Bab 05.

448 91 1
                                    

Biru berjalan dengan gontai masuk kedalam rumah yg megah, rumah yg mana dia dibesarkan oleh kedua orang tuanya. Rumah yg hangat tempat dia berpulang namun tidak sehangat saat dia waktu masih kecil, dia melangkah sambil memegang jas kantornya yg dia lampirkan ke bahu dengan dasi yg sudah tidak terbentuk lagi. Bahkan kemeja sudah sangat kusut. Mencerminkan bukan kalandra biru yg terkesan rapi.

"Baru pulang ru" sapa yg sang mama Miranti yg baru saja dari dapur.

"Hm, kerjaan banyak di kantor."

"Bukan alasan buat gak ikut makan malam tadi kan dengan keluarga anastasia."

Biru menghela nafas berat "bahas itu nanti saja, mah. Aku lelah."

"Kalandra biru, papa kamu tadi marah sekali saat kamu tidak hadir saat makan malam tadi, padahal sejak pagi papa kamu menwanti-wanti kamu buat hadir dalam acara makan malam tersebut. Namun ternyata kamu tidak hadir."

"Aku capek, mah. Bahas makan malam yg gagal besok lagi."

Miranti hanya bisa geleng kepala melihat kelakuan sang anak, sejak biru pulang dari studi nya tingkah anaknya semakin membuat pusing kepala. Anak yg selama ini sangat humble mendadak dingin seperti es yg susah mencair. Padahal dulu kalandra sangat penurut sampai dia dan sang suami membanggakan nya.

Namun sekarang kalandra yg dia lihat bukan seperti kalandra yg sekarang, anak itu semakin jauh dari jangkauan nya. Bahkan acara rencana perjodohan dia dengan anastasia adalah hal yg terbaik karena kalandra sampai sekarang belum menikah.

Biru masuk kedalam kamar, kamar yg bernuansa hitam tersebut masih rapi dari pagi. Semua yg ada di kamar itu memiliki kenangan masing-masing. Bahkan foto biru dan langit masih terpampang nyata, tidak ada yg boleh menyentuh foto tersebut dan tidak ada yg berani masuk kedalam kamar biru termasuk orang tuanya sendiri.

Dia mengambil foto tersebut lalu memeluk nya, memeluk sambil menangis tentu saja. Karena penyesalan biru semakin dalam setiap harinya, rasa bersalah selalu menghantui bahkan dia berpikir kehidupan langit yg tidak mudah.

Namun dalam benak biru masih berharap jika langit tidak membuang anak mereka, karena gimana pun bayi itu tidak bersalah. Biru terlalu yakin jika langit orang yg tidak kejam, karena biru sangat mengenal langit.

Ia terduduk sambil memeluk foto itu dengan cara ini biru dapat mengobati rasa rindu nya kepada langit, foto yg ada langit nya tersebut mereka ambil saat waktu anniversary yg pertama. Saat itu keduanya sangat bahagia, bahkan senyum langit sangat indah.

"Aku kangen kamu" lirihnya.




****

Langit memandangi wajah anaknya lamat-lamat, sambil berpikir tentang ucapan marven padanya. Apa yg dikatakan marven tentu tidak salah karena mau sampai kapan dia lari dari masa lalu, harusnya dia menghadapi masa lalu itu bukan menghindari.

Ia mengelus surai anaknya serta menatap wajah damai biru dalam terlelap, wajah yg mirip dengan kalandra biru. Dari alis sampai rahang sangat mirip seperti kalandra biru, kadang langit heran dia yg mengandung tetapi dia mendapatkan hikmah nya saja.

"Papa sayang biru."

Ya, kalimat itu terus dia ucapkan ketika biru tidur, dia menyayangi anaknya dengan segenap jiwa. Meskipun diawal dia ingin membunuh biru sejak dalam kandungan namun dia selalu berpikir kalau saat itu biru masih berbentuk janin yg tidak berdosa.

"Harusnya papa tidak bertindak bodoh dimasa lalu, sehingga kamu tidak hadir dan menderita seperti papa."

Satu hal yg langit sesali adalah kenapa dulu dia mau saja berhubungan yg resiko nya tinggi hanya demi cinta, langit mungkin mencintai kalandra biru bahkan sampai sekarang sulit melupakan pria itu. Tetapi langit sangat membenci nya karena sikap pengecut nya.

"Papa takut biru akan bertemu kalandra. Papa harus apa sayang. Papa takut."

Dari luar kamar biru bisa dilihat oleh marven dan Aslan jika langit menangis untuk kesekian kalinya, Aslan menjadi kasihan melihat sang kakak yg jauh dari kebahagiaan.

"Kapan kaka aku akan bahagia ya, kak" ucapnya kepada marven.

"Do'akan yg terbaik buat dia."

"Aku gak rela deh kalau dia ketemu dengan mas kalandra. Soalnya dia yg buat hati kakak aku hancur, lebih hancur saat di tinggal mas kalandra daripada meninggal nya orang tua kami."

Marven hanya diam saja sama seperti Aslan dia pun merasa kasihan dengan sang sahabat, karena sejak dulu sahabatnya selalu mendapatkan duka tanpa kebahagiaan.

Dia lah saksi lukanya langit bagaimana saat kalandra mencampakan langit, dia lah saksi saat menemani langit dalam luka nya hingga sembuh.

"Kalian ngapain disini" seru langit membuat Aslan dan marven tersigap.

"Heheh, aku mau nawarin kak langit gudeng loh."

"Ini udah malam Aslan mana ada yg jual gudeng."

"Oh, aku lupa kalau ini sudah malam."

"Bilang aja kalau kalian mengintip kan."

Langit keluar dari kamar biru lalu menutup pintu kamar sang anak, biru di usianya yg masih lima tahun sudah tidur sendiri. Langit berjalan melewati Aslan dan juga marven.

"Kak" panggil Aslan membuat langkah langit terhenti.

"Kak langit pulang ya. Kita ngumpul lagi seperti dulu. Meskipun tidak ada ayah sama ibu di antara kita" ucapnya membuat langit ingin menangis sekarang juga.














- LANGIT BIRU -

Langit Biru ( kisah yg belum usai ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang