Suasana sore itu terasa hening dan suram, seolah alam pun ikut merasakan keresahan yang ada. Seorang laki-laki manis itu berjalan cepat di sepanjang koridor sekolah yang sepi, matanya penuh kecemasan saat ia mencari sosok tertentu.
Tatapannya tajam, menyapu setiap sudut, berharap menemukan keberadaan archen.
Dia menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri, meski rasa khawatir tak kunjung mereda. Dalam hatinya, ia tak bisa berhenti memikirkan kondisi archen. Meskipun wajahnya jarang menunjukkan ekspresi, ia tahu betul laki-laki itu pasti terluka parah.
Akhirnya, setelah beberapa saat pencarian, ia sampai di lahan kosong di belakang sekolah, sebuah tempat sunyi yang jarang dikunjungi siswa. Di sana, ia melihat sosok yang dicarinya.
Laki-laki berkacamata itu duduk di bangku tua, mencoba mengobati luka di wajahnya dengan kain seadanya, terlihat kesulitan tetapi tetap tenang.
Rasa lega dan khawatir bercampur aduk dalam dirinya. Dia mendekat, dan tanpa berpikir panjang, ia duduk di samping laki-laki itu "chen, lo baik-baik aja?" tanyanya, suaranya bergetar sedikit.
Laki-laki berkacamata itu menoleh, wajahnya datar "Aku baik, hanya sedikit... terluka," jawab archen pelan, berusaha tersenyum meski terlihat sulit.
Nata menatap archen dengan penuh keprihatinan. "Tunggu di sini" katanya, berusaha memberi semangat sebelum berlari menuju ruang kesehatan.
Dengan cepat, ia mencari kotak pertolongan pertama, tangan bergetar saat mengambil plester dan antiseptik. Setiap detik terasa berlalu lambat, pikiran tentang archen yang terluka memenuhi kepalanya.
Saat kembali ke tempat mereka, laki-laki manis itu melihat archen masih duduk di bangku, wajahnya tampak lelah dan nyeri.
Dengan hati-hati, ia membuka kotak pertolongan pertama dan mulai mengobati luka-luka di wajah archen.
Ia membersihkan luka di pipi dan dahi dengan lembut, berusaha tidak membuatnya merasa lebih sakit. Namun, ketika melihat luka yang menghitam dan lebam itu, ia merasakan hatinya hancur.
Hati nata terasa hancur melihat betapa parahnya kondisi archen. Luka-luka itu berdarah, dan wajah datar itu tampak menyakitkan. Dia berusaha untuk tidak menunjukkan kepanikan, namun semakin lama ia mengobati, semakin tidak bisa ia tahan.
Air mata tiba-tiba mengalir di pipinya, dan ia tidak bisa menghentikannya.
"kenapa kau menangis?" tanya archen heran dengan suara yang melembut
"Maaf... gue gak bisa ngelindungi lo" ucap nata, suaranya terisak.
Archen menatapnya, sedikit terkejut dengan reaksi laki-laki manis itu. Ia tahu betul bahwa meski ia berusaha keras untuk terlihat kuat, rasa sakit yang dirasakannya bukan hanya fisik. Ada ketulusan dalam tatapan nata yang menyentuh hatinya.
"Ini bukan salahmu" jawab archen dengan lembut
"sakit chen, sakit banget ngeliat orang yang gue sayang terluka" lirih nata, ia menunduk
Archen meraih dagu nata, mencoba menaikkan pandang laki-laki manis itu agar menatapnya, perlahan tanganya menghapus air mata yang mengalir di kedua pipi nata.
"Aku baik-baik saja nata" ucap archen "Ini hanya luka kecil" lanjutnya dengan lembut mencoba menenangkan laki-laki manis di hadapannya
Mereka saling tatap dalam, seperti menyalurkan rasa sakit dan bingung yang ada di hati mereka, tanpa sadar jarak antara mereka kian menipis, laki-laki manis itu menyatukan bibir mereka
Archen yang awalnya diam kini membalas ciuman itu, mereka saling melumat melepaskan keresahan di hati mereka.
Dalam momen itu, rasa sakit dan air mata menjadi simbol cinta dan kepedulian, mengikat mereka lebih erat dalam ikatan yang tak tergoyahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby, Nerd Boy [End]
Teen FictionDi Coral Coast High School, Nata dikenal sebagai pria manis yang selalu mencuri perhatian. Dengan gaya bebasnya, dia selalu melawan arus, tidak peduli pandangan orang lain. Hidupnya penuh warna, cerita, dan petualangan yang terkadang mengundang masa...