El berjalan sendirian di sepanjang trotoar menuju rumahnya. Malam mulai larut, dan jalanan yang dilaluinya sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas sesekali. Suara angin malam terasa dingin, dan El menundukkan kepala sedikit untuk menghindari angin yang menerpa wajahnya.
Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti ketika ia mendengar suara ribut tak jauh dari persimpangan. El mempercepat langkah dan melihat ada beberapa orang yang mengelilingi seorang pemuda, yang tampak terdesak dan tak berdaya. Dengan cepat, ia mengenali pemuda itu sebagai salah satu anak di sekolahnya, meski mereka jarang berbicara. Namanya Adit, siswa dari kelas XI IPS 4, yang juga dikenal mengambil jurusan Indonesia tingkat lanjut.
Beberapa orang itu terlihat mengeroyok Adit, sementara Adit berusaha menangkis serangan mereka sebaik mungkin, meski jelas bahwa ia kalah jumlah.
El (berpikir cepat, berbicara dalam hati)
"Gue gak bisa diem aja liat orang dikeroyok kayak gini. Apalagi dia satu sekolah sama gue."El segera berlari mendekati kelompok itu dan berteriak dengan suara keras.
"Hei! Udah cukup! Lepasin dia!"
Para pengeroyok berhenti dan menoleh ke arah El. Ada empat orang di sana, dengan tampang yang terlihat cukup garang. Mereka melirik El dari atas ke bawah, seakan menilai apakah dia ancaman atau hanya sekadar anak sok jagoan.
Salah satu pengeroyok (menyeringai)
"Apaan nih? Mau sok jadi pahlawan, ya?"El (menatap tajam)
"Gak usah banyak omong. Gue bilang, lepaskan dia."Salah satu dari mereka menghampiri El, wajahnya menunjukkan raut tak terima. Ia maju dengan tangan terkepal, mencoba memukul El. Namun, El yang sudah bersiap langsung menghindar ke samping, membuat pukulan lawannya meleset.
"Ayo, mau nyoba lagi? Gue siap."
Orang yang tadi mencoba memukulnya kembali menyerang, kali ini dengan pukulan yang lebih cepat. El berhasil menangkis pukulan itu dan membalas dengan meninju perut lawannya, membuatnya terdorong ke belakang dan terjatuh.
Dua orang lainnya, melihat temannya tumbang, langsung maju bersama-sama. El fokus menghadapi mereka satu per satu, menghindari pukulan pertama dan menangkis tendangan kedua. Dengan reflek yang cepat, El mengayunkan siku ke arah rahang salah satu pengeroyok, membuatnya jatuh ke tanah. Yang satunya mencoba menendang El, namun El berhasil memegang kakinya dan mendorongnya hingga kehilangan keseimbangan.
Adit, yang sudah berdiri dengan tubuh penuh luka, mencoba membantu dengan memukul salah satu dari mereka dari belakang, memberi waktu bagi El untuk menaklukkan lawan terakhir. Setelah beberapa menit pertarungan intens, para pengeroyok itu akhirnya menyerah dan lari tunggang-langgang meninggalkan El dan Adit.
Keduanya berdiri terengah-engah, saling menatap. Adit mengusap pipinya yang lebam, lalu tersenyum lemah.
"Makasih, Bro. Gue kira tadi udah abis, gak ada yang bakal bantu gue."
El (tersenyum kecil)
"Sama-sama. Lo gak apa-apa? Kok lo bisa sampe dikeroyok gitu?"Adit (menghela napas)
"Ah, masalah biasa. Mereka cuma gak suka aja sama gue. Maklum, urusan antar tongkrongan."El mengangguk, mengerti bahwa dunia tongkrongan kadang memang penuh konflik kecil seperti ini. Ia pun merasa lega bisa membantu, walaupun ia sendiri jarang berurusan dengan masalah semacam ini.
"Eh, daripada lo jalan sendirian gini, gimana kalo ikut gue ke tempat biasa gue nongkrong? Nama tempatnya Warlem, lumayan deket dari sini. Gue kenalin lo sama anak-anak yang lain."El berpikir sejenak. Ia biasanya bukan tipe orang yang suka nongkrong di tongkrongan baru, tapi malam ini, setelah pengalaman tadi, ia merasa ada ikatan baru dengan Adit. Lagi pula, ia penasaran dengan tempat nongkrong yang dimaksud.

YOU ARE READING
Never Flat
General Fiction"Dalam putaran waktu yang tak terhitung. Kita melangkah dalam harap dan ragu. Layaknya angin yang datang dan berlalu. Kehidupan itu berbisik; teruslah berjalan walau tak tahu."