Jidan langsung berlari ke warung-warung kecil untuk menukarkan uang lembarannya dengan uang koin.
"Bang, saya mau nukerin duit, ada nggak?" tanya Jidan pada pemilik warung yang tak jauh dari Playground.
"Emang berapa?" tanyanya balik.
"Seratus ribu, Bang," jawab Jidan.
"Mau ditukerin sama berapaan?"
"Duit recehan," jawab Jidan.
"Banyak banget, emang buat apaan?" tanya pemilik warung itu sedikit kaget.
"Duhh, kalo diceritain mah kelamaan, Bang. Saya butuh banget, kalo nggak... bakalan hancur hidup saya, Bang," mohon Jidan begitu sangat menjiwai, membuat pemilik warung itu percaya.
"Iya deh. Bentar, saya ambil dulu uang recehannya." Pemilik warung itu langsung membuka lacinya dan mengeluarkan uang koin yang sudah ditata rapi dengan dimasukan ke dalam kantong plastik untuk es loli.
Ia terlihat sangat lihai menghitung uang-uang koin tersebut. Jidan yang melihatnya merasa takjub melihat pemilik warung itu begitu lihai menghitung uang recehan yang begitu banyak.
"Ini Mas, uang recehannya." Pemilik warung memberikan sepuluh kantong uang koin, yang masing-masing dalam satu kantong berisi sepuluh ribu.
"Bang, saya minta lima kantong aja, sisanya buat Abang," ucap Jidan.
"Makasih, Mas."
"Sama-sama."
Setelah mendapat uang recehan itu, Jidan berlari kembali ke Ashella yang sedang menunggu Jidan.
"Dapet uangnya?" tanya Ashella.
"Dapet," jawab Jidan.
"Mana?" Ashella menyodorkan tangannya, meminta uang recehan yang tadi ia minta.
"Ini, lima kantong penuh!" Jidan menyimpan kantong yang berisi uang pada telapak tangan.
Senyum bahagia terukir di bibir Ashella setelah melihat lima kantong berisi uang itu di telapak tangannya.
"Makasih, Aa!" Ashella langsung memeluk Jidan dengan erat. Ia begitu bahagia karena Jidan sudah mengabulkan permintaannya.
"Sama-sama."
"Ya udah sana, buruan main."
"Siap, Aa."
Ashella memasukan satu koin ke mesin capit, mesin tersebut secara otomatis hidup. Tanpa menunggu lama, Ashella mulai menggerakkan mesinnya, ia terus menggerak-gerakkannya ke kiri dan ke kanan, agar bisa men-capit boneka-boneka di dalamnya.
Sebelum waktunya habis, Ashella dengan cepat menekan tombolnya. Pen-capit itu langsung men-capit salah satu boneka.
"Dapet, dapet, dapet!" Ashella mengepalkan kedua tangannya, berharap memenangkan salah satu boneka tersebut.
Namun, pen-capit itu tidak berhasil mengambil bonekanya.
"Yahh, gak dapet," ujar Ashella sedih.
"Sini, biar aku yang coba." Kali ini Jidan yang mencoba, namun tetap sama seperti yang dicoba Ashella, gagal.
"Sama aja. Sini koinnya, biar aku coba lagi, payah kamu mah!" Ashella terus memasukkan koin terus menerus dan mencobanya berkali-kali, dan hasilnya tetap nihil.
"Ih! Kenapa gak keluar-keluar sih, boneka?! Capek tau nggak?!" Ashella menggoyangkan mesinnya agar bonekanya keluar. Namun, yang dilakukannya itu sia-sia, boneka itu satupun tak ada yang keluar.
"Eh-eh! Gak boleh dirusak dong, punya orang ini..." Jidan mencoba menenangkan Ashella yang sudah kepalang kesal.
Jidan menarik kedua lengan Ashella, menghadap padanya.
"Jangan marah-marah terus, inget... ini punya orang. Kesel boleh, asal jangan rusakin barang orang, paham?" ujar Jidan menasehati Ashella baik-baik."Iya, tapi–" Ashella berhenti, "Udahlah."
"Mana koinnya, masih ada nggak? Biar aku yang cobain, semoga aja kali ini berhasil," ucap Jidan meminta uang koin pada Ashella.
"Cuman sisa satu," balas Ashella, meletakan uang koinnya pada telapak tangan Jidan.
"Gila, duit lima puluh ribu recehan cuman sisa satu," kaget Jidan dalam hati.
"Gak papa." Jidan mengumpulkan niat terlebih dahulu sebelum memasukkan uang koin ke dalam mesin. Matanya menoleh ke sisi kirinya, di sana ada satu lagi mesin capit dan sedang dimainkan oleh sepasang kekasih.
Gadis di samping itu mencium pipi kekasihnya, dan tak lama lelaki yang baru saja dicium itu langsung berhasil memenangkan boneka yang ada di dalam mesin.
"Kamu liatin apa sih, fokus banget?" tanya Ashella yang penasaran dengan apa yang dilihat oleh Jidan, ia pun ikut menoleh.
"Aku tau kenapa kita dari tadi gak menang terus," kata Jidan masih menatap pasangan tadi.
"Kenap–"
Cup!
Belum selesai Ashella bertanya, Jidan tiba-tiba mencium pipi kanannya dan langsung memasukan koinnya.
Benar saja, belum beberapa detik ia memainkannya, ia sudah berhasil memenangkan satu boneka beruang putih itu.
"Lho?" Ashella terkejut dengan keajaiban yang baru saja terjadi.
"Bener 'kan apa yang aku bilang?" kata Jidan sembari mengambil bonekanya dan memberikannya pada Ashella.
"Kok bisa mujarab kayak gitu sih? Ajaib." Ashella masih terkagum-kagum.
Matahari sudah berada tepat di atas kepala, menunjukkan jika waktu sudah mulai siang. Jidan dan Ashella masih belum pulang, mereka masih asyik bermain di Playground.
"Kita istirahat dulu, capek." Jidan dan Ashella duduk di kursi besi di bawah pohon, berteduh dari panasnya matahari.
"Iya, aku juga capek." Ashella mengipasi dirinya yang kepanasan. "Tapi, banyak senengnya daripada capeknya."
"Aku beli minum dulu ya, di depan. Kamu, tunggu di sini bentar, jangan ke mana-mana, kalo ada apa-apa langsung telpon aku, oke?" Jidan bangun hendak pergi.
"Siap, Boskuhhh."
Selang beberapa menit kemudian.
Ashella sedang memainkan handphonenya sembari menunggu kedatangan Jidan. Sepasang kaki muncul di depannya.
"Kamu kok lama banget?" tanya Ashella mendongak, bukannya Jidan yang lihat malah orang lain.
"Devan?"
"Hai," sapa Devan dengan tersenyum ramah.
"K-kamu ngapain di sini?" tanya Ashella terbata-bata, ia ketakutan ketika melihat mantannya itu.
"Kok gue nyapa gak lo bales, lo masih marah soal beberapa tahun yang lalu, yang gue tusuk perut lo?" Devan mengalihkan pembicaraan.
Devan berjalan mendekati Ashella.
"Gue kangen banget sama lo, Shell. Selama ini gue kira lo udah meninggal, ternyata lo masih hidup. Kenapa lo gak pernah kasih tau kalo lo masih hidup?" tanya Devan."Devan, jangan deket-deket, berhenti di sana!" pinta Ashella, keringat dingin mulai bercucuran di dekat telinganya.
"Kenapa, lo gak kangen sama gue, hah? Tega banget." Bukannya berhenti, Devan malah semakin dekat.
"Devan, please berhenti jangan deketin aku, kalo nggak..."
"Kalo nggak, lo mau ngapain? Mau teriak minta tolong? Hahahaha!" Devan tiba-tiba tertawa, "Orang-orang sekarang udah pada pergi, lo teriak pun gak ada gunanya."
"Aku bakal telpon Jidan dan kasih tau kalo kamu ada di sini sekarang," ancam Ashella.
"Oh, lo mau ngancem gue, iya?!" Devan mencengkram pergelangan tangan Ashella dengan kuat, membuat gadis itu meringis kesakitan.
"Devan, aku serius ya sama kamu, aku bakalan telpon dia!"
"Lo pikir gue takut gitu sama si Jidan itu? Enggak sama sekali! Yang ada... dia takut sama gue." Devan menyeringai.
Saat Devan lengah, Ashella tanpa ragu menginjak kaki Devan, otomatis lelaki itu melepaskan cengkeramannya.
Lanjut? Jangan lupa komen di bawah 👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan dengan Ketua Geng: Season 2
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA!] "Shella, kamu masih hidup, atau cuma ilusi aku aja?" Jidan