Kini, Arum sudah berada di dalam bis. Wajahnya masih menampakkan kemarahan terhadap Puspita juga kekesalannya kepada Mahajana. Bertanya-tanya lah Arum di dalam hati. Mengapa Mahajana mengizinkan Puspita untuk tinggal serumah dengannya? Apakah Puspita adalah tipe gadis-gadis cantik dari Bandung yang sekalinya mengedipkan mata, maka, lelaki manapun akan terpesona olehnya?
Tetapi, kenapa Mahajana harus ikut terpesona? Apakah lelaki itu lupa bahwa ia sudah memiliki kekasih? Ataukah memang Mahajana memiliki hubungan spesial dengan Puspita?
***
Sementara itu di Bandung, Mahajana sedang duduk di ruang tamu sambil memandangi rintik-rintik hujan. Beberapa jam lalu, Bandung mendapat kejutan berupa hujan di pagi hari. Mau tidak mau, Mahajana harus menunda kepulangannya ke Cirebon. Mungkin jam tiga sore, dia baru akan melakukan perjalanan.
"Kenapa kau tidak pulang besok saja? Siapa tahu besok tidak hujan," celetuk Raihan dari dalam kamar.
"Kalau harus menunggu besok, lama lagi."
Kemudian, dari dalam kamar, terdengar suara Raihan yang sedang menyanyi ditemani dengan petikan gitar. Entahlah lagu apa yang sedang lelaki itu nyanyikan, sebab, suara Raihan terdengar begitu sumbang. Maaf, tidak bermaksud menghina, tapi itu memang kenyataannya.
Hujan rintik-rintik berubah menjadi deras. Suasana begini membuat Mahajana menjadi suasana rumahnya. Benar kata orang-orang, tidak ada yang bisa menandingi hujan di kota sendiri, ketimbang di kota orang.
Kira-kira, di Cirebon sedang hujan atau tidak ya?
***
Setelah berjalan sambil ditemani dengan hujan gerimis, akhirnya Arum sampai di sebuah rumah yang alamatnya pernah Mahajana beri. Rumah luas dengan halaman yang begitu sejuk. Sebelum menekan bel, Arum sempat memantau keadaan lebih dahulu. Dia mencari tanda-tanda keberadaan Puspita. Ia bahkan tidak mempedulikan keadaan pakaiannya yang sedikit basah, yang dia pikirkan cuma satu: siapa Puspita? Kenapa dia berani-beraninya mendekati Mahajana?Arum memencet bel berkali-kali sampai akhirnya, keluarlah sosok lelaki dengan baju putih polos dan celana pendek berwarna abu-abu dari dalam rumah tersebut. Tidak lain dan tidak bukan, itu adalah Raihan. Seperti biasa, senyuman tengilnya mengembang sempurna.
"Astaga, nona manis darimana ini?" Goda Raihan. "Kenapa? Mau cari siapa? Cari saya?"
Arum menjawab ketus. "Siapa juga yang mau bertemu dengan lelaki tengil macam kau!"
Raihan terkejut dengan perkataan Arum. Baru kali ini, seorang Raihan merasa kehilangan pesona.
"Dimana Mahajana?" Tanya Arum tak ingin berbasa-basi. Hatinya sudah panas.
Mendengar nama kawannya disebut, Raihan menjadi heran. Apakah wanita manis di depannya ini kenal dengan Mahajana? Kalau iya kenal, berarti beruntung sekali Mahajana bisa memiliki kenalan wanita secantik ini. Batin Raihan.
Tanpa banyak menunggu, Arum memasuki halaman depan rumah tersebut dengan langkah penuh amarah dan wajahnya yang merah padam. Raihan kebingungan sendiri. Siapa sebenarnya wanita itu?
Sementara, di ruang tengah, Mahajana sedang meminum coklat panasnya. Cuaca yang dingin ini memang membuatnya menginginkan sesuatu yang hangat. Pelukan contohnya.
Mata Mahajana memandangi api yang berkobar-kobar di dalam tungku perapian. Rasanya cukup menenangkan, apalagi sambil di temani sebuah alunan musik begini. Semakin lama, rasanya semakin mengantuk.
"MAHAJANA!"
Mahajana membuka kembali matanya ketika seseorang memanggil namanya sambil setengah berteriak. Saat Mahajana menoleh kearah pintu, Arum sedang berdiri di sana sambil menatap Mahajana tajam.
"Arum?" Mahajana memastikan bahwa yang ada di hadapannya ini adalah Arum. Jujur ia tidak menyangka bahwa kekasihnya yang selalu ia rindukan itu datang. Mahajana mendekat kearah Arum, bermaksud untuk memberikan sedikit pelukan, namun tangan Arum sudah lebih dulu menarik krah kemeja yang sedang Mahajana pakai.
"DIMANA KAU SEMBUNYIKAN PEREMPUAN ITU?? JAWAB!"
Mahajana keheranan dengan tingkah Arum. Saat ia berusaha melepas cekalan tangan Arum dari krah kemejanya, perempuan itu justru beralih mencengkram bahu Mahajana.
"Arum, tenanglah. Kau kenapa?"
"JANGAN PURA-PURA TIDAK TAHU! KAU MENYEMBUNYIKAN SEORANG WANITA KAN DISINI??"
Mahajana menggeleng. Apa yang terjadi dengan kekasihnya ini?
"KENAPA DIAM? DIMANA KAU SEMBUNYIKAN WANITA ITU???! DI DALAM KAMAR?? ATAU DI GUDANG??!!"
"Rum, aku tidak menyembunyikan siapapun Rum. Tidak ada perempuan disini. Hanya ada aku, Raihan dan Santoso. Tidak ada perempuan disini dan aku berani bersumpah!"
Arum tidak mempedulikan ucapan Mahajana, ia justru berjalan menuju ruang tengah. Siapa tahu Puspita berada di sana, sedang duduk dan menikmati teh hangat lalu tersenyum jahat kearahnya.
"Arum—"
"Diam!"
Mahajana terus mengikuti kemanapun langkah Arum pergi. Saat tangannya hendak menggenggam jemari Arum, Arum justru menepis tangan Mahajana.
"Kau bilang padaku, aku adalah kekasihmu satu-satunya. Bahkan kau bilang sendiri padaku, bahwa aku adalah cintamu setelah bunda. Kenapa kau mengingkari ucapanmu?!" Tangan Arum yang hendak mendorong dada Mahajana di tahan oleh lelaki itu.
"Iya, itu memang benar. Kau adalah cintaku setelah bunda. Dan selalu begitu."
"BOHONG!"
"Astaga, kenapa berisik sekali—EH? ARUM???!" Santoso yang tadinya keluar kamar sambil menggerutu langsung terkejut ketika mendapati Arum sedang mengalami sedikit keributan dengan Mahajana.
"KAU MENYEMBUNYIKAN WANITA ITU KAN SANTOSO?!" Tanya Arum kepada Santoso. Santoso bingung. "Wanita mana? Tidak ada wanita disini Rum."
"JANGAN COBA-COBA BERBOHONG!"
Santoso bersumpah. "Sumpah, aku tidak berbohong. Perlukah aku bersumpah sambil membawa Alkitab, agar kau percaya?"
"Rum, sudah. Tenanglah. Kau dengar apa kata Santoso kan? Tidak ada perempuan di sini. Jadi, kau tidak perlu marah-marah."
Arum kemudian berjalan mendekat kearah Santoso lalu mencengkram krah kemeja Santoso. Santoso takut, Mahajana kaget.
"Dimana kau sembunyikan perempuan itu?"
Santoso menggeleng. "Tidak. Aku tidak tahu apa maksudmu. Tidak ada ada perempuan di sini." Santoso sudah ketakutan setengah mati. "Aku berani bersumpah, jika aku berbohong, maka ibu jari kaki ku akan terjepit pintu nanti malam!"
"Arum, sayang, sudah. Lepaskan tanganmu dari kemeja Santoso." Mahajana melepaskan cekalan Arum.
Nafas Arum menderu. Wajahnya merah padam dan alisnya hampir menyatu.
"KALIAN BERDUA BERSEKONGKOL KAN?"
Mahajana menggeleng lagi. "Rum, tidakkah kau percaya bahwa semuanya yang tinggal disini adalah laki-laki. Kami tidak pernah menyembunyikan perempuan manapun."
Rasanya, Arum belum puas membombardir Mahajana dengan pertanyaan-pertanyaan tentang siapa sebenarnya Puspita, dimanakah Mahajana menyembunyikan perempuan itu, dan kenapa si Puspita ini begitu dekat dengan Mahajana?
"Arum, sudahlah. Yang kau cemaskan itu tidak terjadi. Aku tidak akan mengingkari ucapan ku, bahwa kau tetap menjadi cintaku setelah bunda. Dan selamanya begitu Rum."
______________________________________
You can follow my ig :
@rbiellaa.e
@rahmabiella.world
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomansBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." ©Rahmaayusalsabilla Publish, 08 Januari 2024.