Chapter 28

256 23 6
                                    

Rumah pohon itu berdiri kokoh di antara pepohonan rindang, tersembunyi jauh di dalam taman yang sepi. Sore sudah beranjak menuju senja, dan sinar matahari yang lembut menerobos celah-celah dahan, menciptakan bayangan temaram di dalam ruangan kecil itu.

Rumah pohon milik the crimson wolves biasanya penuh canda tawa, tempat mereka berbagi rahasia dan rencana-rencana usil. Namun, kini suasananya terasa sunyi dan sendu.

Di sudut ruangan yang sederhana itu, nata duduk bersandar, tubuhnya tampak letih dan lemah. Botol minuman di genggamannya hampir kosong, dan beberapa botol lain berserakan di sekitarnya, bukti bahwa ia sudah lama menenggelamkan diri dalam mabuk.

Pipi nata basah oleh air mata, yang terus mengalir tanpa ia sadari, sementara pandangannya kosong, seolah-olah menatap sesuatu yang tak terlihat.

Pikiran nata penuh dengan tanya yang berputar-putar tanpa henti, merobek-robek ketenangan yang ia miliki. Di antara kesadarannya yang mulai buram, satu hal terus menghantui, tatapan dingin archen, kata-katanya yang menusuk, dan jarak yang tiba-tiba tercipta tanpa alasan yang jelas. Sakit di dadanya semakin nyata, membakar setiap kenangan dan harapan yang pernah mereka ciptakan bersama.

Sesekali, nata meneguk sisa minumannya dengan gemetar. Dalam diam, ia berharap ini semua hanyalah mimpi buruk, berharap saat ia membuka mata, archen akan kembali, dan semua akan baik-baik saja.

Namun, suara hening di rumah pohon itu tak memberikan jawaban apa pun, hanya memantulkan kesedihan yang semakin dalam. Angin berembus pelan, membawa bisikan-bisikan daun yang seolah turut menangis bersama mata dalam kesunyian.

Waktu terus berjalan, dan langit di luar rumah pohon perlahan berubah menjadi kelam. Cahaya senja mulai redup, digantikan oleh bayangan malam yang semakin pekat.

Suara angin yang berdesir pelan di antara dedaunan terdengar semakin jelas di telinga nata, seolah menggambarkan perasaannya yang hampa dan penuh kebingungan.

Nata mengusap wajahnya dengan kasar, berusaha menghentikan air matanya yang tak kunjung reda. Namun, semakin ia mencoba melawan, semakin kuat pula rasa sakit itu menghantamnya.

Ia tak pernah membayangkan orang yang begitu dekat dengannya, yang selama ini ia percayai, kini menatapnya dengan kebencian yang tak terjelaskan. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa salahnya? Semua pertanyaan itu terus menghantui pikirannya, namun tak satu pun jawaban yang ia dapatkan.

Di antara keputusasaan, ia menggenggam botol terakhir yang tersisa, menatapnya dalam-dalam seolah mencari pelarian di sana. "Kenapa, Chen..." bisiknya dengan suara bergetar. "Kenapa lo benci sama gue?"

Ia menunduk, meremas botol di tangannya, dan akhirnya melepaskannya hingga terjatuh dengan suara pelan di lantai kayu rumah pohon.

Dalam hening itu, suara-suara kecil dari kenangan yang ia simpan mulai muncul satu per satu. Tawa archen, tatapan hangatnya, dan kebersamaan mereka yang terasa begitu nyata, semuanya kembali berputar di benaknya.

Rasa rindu dan luka semakin membaur dalam dadanya. Ia ingin archen kembali, ingin mereka berbicara dan mencari tahu apa yang telah salah.

Tanpa sadar, nata terisak semakin keras, menundukkan kepala sambil menggenggam erat lututnya. Ia benar-benar sendirian di rumah pohon itu, terperangkap dalam bayang-bayang masa lalu dan ketidakpastian masa depan.

Dalam keremangan malam, ia berharap, meski samar, bahwa suatu hari semuanya akan kembali seperti dulu, bahwa archen akan kembali menatapnya tanpa rasa benci yang menyiksa hatinya ini.

+

+

+

Pagi itu terasa dingin dan sepi. Nata duduk terdiam, merasakan lelah yang mendalam tidak hanya di tubuhnya tapi juga di hatinya. Pikirannya masih samar-samar, dan kepalanya terasa berat karena mabuk semalam.

My Baby, Nerd Boy [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang