Bab 31.

381 71 5
                                    

Langit beneran menikmati moment kebersamaan dengan biru, dia bahkan memejamkan matanya dalam gendongan biru. Kenangan dulu masih teringat jelas dalam pikiran langit tentang biru yg suka menggendong nya kala dia lelah. Sama persis seperti ini tanpa kenal lelah biru akan memberikan punggungnya agar langit bisa naik.

Biru sendiri merasa tidak keberatan menggendong langit sampai ke parkiran atau sampai ke mobil kita, bahkan juga dia tidak peduli rasa lelah dan capek ditubuh nya. Yg dia pedulikan adalah memberikan rasa nyaman kepada langit.

"Lelah gak" ucap langit membuat biru menggeleng.

"Tidur kalau mau tidur."

"Gak mau, nanti kalau aku jatuh gimana."

"Kalau jatuh kebawah langit masa iya keatas."

Langit memukul pundak biru "nyebelin banget."

Biru terkekeh saja dan mereka pun telah sampai di parkiran tempat dimana mobil biru berada, langit lekas turun dari punggung biru dan langsung masuk kedalam mobil tersebut saat biru membukakan pintu.

"Makasih" ucap langit membuat biru mengusak rambut langit.

Dia lekas menyusul langit masuk kedalam mobil, dan lalu melajukan mobil itu ke arah rumah langit. Kebiasaan langit adalah lupa memakai sabuk pengaman, hal hasil biru memakaikan nya untuk langit, tentu saja jantung langit berdebar kala melihat wajah biru sedari dekat begini.

"Kalau mau cium, cium aja. Aku tau kalau aku tampan, langit" ucap biru dengan penuh godaan.

Langit lekas membuang mukanya kearah samping jendela, entah kenapa wajah nya mendadak panas dan memerah. Bahkan jantungnya begitu berdetak dengan kencang, biru tersenyum tipis karena berhasil menggoda langit. Lantas dia pun mulai menghidupkan mesin mobilnya dan mulai melajukan mobilnya meninggalkan area kantor tersebut.

Dalam perjalanan tidak ada percakapan yg berarti, keduanya diam satu sama lain seolah menikmati moment malam ini ditengah hujan yg begitu deras. Rasa kantuk langit kembali datang dan dia mencoba buat memejamkan mata, biru yy mengetahui itu hanya diam saja membiarkan langit beristirahat sampai rumah dengan tiba.

Dan benar saja tidak sampai setengah jam langit sudah tertidur pulas, biru memandang wajah cantik langit saat pemberhentian di lampu merah. Dia mengelus wajah tersebut dengan penuh hati hati seolah wajah langit takut meleleh.

Langit tidak pernah berubah bahkan saat tidur begitu sangat cantik, dia masih betah memandangi wajah langit seolah tidak ada hari esok. Bagaimana bisa biru melupakan sosok langit sedangkan langit begitu sempurna sejak dulu, bahkan biru rela memberikan apa saja jika langit memberikan kesempatan kedua buatnya, namun sayang biru tidak bisa membaca isi hati langit yg sekarang.

Lampu pun mulai hijau dan mobil kembali dijalankan, dia melirik sekilas ke langit yg memegang lengan tangannya saat matanya tertutup. Biru berhenti sebentar lalu dia membukakan jas nya dan ia lampirkan ke bahu langit agar langit tidak kedinginan dan selanjutnya dia kembali melanjutkan perjalanan.

Hingga tidak terasa mobil biru berhenti tepat didepan rumah langit, dia lekas masuk ke pekarangan rumah tersebut karena tidak mungkin dia parkir diluar sementara hujan deras dan dia akan menggendong langit nantinya.

Dimatikan mesin mobil tersebut lalu dia keluar dengan cepat dan langsung membuka pintu, dengan hati hati dia menggendong langit agar tidak ke bangun. Pintu rumah telah dibuka aslan yg membuka itu cukup shock karena melihat sang kakak di gendong oleh biru.

"Kenapa kak langit, mas?" Tanya aslan sedikit khawatir.

"Ketiduran, sorry gue bawa kakak lo lama soalnya lembur tadi. Pasti biru udah nungguin."

Langit Biru ( kisah yg belum usai ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang