"Gue bangga sama lo. Meskipun hidup lo lagi susah kayak gini, lo gak hubungin gue dan mau berjuang sendiri." Mahen menepuk bahu sang adik dengan bangga.
"Setidaknya ini yang bisa gue lakuin saat ini," timpal Jidan.
"Atau gini aja, lo kerja di perusahaan, Papa. Jadi, lo itu gak nganggur-nganggur amat lah ada kegiatan positifnya," tawar Mahen.
"Lo juga tau sendiri 'kan gue gimana? Gue sama sekali gak ada bakat apapun di bidang kayak gitu," balas Jidan.
"Dicoba aja belum. Sayang lho, ijazah S1 lo itu kalo gak dipake. Semoga aja ini jadi awal karier lo," bujuk Mahen.
Terlihat Jidan terdiam sejenak memikirkan tawaran dari kakaknya itu. Ia ingin sekali, tetapi ia sama sekali tidak ada bakat dalam bidang tersebut.
"Kalo lo mau, gue bisa urus kok. Lo mau jabatan apapun di sana, gue bakalan urus, asal lo harus bener-bener mau, gimana?" bujuk Mahen lagi.
"Entar deh gue pikirin lagi, gue gak bisa janji," jawab Jidan yang masih bingung.
"Gue yakin, lo bisa kok. Kalo gue bisa, kenapa lo nggak, ya 'kan?"
"Iya-iya, nanti gue usahain. Bawel amat sih, lo!" ledek Jidan.
"Bukan bawel, tapi gue ini peduli sama lo. Sekarang, cuma sisa kita berdua, Mama sama Papa udah gak ada, udah seharusnya gue peduli sama lo!" Mahen mendorong tubuh Jidan pelan.
"Makasih ya, Bang."
"Gak perlu kali, ini 'kan tugas gue sebagai abangnya, lo!" Mahen menyentil dahi Jidan dengan keras.
"Biasa aja kali, gak usah sentil-sentil juga, sakit nih!" kesal Jidan menatap tajam Mahen.
"Lebay amat." Mahen bangkit, "Ya udah, gue masuk dulu. Pikirin baik-baik tawaran gue, oke?"
"Iya-iya, lo bener-bener cerewet jadi cowok. Heran gue, punya sodara kek lo," kata Jidan.
Tak ada tanggapan dari Mahen, lelaki itu langsung saja pergi masuk ke dalam rumah meninggalkan Jidan yang masih duduk di kursi taman rumah.
Jidan membuang napasnya panjang, melepaskan beban yang ada dalam hati dan pikirannya.
"Hey," sapa Ashella, duduk di samping Jidan.
"Kamu, kok kamu ke sini?" tanya Jidan saat Ashella datang dan duduk di sampingnya.
"Gak papa, mau aja," jawabnya.
"Gimana ngobrol sama, Kak Mahen?" Ashella tiba-tiba bertanya seperti itu.
"Maksudnya?"
"Kamu udah lama gak deep talk kayak tadi sama Kak Mahen, gimana rasanya?" ulang Ashella.
"Lumayan plong sih," jawab Jidan.
"Jidan." Ashella menyandarkan kepalanya pada tubuh Jidan.
"Hmm?"
"Kamu tau, dulu waktu kamu pertama kali datang ke rumah aku, aku sempet berharap kalo yang jadi suami aku itu, Kak Mahen," ujar Ashella.
"Kok gitu?"
"Ya, siapa coba yang bakalan nolak spek kayak dia? Dia dewasa, punya kerjaan yang jelas, bijaksana, yang paling penting, ganteng banget," ungkap Ashella membuat darah Jidan mendidih karena telah memuji-muji kakaknya itu.
"Lanjut."
"Tapi, ternyata kamu berubah pikiran dan gak nolak perjodohan itu. Pasti, kalo kamu nolak aku yang jadi istrinya, Kak Mahen sekarang, ya nggak?" Ashella menoleh pada Jidan.
"Mana gue tau, lo pikir aja sendiri!" balas Jidan ketus.
"Kamu cemburu?"
"Nggak," elak Jidan.
"Terus, kenapa lo-gue gitu ngomongnya?"
"Gak papa."
"Jidan, denger ya baik-baik. Cemburu itu tandanya cinta, dan kamu bilang gak cemburu, berarti kamu gak cinta sama aku?"
"Gak gitu juga!" bantah Jidan.
"Ya udah, bilang aja sih kalo gak cinta mah, gak usah pake drama-drama segala," kata Ashella menyindir Jidan.
"Siapa yang bilang aku gak cinta, hah? Siapa yang bilang?!"
"Kamu sendiri yang bilang. Kalo kamu gak cemburu artinya kamu gak cinta, ya 'kan?" desak Ashella.
"Oke-oke. Aku cemburu," final Jidan.
"Gitu dong! Susah banget tinggal jujur aja kenapa sih?"
Beberapa hari kemudian.
"Jidan, lo ke sini?" sapa Naufal ketika Jidan datang ke basecamp Orion.
"Iya, ada yang mau gue omongin sama kalian semua," jawab Jidan duduk di atas drum minyak kosong yang berada di depan semua anggota-anggotanya.
"Omongin soal apa?" sahut Leo.
"Jadi gini... Bang Mahen saranin gue buat kerja di kantor bokap gue, dia mau biar gue bisa kerja dan dapetin hasil dari kerjaan itu dan bisa hidupin Shella buat ke depannya," jelas Jidan.
"Terus, masalahnya di mana sampe-sampe lo rundingin sama kita-kita?" timpal Ezra.
"Kalo gue terima saran itu dan kerja di sana, otomatis gue bakalan sibuk dan gue juga pasti bakalan jarang banget ke sini, nengokin kalian. Gue tuh jadi bingung sebenernya." Jidan memberitahukan keluhannya.
"Iya juga ya, kalo Jidan kerja di sana kita semua pasti bakalan jarang banget lo tengokin," ujar Malik.
"Komo mun henteu mereun, si Jidan moal mungkin kitu-kitu wae hirup na," komentar Rija.
"Apalagi sekarang Shella kebutuhannya dia banyak banget, dan itu penting," lanjut Jidan.
"Wait... wait... kata-kata lo ada yang bikin gue bingung nih. Maksud dari kata, 'sekarang Shella kebutuhannya banyak banget', itu apa? Maksudnya sekarang dia lagi..."
"Gue rasa gue perlu jawab kebingungan lo itu, karena jawaban gue sama, sama yang ada di pikiran lo sekarang," kata Jidan pada Naufal yang kebingungan.
"Sejak kapan?! Kok lo gak kasih tau kita berita sepanas ini?" tanya Naufal begitu antusias.
"Belum lama sih, dan niatnya hari ini juga gue mau kasih tau. Tapi, kayaknya kalian udah tau duluan," jawab Jidan tersenyum tipis, ia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya saat ini.
"Nah... oleh sebab itu, menurut kalian gue harus gimana sekarang?"
"Sebenernya kita semua gak rela kalo lo harus ninggalin kita semua, tapi ini semua demi calon keponakan kita, ya udah kita rela, ya nggak?" ucap Naufal meminta pendapat pada anggota yang lain.
"Betul!" Malik.
"Gue setuju." Leo.
"Ahh, teu ridho aing mah, tapi kembae da jang kaalusan, setuju wae lah." Rija.
"Tapi, gue gak setuju sama apa yang dibilang sama lo, Fal," kata Jidan membuat semuanya kebingungan.
"Lah, emang ada yang salah?" tanya Naufal bingung.
"Gue gak bakal ningalin kalian semua, gue cuma bakalan jarang ke sini aja bukan mau out dari Orion Universe," jawab Jidan.
"Yaelah, beda dikit aja anjir."
"Beda kata beda arti, bos!"
"Ya udah sih."
Setelah mendapat persetujuan dari semua anggota Orion Universe, Jidan segera pulang untuk membicarakannya pada Mahen agar segera bisa diurus keperluan untuk kerjanya.
Ting!
Suara notifikasi masuk. Jidan segera menepi di sisi jalan, mengambil handphonenya dan membaca pesan yang masuk ke handphonenya itu.
Lanjut? Jangan lupa komen di bawah 👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan dengan Ketua Geng: Season 2
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA!] "Shella, kamu masih hidup, atau cuma ilusi aku aja?" Jidan