Tak lama setelah itu, Marsel diberitahukan meninggal karna dibunuh. Sejak saat itu, Mahen harus menerima nasibnya bekerja di perusahaan Marsel bersama ibunya.
***
"Gue tau, dari dulu lo cuma kerja, kerja, kerja dan kerja. Lo gak tau punya temen yang satu seperjuangan," kata Jidan.
"Iya, lo bener. Gue gak tau rasanya punya temen seperjuangan, karena dari dulu gue cuma kerja," ucap Mahen menanggapi perkataan adiknya itu.
"Tapi, lo harus tau, Dan... gue kayak gini bukan kemauan gue juga, tapi ini amanah dari, Papa. Gue juga pengen punya temen-temen kayak lo, tapi gue bisa apa?"
"Maksud lo apa?" Jidan kurang mengerti dengan perkataan Mahen.
"Gue juga pernah mau ikutan geng motor kayak lo, bahkan gue ikutan geng motor sebelum lo ikutan, cuma gue gak kasih tau Mama sama Papa, karena gue takut," ungkap Mahen.
"Seriusan lo?"
"Iya. Tapi itu semua gak lama setelah Papa tau kalo lo juga ikutan dan larang-larang lo, gue jadi takut. Tapi, di saat gue mau jujur, Papa minta gue urus perusahaan sama Mama karena lo gak bisa dipercaya," jelas Mahen dengan mata yang berkaca-kaca.
"Mungkin dari luar gue ini biasa-biasa aja bahkan keliatan gak suka liat lo sama geng lo, tapi di dalem lubuk hati gue ini... gue iri banget."
Jidan merasa bersalah karena sudah mengatai kayaknya itu. Ia tidak tahu itu semua, ia tidak tahu jika selama ini kakaknya selalu merasa iri melihat ia dan gengnya yang selalu bersama.
"Hati gue sakit, Dan..."
"Bang, gue minta maaf, gue..."
"Kalo aja bukan Papa yang minta mungkin masih bisa gue tolak, tapi ini Papa," lanjut Mahen.
Ternyata selama ini beban yang selalu dipikul oleh Mahen ini begitu berat, dan ia menganggapnya dengan begitu enteng.
Jidan keluar dari ruangan kerja Mahen dengan perasaan bersalah.
"Beban Bang Mahen ternyata seberat itu, dia pikul sendirian karena gue gak bisa diandelin sama Papa," gumam Jidan.Mulai dari saat itu, Jidan bertekad untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dan tidak akan mengecewakan kepercayaan Mahen yang diberikan padanya. Ia ingin menebus kesalahannya dahulu.
Jidan berjalan menghampiri istrinya yang sedang sibuk makan sate yang ia bawa tadi di meja makan.
"Enak?"
"Enak banget, kamu harus coba," jawab Ashella sambil memakan satenya.
Namun, saat Jidan hendak mencicipi, kertas nasi yang berisi sate itu tidak ada hanya tersisa sambal kacangnya saja.
"Buat aku mana?" tanyanya.
"Kan ini khusus buat aku, ngapain kamu nanyain bagian kamu mana?" timpal Ashella.
"Lah, 'kan tadi kamu minta aku buat nyobain, tapi malah gak ada," balas Jidan.
"Maksud aku tuh kamu beli lagi buat nyobain. Lagipula 'kan aku tadi bilang, gak mau, kamu gak denger?"
"Ya denger, tapi..."
"Ya udah, bukan salah aku."
"Yaelah, padahal gue juga mau, tapi malah gak disisain, sakit banget dada gue cok!" gumam Jidan pelan, memegangi dadanya.
"Kalo mau tuh beli yang banyak, ya kalo belinya sepuluh tusuk gak bakalan lama juga abis," kata Ashella.
"Salah gue juga sih, udah tau sekarang Shella makan tuh gak sendirian, gue malah belinya pas banget gak dilebihin dikit," sesal Jidan dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan dengan Ketua Geng: Season 2
Novela Juvenil[FOLLOW SEBELUM BACA!] "Shella, kamu masih hidup, atau cuma ilusi aku aja?" Jidan