Di tengah malam yang hening, lorong rumah sakit bergema oleh derap langkah tergesa-gesa dari tiga orang laki-laki, dia adalah taka, kenzo, dan louis.
Ketiganya berlari dengan penuh kecemasan, napas mereka terdengar berat namun tak ada yang memedulikannya. Baru saja mereka menerima kabar dari gema bahwa floyd, sahabat mereka, mengalami kecelakaan parah dan sedang berada di UGD.
Hati mereka dihantui oleh rasa takut yang menusuk, bayangan tentang kondisi floyd yang tak pasti seolah-olah semakin membuat malam itu penuh ketegangan.
Lorong rumah sakit itu tampak sepi, dinding putih bersihnya disorot cahaya lampu neon yang dingin, menciptakan suasana yang muram. Rasa cemas di antara mereka begitu nyata, terlihat dari tatapan mata yang penuh kecemasan dan kepalan tangan yang makin erat.
Taka, yang biasanya bersikap tenang, kini menatap lurus ke depan dengan ekspresi serius, kedua alisnya berkerut, memacu langkahnya tanpa henti.
Di sebelahnya, Kenzo menggigit bibirnya, berusaha menahan amarah dan ketakutan yang bergejolak di dalam hatinya. Sementara itu, Louis, yang selalu menjadi sosok paling ceria di geng, kini hanya bisa menundukkan kepala sedikit, wajahnya penuh kekhawatiran yang jelas terbaca.
Mereka bertiga akhirnya melihat sosok gema berdiri di depan pintu UGD, dengan wajah yang tampak lebih pucat dari biasanya. Gema segera menghampiri mereka begitu melihat ketiganya datang, dan dengan suara lirih namun cemas, ia memberi tahu bahwa kondisi floyd masih belum stabil dan tim medis sedang berusaha sebaik mungkin.
"Mereka belum ngasih tahu banyak... gue cuma bisa nunggu di sini" ucap gema dengan suara berat
Taka mengusap wajahnya, seolah ingin membuang rasa cemas yang bergelayut. "Kenapa bisa begini, gema? apa yang sebenarnya terjadi?"
Gema menghela napas dalam, berusaha menahan emosinya. "Gue juga nggak tahu detailnya. mereka bilang ada yang nabrak mobil floyd"
Kenzo mengepalkan tangannya dengan erat, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang.
Ia memandang pintu ruang gawat darurat itu dengan tatapan penuh rasa bersalah, berbisik pada dirinya sendiri "Kita seharusnya bisa mencegah ini..."
Louis mencoba menguatkan dirinya dan juga teman-temannya. Ia menepuk pundak kenzo dengan lembut, mencoba menenangkan walau hatinya sendiri terasa hancur.
Di tengah lorong itu, mereka berdiri dalam keheningan, saling menopang dan memberi kekuatan satu sama lain, menunggu dengan penuh harap meskipun ketakutan menghantui setiap menit yang berlalu.
Malam terasa begitu panjang dan sunyi, namun dalam kebersamaan itu, mereka berusaha keras untuk tetap tegar.
+
+
+
Pagi itu, sinar matahari yang lembut menyelinap melalui celah tirai, menyapu perlahan ruangan dengan cahaya keemasan yang hangat.
Nata membuka matanya dengan perlahan, merasakan kelelahan yang masih melekat dari malam sebelumnya. Matanya yang masih berat menatap sekeliling kamarnya hening, tak berubah sejak malam sebelumnya.
Tatapannya samar-samar menelusuri sekeliling kamar, matanya yang berat berusaha menyesuaikan dengan pencahayaan pagi yang mulai merembes masuk. Kamar itu tampak biasa saja, tidak ada yang berubah sejak kemarin malam, kecuali nuansa kesendirian yang semakin kental terasa.
Di atas meja kecil di samping tempat tidurnya, kue ulang tahun yang semalam diletakkan dengan harapan sederhana, kini masih utuh, belum tersentuh sedikit pun. Lilin kecil yang seharusnya menyala menjadi simbol harapan, kini tampak layu, tak ada yang mengingatnya, tak ada yang peduli.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby, Nerd Boy [End]
Teen FictionDi Coral Coast High School, Nata dikenal sebagai pria manis yang selalu mencuri perhatian. Dengan gaya bebasnya, dia selalu melawan arus, tidak peduli pandangan orang lain. Hidupnya penuh warna, cerita, dan petualangan yang terkadang mengundang masa...