"Shella, kamu di mana? Aku udah cari kamu ke mana-mana, tapi kamu nggak ada. Sebenernya kamu di mana sekarang?" Jidan berkacak pinggang, kelelahan karena berlari ke sana ke mari dan tidak kunjung juga menemukan Shella.
***
Ashella terus saja melamun dan tidak memperhatikan jalannya. Hingga ia tak sadar jika ada sebuah mobil yang sedang melaju dan ia malah menyebrang.
Tid! Tid! Tid!
Suara klakson mobil begitu keras, namun Ashella tidak mendengarnya karena sedang melamun.
Hep!
Ashella ditarik tangannya dari belakang secara tiba-tiba, menyelamatkannya dari mobil yang sedang melaju.
"Jalan tuh liat-liat dong pake mata, ngapain ada mata kalo gak dipake?!" bentak si pengendara mobil yang berhenti sejenak lalu pergi kembali.
Napas Ashella tersengal-sengal karena panik. Segera ia menoleh ke arah seseorang yang menarik tangannya itu.
"Jidan?"
"Kamu nggak papa? Ada yang luka nggak?" tanya Jidan panik. Ashella menggeleng.
Grep!
Jidan langsung memeluknya dengan erat, "Please, jangan lakuin hal itu lagi."
Ashella melepas pelukannya, "Jidan, lepas."
Jidan menatapnya dengan tatapan kebingungan.
"Ngapain kamu ke sini? Bukannya kamu gak mau disentuh-sentuh sama cewek munafik kayak aku?" ketus Ashella.
"Shella, aku minta maaf. Seharusnya aku–"
"Kamu..."
"Iya, aku udah tau semuanya," sela Jidan seakan tahu apa yang ada di pikiran istrinya itu. "Aku udah tau kalo kamu itu sebenernya Shella, dan Ashella cuma nama pura-pura kamu."
"Aku minta maaf karena gak jujur sama kamu dan malah bikin identitas baru," ucap Ashella mengaku salah.
"Tapi, kenapa kamu gak jujur sama aku dari awal?" timpal Jidan.
"Sebenernya aku..." Ashella menceritakan semuanya yang ia ketahui, dari awal hingga akhir.
"Jadi, cewek yang meninggal itu bukan kamu?" ujar Jidan.
"Lho, kamu ngira aku itu udah meninggal gitu?" tanya Ashella menatap tajam Jidan.
"I-iya. Karena waktu itu..." Jidan menceritakan keadaannya saat ia ke rumah sakit bersama Erik dan berebutan dokter.
"Tega banget kamu. Seharusnya kamu tuh buka dulu selimutnya jangan langsung mikir itu aku!" marah Ashella.
"Ya maaf, 'kan aku nggak tau," ucap Jidan mengaku salah. "Tapi, kenapa setelah sadar kamu gak datengin aku? Dengan begitu hutang-hutangnya bakalan lunas dan kamu gak bakalan dikejar-kejar sama preman-preman itu, bahaya tau!"
"Emm... aku takut preman-preman itu apa-apain kamu seperti yang kamu alamin sekarang," ungkap Ashella.
"Sekali lagi aku minta maaf karena udah marah-marah sama kamu, seharusnya aku tanya alasannya dulu ke kamu dan bukannya marah sama kamu. Maaf ya..." ucap Jidan meminta maaf kembali.
"Bukan salah kamu."
"Enggak, ini salah aku," ujar Jidan.
"Salah aku, Jidan!"
"Salah aku, Shella!"
"Salah aku!"
"Iya, salah kamu," final Jidan.
"Lho, kok aku jadi yang salah? Kamu nyalahin aku, maksudnya?" ucap Ashella tak terima.
"Lah, 'kan tadi kamu yang bilang kalo kamu–"
"Kamu apa? Aku yang salah maksud kamu, hah?" sungut Ashella.
"Gak, gak jadi," balas Jidan dengan cepat. Ia tak ingin melanjutkan lagi kata-katanya, karena jika ia lanjutkan Ashella akan merajuk dan susah sekali untuk dibujuk.
Setelah disusul oleh Jidan, Ashella pun tidak jadi pergi dan kembali ke rumah asalnya.
Keesokan paginya. Ashella sedang memasak di dapur, dan Jidan hanya berdiri di sampingnya sembari menyilangkan kedua tangannya dan memandangi wajah istrinya itu yang sudah lama tak ia pandang.
"Ini ayamnya mau pake cabe atau enggak?" tanya Ashella yang sedang sibuk mengolah daging ayam.
"Terserah kamu," jawab Jidan.
Ashella menatap tajam Jidan. "Kamu setiap aku tanya, jawabannya terserah mulu. Kamu sebenernya dengerin aku nggak sih?"
"Iya-iya, maaf." Jidan cengengesan.
Ceklek!
"Jidan!" Sasha membuka pintu rumah dengan membawa rantang di tangannya, "Ini, Mama bawain sarapan buat kamu."
Ashella dan Jidan menoleh ke arah Sasha. Sasha seketika mematung melihat gadis yang berada di sisi Jidan.
"Mama?" Kedua mata Ashella berbinar melihat kedatangan ibunya itu.
"S-shella, k-kamu mas-sih hid-dup?" Ucapan Sasha terbata-bata ketika melihat anak satu-satunya itu berdiri di depannya.
Ashella segera meninggalkan pekerjaannya dan langsung berlari ke arah Sasha dan memeluknya.
"Mama... aku kangen banget sama, Mama..." tangis Ashella pecah.
"Shella, kamu baik-baik aja, Nak?" Sasha mengelus lembut rambut Ashella.
"Iya," balas Ashella dengan menganggukkan kepalanya. Sasha melepaskan pelukannya lalu mencium kening putrinya itu.
***
"Kenapa baru sekarang kamu muncul, kamu ke mana aja selama ini?" tanya Sasha duduk di samping Ashella, tak lupa tangan Ashella digenggam di atas meja.
"Selama ini aku..." Ashella menceritakan semuanya pada Sasha tanpa ia lewatkan sedikitpun.
"Sekarang mereka masih ada?" tanya Sasha tentang keberadaan Riana dan Chelly.
"Tante Riana udah meninggal, Ma. Chelly tinggal berdua sama aku. Aku niatnya mau dia ajak tinggal bareng di sini, tali dia nolak. Jadi... apa boleh kalo dia tinggal bareng, Mama?" Ashella menatap wajah ibunya dengan penuh permohonan.
"Ya pasti boleh dong! Dia udah jagain kamu, dan sekarang Mama yang jagain dia," balas Sasha tanpa rasa keberatan sedikitpun.
"Oke kalo gitu, nanti aku jemput dia." Sasha mengangguk.
***
"Kamu tadi bilang mau ajak sepupu kamu itu tinggal di sini?" ujar Jidan sambil menyimak Ashella yang sedang mencuci piring bekas mereka sarapan tadi.
"Iya. Aku kasian sama dia, dia itu masih jomblo dan tinggal sendiri. Apalagi sekarang aku gak ada, gak ada yang jagain dia, tapi dia nolak," balas Ashella.
"Bagus sih, dia nolak. Lagipula aku gak setuju dia tinggal bareng kita. Dia itu cuma sepupu dan dia gak berhak tinggal di sini," timpal Jidan sembari memindahkan piring-piring yang sudah dicuci tersebut ke rak.
"Tapi, dia itu udah bolehin aku tinggal di rumah dia. Apa salah aku balas budi?"
"Gak ada yang salah, Sayang. Tapi, bukan berarti karena kamu mau balas budi biarin dia tinggal di sini sama kita. Dia itu masih single, dan kita berdua suami istri," papar Jidan.
"Jadi, keputusan kamu buat dia tinggal sama Mama itu keputusan yang baik."
Ashella tiba-tiba berbalik badan dan menghadap Jidan. Melihat itu, Jidan langsung menjatuhkan tubuhnya, tetapi ditopang oleh kedua tangannya yang berpegangan pada tembok wastafel.
"Jidan, apa kita cari jodoh ya buat dia? Biar dia itu ada yang jagain dan gak kesepian juga," usul Ashella.
"Cari jodoh?" Jidan menaikan satu alisnya. Ashella mengangguk.
Lanjut? Jangan lupa komen di bawah 👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan dengan Ketua Geng: Season 2
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA!] "Shella, kamu masih hidup, atau cuma ilusi aku aja?" Jidan