya.

"Cikal jelas tau pah, karna sebelumnya Cikal sudah berkonsultasi dengan dokter spesialis yang menangani Langit," jawab Cikal.

"Tapi kamu ingat kalo kamu sekarang sudah memiliki istri?" tanya Kiky lagi.

"Cikal jelas tau pah, maka dari itu sesuai dengan yang Cikal bilang diawal untuk kali ini aja Cikal meminta dan tolong diberi," jawabnya.

"Lalu kalo kamu sudah menolong anak wanita itu ap--"

"Pah! Langit anak Cikal juga bukan hanya anak mbak Kinara, dan dia punya nama pah jangan panggil dengan sebutan wanita itu!" sela Cikal dengan tegas.

Kiky menghelas nafas menatap Cikal yang tak mau kalah debat meski situasi seperti ini, "Terserah kamu, kamu sudah dewasa, kamu jelas tau segala resiko yang akan kamu dapatkan dari setiap tindakan yang kamu ambil," ujar Kiky.

"Terima kasih pah," balas Cikal dengan senyuman.

***

Derap langkah kaki menggema disepanjang lorong rumah sakit, yang terhenti didepan sebuah ruangan bertuliskan NICU.

Dengan helaan nafas Cikal mulai membuka pintu dan menggunaka APD yang disediakan saat akan masuk lebih dalam dengan diikuti oleh Kiky, keluarga yang lainnya? hanya menunggu didepan menemani Keysha yang menolak masuk karna ingin menjaga perasaan yang terlanjur hancur.

Cikal dan Kiky dalam diam memasuki ruangan Langit yang sunyi karna semua penghuni sedang terlelap. Langit diranjangnya sambil memeluk boneka tayo masih dengan berbagai alat penyandang hidup terpasang ditubuh kecilnya. Kinara yang tertidur disamping Cikal dengan posisi sambil terduduk diatas kursi. Sedangkan sahabatnya itu, Andra tertidur diatas lantai beralaskan selimut entah seprei, Cikal tak tau.

"Ini anak har--"

"Pah! please kali ini aja jangan nyari ribut, jangan sebut kata terlarang itu dihadapan Langit," potong Cikal dengan raut wajah beragam.

"Oke oke, jadi ini Langit anak kamu? Ga usah tes DNA udah keliatan jelas semuanya kamu banget," balas Kiky sambil berjalan menghampiri Langit dan berhenti disisi lain Langit sebrang Kinara menghiraukan Andra yang tertidur dilantai.

"Kamu udah yakin nak?" tanya Kiky lebih memastikan Cikal.

"Cikal sangat yakin pah, segala resiko siap Cikal tanggung demi Langit sehat dan bisa hidup seperti anak normal lainnya," balas Cikal.

"Tapi kemungkinan hidup kamu yang akan menjadi tidak normal," ujar Kiky dengan nada meragu, karna bagaimanapun Cikal adalah anaknya sebengal apapun ia tetap menyayanginya meski nasib cucu nya pun dipertaruhkan.

"Ga apa-apa pah, Cikal ikhlas," balas Cikal dengan sangat mantap sambil mengelus kepala Kinara yang terbalut hijab berwarna mocca.

Dengan hening Kiky berjalan keluar yang diikuti Cikal tak mau membuat orang-orang yang sedang terlelap itu terbangun. Mereka berdua berjalan keluar ruangan dan menemui semua anggota yang ikut kerumah sakit.

"Kita temui dokternya sekarang," ujar Kiky sambil berjalan menuju lift diikuti oleh yang lainnya.

***

Sesampainya mereka didepan ruangan dokter spesialis yang bertanggung jawab atas Langit,  kekecewaan yang didapat, karna dokter yang memiliki nama Denny itu sudah pulang beberapa menit yang lalu mengingat lagi sekarang sudah sangat malam.

Kiky hanya menghela nafas dikursi koridor rumah sakit dekat ruangan dokter sambil menatap langit-langit,
"Entah seberapa besar dosa papah bisa-bisa nya datang sebuah masalah sangat besar yang sangat tak terduga dalam hidup," ujarnya.

"Pah, maafin Cikal," ujar Cikal pelan namun terdengar.

"Nasi udah jadi bubur dan ga bisa balik lagi jadi nasi, tapi se-engga nya masih bisa kita makan. Mau ga mau terpaksa kita harus melewati cobaan ini," balas Sofia - mamah Cikal.

Cikal terdiam termenung merasakan hati teriris melihat kedua orang tua nya saat ini kecewa kepadanya namun kini ia pun sudah menjadi orang tua yang mau tak mau harus bisa menyelamatkan anaknya. Setidaknya ia ingin bertanggung jawab atas Langit, meskipun sudah agak terlambat tapi ia ingin berusaha maksimal menjadi ayah yang tidak dibenci oleh anak nya kelak hanya karna keadaan tak memihak mereka bersama.

Cikal melirik arloji ditangan kirinya dan berjalan kembali menuju ruangan dimana Langit dirawat, tak peduli banyaknya langkah kaki yang mengikutinya dibelakang ia terus menatap kedepan karna tau dibelakang semua anggota keluar yang ikut mengikuti dalam diam berkecamuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Tak lama mereka sampai, namun langkah mereka terhenti saat bertepatan dengan itu Kinara keluar dari ruangan dengan wajah polos tanpa makeup menunjukkan jelas raut wajah lelahnya.

"Mbak mau kemana? Laper? Mau nyari makan? Mba istirahat aja didalem biar aku yang beliin ya kalo laper," Tanya Cikal lembut penuh perhatian, tak sadar membuat Keysa dibelakang meremas tangannya sakit hati karna selama ini tak sekalipun Cikal bersikap lembut semenjak mereka menikah. Bahkan saat Kinara hilang tanpa kabarpun tak pernah selembut itu ia bicara pada dirinya, permainan takdir ini sangat menguras perasaannya saat ini.

"Engga, aku mau ke mushola mau shalat," jawab Kinara dengan nada pelan, bingung dengan keadaan saat ini dimana bukan hanya Cikal yang dihadapannya tapi keluarga tetangga sebelah rumahnya menatap ia dengan beragam.

"Jam segini sha--"

"Shalat hajat pak. Saya ingin pergi shalat hajat sambil berzikir sepanjang malam yang nanti nya dilanjutkan shalat tahajud disepertiga malam. Kalo anda tanya, apa keinginan saya? Keinginan saya hanya kesembuhan anak saya. Segala usaha telah saya coba, segala hal telah saya korbankan , kini yang bisa saya lakukan hanya bersujud berserah diri setiap waktu pada tuhan yang bisa membolak balikkan keadaan dan mengabulkan segala keinginan hambanya yang taqwa," ucap Kinara memotong Kiky yang hendak berujar.

"Sej--"

"Apa anda ingin bertanya sejak kapan saya jadi alim atau mungkin anda berpikir saya sok alim? Maaf pak bukan saya sok alim, tapi semenjak Langit sakit saya sadar jika dunia bukan satu-satunya yang harus dikejar namun kita juga harus selalu ingat pada tuhan sang pencipta. Tuhan yang memberi penyakit dan tuhan juga yang bisa mengangkat segala penyakit, jika bukan semakin mendekatkan diri dengan banyak beribadah lalu dengan cara apa lagi saya berusaha untuk Langit? Jika hanya berharap pada manusia saja  seperti mau naik bis tapi nunggu nya di terminal angkot," Ucap Kinara kembali memotong Kiky yang hendak berujar.

"Kamu hebat," ujar Sofia membuat Kinara menatapnya. "Kamu lebih hebat dari ibu manapun, dihadapi dengan keadaan yang sangat tak berpihak pada kebahagianmu tapi kamu tak pernah berpikiran untuk menyerah. Yang ada kamu semakin berjuang melawan takdir meski sendiri mendampingi anak tanpa sosok suami atau keluarga, tapi kamu hebat bisa sampai dititik ini tanpa berpikiran untuk meminta bantuan siapapun bahkan tak sekalipun kamu datang kerumah meminta pertanggung jawaban anak saya," lanjutnya.


.

.

.

.

.

lama banget ga up yeeeehh monmaap gaes :')

Sssttt Mbak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang