Suasana di ruang perawatan itu sunyi, hanya terdengar suara samar alat pemantau yang berdetak teratur, menandakan kehidupan yang masih menggantung di antara harapan dan ketidakpastian.
Gema melangkah masuk perlahan, menggenggam erat setangkai bunga lily putih di tangannya, simbol ketulusan dan harapan. Cahaya lembut dari jendela menerangi ruangan dengan keheningan yang khusyuk, menciptakan bayangan yang menyelimuti tubuh floyd yang terbaring diam.
Gema menatap wajah pucat floyd, setiap garisnya terekam jelas di ingatannya, wajah yang biasa penuh dengan tawa kini tampak sunyi dan kaku, tanpa senyum yang ia rindukan.
Perasaan pedih menghantam hatinya, tapi ia tetap tersenyum tipis, mencoba menenangkan perasaannya sendiri. Ia melangkah mendekat, meletakkan bunga itu di meja samping ranjang, sebelum perlahan mengambil kursi dan duduk di samping floyd.
Dengan lembut, gema mengulurkan tangannya, menggenggam tangan floyd yang dingin dan terasa lemah.
"Floyd... ini gue, gema, gue datang lagi" bisiknya pelan, seakan takut memecahkan ketenangan yang melingkupi ruangan.
"Gue di sini. gue nunggu lo bangun, kapan pun lo siap."
Di dalam keheningan itu, gema memejamkan matanya sejenak, berharap dan berdoa, meminta agar floyd segera bangun.
Tanpa disadari, air mata mengalir pelan di pipinya, membasahi tangannya yang masih erat menggenggam tangan floyd. Ia berharap, mungkin dengan sentuhan, floyd akan bisa merasakan kehadirannya dan tahu betapa besar perasaannya, bahwa ia selalu ada di sini, menunggu, tanpa pernah lelah atau menyerah.
Gema mengusap pelan punggung tangan floyd, menyentuhnya seolah takut bahwa kehangatan itu hanya bayangan. Setiap gerakan tangannya begitu lembut, seolah jari-jarinya ingin menghafal setiap lekuk tangan orang yang begitu berarti baginya.
Tatapannya tak lepas dari wajah floyd yang pucat namun damai, wajah yang ia rindukan dalam setiap hari yang berlalu tanpa kehadirannya.
Sesaat kemudian, tanpa ia duga, ia merasakan sentakan kecil pada tangan yang ia genggam erat. Perasaan terkejut campur takjub menghantam dirinya. Gema terdiam, mengamati dengan napas tertahan saat jari-jari floyd perlahan bergerak, seperti memberi jawaban atas panggilan hatinya.
"Floyd?" suaranya tercekat, setengah takut bahwa semua ini mungkin hanya ilusinya belaka. Tapi perlahan, kelopak mata floyd bergerak sedikit, lalu menutup, dan mencoba terbuka lagi.
Hati Gema seolah melonjak penuh kebahagiaan yang meluap. Matanya yang berkaca-kaca, dan ia menutup mulutnya dengan tangan yang gemetar, tak kuasa menyembunyikan rasa syukur yang mendalam.
Selama ini ia hanya bisa berharap dan berdoa dalam kesendirian, dan kini, saat yang ia nanti-nantikan telah tiba.
Gema mendekatkan wajahnya, menunduk dengan senyum lega di antara air mata. "lo kembali, Flo. Gue... gue rindu banget saman lo."
Floyd mengerjapkan mata pelan, tatapannya buram dan lemah, namun senyum kecil terukir di sudut bibirnya seolah memahami betapa dalamnya kerinduan itu.
Gema mencium tangan floyd dengan penuh cinta, berjanji dalam hatinya bahwa ia akan menjaga floyd dengan segenap jiwa dan raga, tidak akan pernah membiarkannya pergi lagi.
Ruangan yang sunyi itu kini terasa hangat dan penuh harapan, seperti dunia yang baru saja terbangun kembali setelah gelap yang panjang.
Bunga yang ia bawa tertinggal di sudut meja, tapi sekarang yang ia pedulikan hanyalah tatapan mata Floyd yang akhirnya kembali menatapnya, menghadirkan rasa yang lebih indah daripada semua bunga di dunia.
Setelehanya gema segera bangkit dengan tangan sedikit gemetar, setengah berlari menuju pintu. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan kegugupannya, sebelum membuka pintu dan memanggil dokter dengan suara yang terengah namun penuh antusiasme.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby, Nerd Boy [End]
Teen FictionDi Coral Coast High School, Nata dikenal sebagai pria manis yang selalu mencuri perhatian. Dengan gaya bebasnya, dia selalu melawan arus, tidak peduli pandangan orang lain. Hidupnya penuh warna, cerita, dan petualangan yang terkadang mengundang masa...