Rasa

16 2 0
                                    

Di sebuah kamar kost yang tenang, El terbangun dari tidurnya pada sepertiga malam. Kebiasaan ini sudah melekat padanya sejak lama. Ia melaksanakan salat tahajud, kemudian mulai membereskan kamar. Kamar kostnya sederhana, tetapi rapi. Setelah selesai, El duduk sejenak, menikmati keheningan pagi yang masih gelap.

Tak lama kemudian, ponselnya berdering. Terlihat nama Nana muncul di layar. El tersenyum kecil, menggeser layar dan mengangkat telepon.

"Halo, Na. Pagi-pagi udah nelepon, ada apa?"

Nana, dengan suara tenang namun sedikit mengantuk, menjawab, "El, kamu lagi free, kan? Bisa nggak antar aku ke kampus? Tapi nggak usah buru-buru. Aku nggak ada kelas pagi-pagi banget, kok."

El melihat jam, waktu masih cukup panjang untuk bersantai. "Oke, Na. Jam berapa mau dijemput?"

"Sekitar jam sepuluh aja, gimana? Aku ada kelas jam sebelas."

El mengangguk, meski Nana tidak bisa melihatnya. "Siap, gua jemput jam sepuluh di rumah lo."

Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi saat El tiba di rumah Nana. Nana sudah menunggu di depan rumah, mengenakan tas selempang dengan senyum ceria.

"Pagi, El! Terima kasih udah mau antar."

"Pagi, Na. Siap banget. Yuk, langsung berangkat."

Setelah Nana duduk di belakang motornya, mereka pun meluncur menuju kampus. Jalanan Bandung yang sejuk di pagi hari terasa menyenangkan, terutama dengan angin yang bertiup lembut di sepanjang perjalanan.

Di tengah perjalanan, Nana mulai membuka obrolan santai.

"El, inget kaga? Kita kemarin janji mau makan ramen, lho. Lo kaga lupa, kan?"

"Iya gua inget. Jadi habis kelas nanti, langsung ke tempat ramen?"

Nana mengangguk antusias di belakang El. "Iya dong! Udah lama banget nggak ke sana. Jadi nanti jangan lupa, ya."

"Siap, kita serbu ramen habis kelasmu."

Nana tersenyum, senang. Mereka terus berbincang sambil menikmati perjalanan yang perlahan membawa mereka lebih dekat ke kampus Nana. Sesekali, Nana menunjuk pemandangan menarik di sekitar jalanan Bandung, memperlihatkan betapa ia menikmati suasana kota itu.

Begitu tiba di depan kampus, Nana turun dari motor dan melepas helmnya. "Thanks a lot, El! Nanti setelah kelasku selesai, kita langsung jalan ke tempat ramen, ya."

El tersenyum sambil mengangguk.

Nana melambai sebelum masuk ke kampus, meninggalkan El yang menunggu dengan penuh harapan akan obrolan dan kehangatan persahabatan mereka yang akan terus berlanjut.

Dalam perjalanan pulang ke kost, El merasa perutnya mulai keroncongan. Alih-alih langsung pulang, ia memutuskan untuk menyimpang sebentar ke warung Enin, sebuah warung kecil yang sering ia singgahi untuk membeli makanan ringan atau sekadar menongkrong.

Setibanya di sana, Enin, wanita paruh baya yang ramah dan sudah akrab dengan El, langsung menyambutnya dengan senyum hangat.

"Eh, El! Mau pesan apa hari ini?"

El tersenyum sambil duduk di bangku panjang kayu di depan warung. "Kopi hitam, Enin. Biasa, deh."

Enin segera menyiapkan kopi sambil mulai mengajak El ngobrol. "Gimana kabarmu? Lama nggak lihat kamu bawa-bawa teman perempuanmu itu. Siapa namanya? Aduh, Enin lupa."

El tersenyum tipis, sedikit kaget topik itu muncul. "Nana, Enin. Namanya Nana."

Enin tertawa kecil. "Iya, itu dia! Nana. Kok nggak pernah bawa dia ke sini lagi? Kalian tuh kayaknya selalu bareng. Enin kadang mikir, kalian nggak jatuh cinta satu sama lain, apa?"

Never Flat Where stories live. Discover now