Dua Puluh Satu

2K 83 3
                                        

Kinara hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Sofia kepadanya, meski dalam hati ia meluapkan segala kenyataan yang ada. Dimana ia sangat ingin menyerah dengan keadaan tapi Langit lah yang membuat ia kembali bangkit. Sesekali ia ingin melabrak Cikal meminta pertanggung jawaban namun selalu ia urungkan karna lelaki itu sudah memiliki istri dan ia tidak sejahat itu untuk mematahkan hati wanita yang tak tau apa-apa.

"Saya permisi," ujar Kinara sambil menundukkan kepala.

"Aku ikut mbak," ujar Cikal berjalan disamping Kinara yang mulai melangkah.

"Mamah juga ikut, mau mendo'akan yang terbaik untuk cucu mamah," ujar Sofia sambil berjalan mengikitu Kinara juga.

Sedangkan yang lainnya berjalan menghampiri kursi dikoridor depan ruang NICU yang sepi itu. Meski terlihat sangat marah dan kecewa namun tak bisa dipungkiri jika Kiky masih memiliki hati pada cucu nya yang terbaring lemah itu, ia mengeluarkan Hp dan langsung membuka aplikasi Al-Qur'an mobile yang selanjutnya ia baca dari alfatiha hingga seterusnya tak henti.

***

Kini waktu telah menunjukkan pukul 5 pagi, Kinara membereskan mukena nya dan hendak kembali menuju ruangan Langit. Di lihatnya Sofia yang terlelap sambil duduk dengan al-qur'an dipangkuannya dan Cikal yang sedang berdiri menatap pada dirinya.

"Aku duluan, takut Langit nyari," ujar Kinara pada Cikal pelan.

"Iya, aku mau bangunin dulu mamah," balas Cikal.

Kinara hanya menganggukkan kepala dan berjalan keluar mushola, meski lelah dan ngantuk tapi Kinara mencoba tersenyum setiap bertemu perawat dikoridor. Hingga ia mematung saat melihat beberapa perawat berlarian menuju ruang NICU, dan juga raut wajah Kiky yang menegang melihat kedalam.

Hatinya bergetar, tak ingin membuang waktu dengan melihat keadaan, Kinara berlari menuju ruang NICU mengabaikan segalanya hingga lupa memakai APD.

Enth kesekian kalinya ia merasakan jantungnya hampir berhenti. Didepannya Langit kembali kritis, ditangani oleh beberapa perawat yang mencoba tenang namun tetap terlihat panik. Badannya lemas tak berdaya seperti hendak terjatuh, namun ada tubuh yang segera menopang.

Ditatap nya wajah pria yang menopangnya itu. Sama dengannya, pria itu pun tak kalah menunjukkan raut wajah khawatir. Tak memperdulikan sekitar, Kinara pun menangis dan memeluk Cikal erat. Kini ia tak bisa terus menahan rasa yang dipikul nya sendiri selama ini, izinkan ia egois sekali ini saja. Saat ini ia sangat perlu bahu untuk bersandar.

"Tenang ya mbak, Langit ga akan kenapa-kenapa. Insha Allah langit sembuh, mbak nya harus kuat biar Langit juga kuat," ujar Cikal sambil menarik tubuh Kinara berjalan keluar, jika semakin lama didalam semakin teriris pula hati nya.

Sesampainya diluar Cikal mendudukkan Kinara dikursi tunggu tanpa melepaskan pelukannya. Ia tau wanita dewasa itu selama ini hanya berpura-pura kuat sendiri walau pada nyatanya ia sangat rapuh.

Tak seorangpun berniat memisahkan mereka, bahkan Kiky sekalipun mencoba membiarkan mereka karna tau kondisi saat ini sangat-sangat berat bagi Kinara.

Tak lama datang seorang pria berjas putih berlari dengan tergesa membuat Kinara melepaskan pelukn dan kembali berdiri berjalan kedepan pintu kaca. Itu dokter spesialis yang menangani Langit, dilihatnya dengan cermat menangani balita malang itu yang tak henti kejang kejang semakin membuat panik.

"Ya Allah, jangan ambil anak hamba secepat ini, selamatkan lah dia ya Allah. Jika engkau berniat mengambil ia dariku, setidaknya bawa aku pergi bersamanya juga, hamba tak bisa hidup tanpa dia," ujar Kinara sambil menangis pilu, kaki nya melemas membuat ia berjongkok tak kuasa menahan.

"Mbak, jangan ngomong gitu," ujat Cikal yang ikut berjongkok dibelakang Kinara. "Langit pasti sembuh mbak, mbaknya jangan pesimis gitu," lanjutnya.

"Kamu bisa bilang gitu karna kamu ga tau seberat apa yang sudah aku lewati selama ini! Aku lelah, aku rapuh, aku sakit, tapi aku harus terus kuat untuk Langit," balas Kinara dengan air mata yang semakin deras.

Pintu kaca itu terbuka membuat Kinara langsung bangkit dan menghapus semua air mata yang membanjiri wajahnya itu, ditatapnya dokter yang menatap dirinya dengan sangat sendu.

"Langit harus segera dioperasi, tubuhnya mulai menolak diberi obat. Jika dibiarkan lama , efeknya semakin buruk dan kemungkinan membuat organ yang lain ikut rusak," ujar dokter.

"Saya siap mendonorkan hati saya saat ini juga dok, saya ayah biologisnya. Apa bisa anda cek sekarang kondisi saya untuk memungkinkan operasi secepatnya?" Ujar Cikal membuat semua orang menatapnya.

"Baik, mari ikut saya," balas dokter tanpa banyak tanya dan bicara.

Cikal mengikuti langkah dokter serta perawat itu, namun langkahnya terhenti saat seseorang menahan tangannya.

"Kal, aku belum jawab permintaan kamu kemarin. Aku menolak mengabulkan permintaan kamu, aku harap kamu jangan merusak diri kamu sendiri dengan mendonorkan hatimu pada orang lain," ujar Keysa.

"Dia bukan orang lain Key, tapi anak gue. Langit anak kandung gue Keysa! Udah gue jelasin kan semuanya, kalo bukan karna gue yang telat tau sama keadaan ini mungkin Langit udah sembuh sejak lama. Gue minta lo jangan egois kalo engga mau gue talak tiga sekarang juga," balas Cikal sambil mengebaskan tangan Keysa dan berjala kembali mengikitu dokter dan para perawat.

"Puas lo liat rumah tangga gue dan Cikal kembali ancur hah? Gue harap lo dan anak haram itu pergi lagi dari kehidupan ini setelah dapat apa yang kalian cari dasar parasit," ujar Keysa dengan nada sangat sangat dingin pada Kinara.

Tanpa menunggu balasan Keysa berjalan menyusuri koridor hendak keluar dari rumah sakit yang menyesakkan dadanya. Tak ada yang niat untuk mengikutinya, karna yang lain tau suasana saat ini sangat serba salah bagi setiap pihak.

"Terima kasih sudah mau menjaga Langit semalam," ujar Kinara pada Andra. "Aku masuk dulu, mau nemenin Langit lagi," lanjutnya sambil kembali berjalan memasuki ruang NICU.

***

Cikal yang berbaring diatas ranjang dengan raut gelisah menunggu waktu operasi tiba ditemani oleh keluarga nya. Sebelum operasi ia harus berpuasa dulu sesuai anjuran dokter dan melakukan beberapa prosedur lainnya yang ia turuti tanpa protes. Tak lupa juga Cikal telah mendonorkan darahnya untuk operasi nanti.

Hingga tak terasa waktu operas telah tiba, dokter dan beberapa perawat memasuki ruang rawat inap Cikal dan mulai menyiapkan segalanya sebelum membawa Cikal menuju ruang operasi.

Saat hendak keluar dari ruangan, salah seorang perawat berlari dan berhenti tepat didepan kasur rawat Cikal. Sambil mengatur nafas ,perawat tersebut melambaikan tangan seolah memberi isyarat untuk behenti.

"Maaf mengganggu dok ini ada telepon dari rumah sakit di ibu kota," ujarnya sambil mengasongkan telepon pada Dokter.

Dokter pun langsung mengambil dan berjalan menjauh untuk lanjut berbicara dengan seseorang disebrang sana.

Sssttt Mbak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang