"Kang, maafin saya kang. Saya teh waktu itu buru-buru."
"Saya malu sama teman-teman saya, masa mantra yang saya baca ternyata isinya resep membuat rendang."
Roni dan Mahajana sedang menyusun beberapa sepatu di rak. Mahajana mengutarakan kekesalannya kepada Roni perihal mantra yang nyatanya adalah resep membuat rendang.
"Saya juga baru sadar kalau ternyata kertas yang ada di akang itu isinya resep rendang, sementara kertas mantra yang asli teh ada di saya. Dan soal minyak mujarab itu, ternyata ada sama saya. Minyak yang sama akang, itu minyak goreng."
Mahajana kembali terkejut. Apa kata Roni tadi? Minyak goreng?
Mahajana kemudian menyerahkan kertas dan juga minyak yang ia pinjam kepada Roni. Roni membuka tutup dari botol yang berisi minyak tersebut, saat ia hirup aromanya... Benar, aja, ini memang minyak goreng.
"Nah, ini minyak mujarab yang aslinya kang,"
Roni menyodorkan sebuah botol kecil kepada Mahajana. Saat Mahajana mencium bau minyak tersebut, rasanya, tidak asing di penciumannya. Rasanya, bau ini begitu familiar.
"Saya seperti kenal bentuk botol ini."
"Oh iya?"
Mahajana mencoba mengingat-ingat.
Malam itu, hujan sedang membasahi kota Cirebon, Mahajana sedang menidurkan badannya di sofa, sementara Nirmala sedang mengerjakan beberapa tugas sekolah.
Dari dalam kamar, Bayu memanggil nama Mahajana.
"MAAAAAAAS."
Mahajana yang merasa terpanggil, akhirnya menjawab, "Iya ayah, kenapa?"
Ia kemudian berjalan menghampiri Bayu yang sedang ada di kamar.
"Ambilkan minyak di dekat lemari ruang tengah itu,"
"Minyak goreng?"
"Minyak urut! Gila saja, kau ingin menggoreng ayahmu sendiri?"
Barulah Mahajana ingat, botol minyak mujarab milik Roni sama seperti botol minyak urut milik Bayu. Saat Mahajana mengendus bau minyak tersebut.... Dugaannya benar, ini adalah minyak urut. Bukan minyak mujarab! Ah, dasar Roni.
"Ini minyak urut, Ron! Bukan minyak mujarab."
Roni tetap bersikukuh bahwa minyak yang ada di dalam botol itu adalah minyak mujarab. Bahkan, Roni mengatakan bahwa minyak itu didapatkan oleh mendiang kakeknya dengan cara melewati sungai dan perbukitan. Mahajana tetap tidak percaya.
"Minyak begini, di warung juga banyak, tidak perlu sampai harus naik turun bukit."
Perdebatan mengenai minyak mujarab ini berlangsung cukup lama, dan baru selesai ketika kang Gun menegur mereka berdua. Katanya, tidak baik berdebat di dalam toko, kalau ingin berdebat silahkan saja diluar. Sekalian pukul-pukulan.
Tidak, bercanda kok.
***
Yogyakarta.
Arum memasuki toko dengan langkah yang terburu-buru, dia hampir saja telat. Maklum, semalam ia susah tidur, dan paginya dia susah bangun.
Keadaan toko sudah ramai, pegawai lain termasuk Marisa sudah mulai menyusun bunga. Arum merasa malu dan tidak enak hati.
"Lho, Arum? Tumben telat?" Tanya Marisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomanceBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." ©Rahmaayusalsabilla Publish, 08 Januari 2024.