Di sebuah ruangan kosong dengan cahaya remang-remang yang terletak di belakang gedung sekolah, dua laki-laki tampak sedang berbincang dengan nada serius yang nyaris mendekati perdebatan.
Suasana tegang memenuhi ruangan sempit itu, cahaya matahari sore yang redup hanya masuk melalui celah kecil di jendela, memberi bayangan samar pada wajah mereka yang terlihat keras dan penuh emosi.
Laki-laki pertama, melipat tangannya dengan rahang yang mengeras. "Kalian melakukan hal bodoh itu lagi?" suaranya rendah tapi tajam, menunjukkan kekhawatiran yang jelas.
Laki-laki kedua, mengenakan hoodie gelap itu menatap santai laki-laki dihadapanya "Iya, emang kenapa? lo gak ada hak ngelarang kita" tegasnya
"Kalian gak ada kapok-kapoknya yah, seharusnya kalian berhenti setelah kejadian itu"
Laki-laki kedua tampak menahan emosi "gak usah bahas-bahas masalah itu lagi" tekannya
"kalian gila!, kalau sampai ada korban lagi gue bakal bongkar kejahatan kalian" ancam laki-laki pertama
Mendengar itu laki-laki yang mengenakan hoodie gelap itu menarik kerah kemeja laki-laki pertama "kalau lo berani nge bongkar rahasia kita, siap-siap aja lo bernasib sama kayak dia"
Percakapan itu berakhir dengan kepastian yang suram. Mereka berdua berpisah, meninggalkan ruangan kosong itu dengan hanya suara langkah mereka yang menghilang di kejauhan, membawa rahasia gelap yang tak seorang pun tahu.
+
+
+
Saat ini nata berada di kamarnya, ia terbaring terlentang di atas kasur dengan mata yang terus terpaku pada langit-langit kamar, pikirannya dipenuhi kekhawatiran yang tak bisa ia kendalikan.
Ponselnya tergeletak di sampingnya, layar ponsel sudah beberapa kali ia periksa berharap ada pesan balasan dari archen. Namun, layar itu tetap sunyi.
Perasaan rindu semakin menekan hati nata. Meski baru beberapa jam sejak mereka bertemu di sekolah, rasanya seakan waktu berjalan lebih lambat dari biasanya.
Ia terus memikirkan archen, senyumnya, suaranya, dan bahkan tatapan seriusnya saat mereka belajar bersama. Sesekali nata tersenyum kecil saat mengingat momen-momen itu, tetapi tak lama senyumnya menghilang, tergantikan dengan kecemasan yang tak bisa ia abaikan.
Sambil mendesah pelan, nata bergumam, "Kenapa lama banget, sih, lo bales, chen..." ucapnya terdengar lemah dan menggantung di udara kamar yang hening.
Ia menggigit bibirnya, bingung dengan perasaan yang terus bergejolak. Haruskah ia mengirim pesan lagi atau menunggu sedikit lebih lama? Pikirannya terus berputar-putar, mencari alasan yang bisa membuat hatinya sedikit tenang.
Mengetahui kalau menunggu hanya akan semakin membuatnya cemas, nata akhirnya mengambil ponsel dan mengetik pesan lagi,
"Chen, lo lagi sibuk, ya? gue cuma mau tahu kabar lo..."
Setelah mengirimnya, ia menggenggam ponsel erat-erat di dadanya, seolah-olah dengan begitu pesannya akan sampai lebih cepat ke archen.
Ia menatap langit-langit kamar dengan harapan, seperti malam yang tenang menunggu bintang muncul, ia menunggu balasan archen yang mungkin akan membuat segalanya terasa lebih baik.
+
+
+
Beberapa hari ini terasa berat bagi nata, bukan hanya karena ujian yang menguras tenaga, tetapi juga karena satu hal yang lebih membuatnya resah, adalah archen.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby, Nerd Boy [End]
Teen FictionDi Coral Coast High School, Nata dikenal sebagai pria manis yang selalu mencuri perhatian. Dengan gaya bebasnya, dia selalu melawan arus, tidak peduli pandangan orang lain. Hidupnya penuh warna, cerita, dan petualangan yang terkadang mengundang masa...