Part 22

117 6 1
                                    

"Kamu jangan bawa-bawa orang lain sama masalah kita. Dia itu niatnya baik mau bikin adiknya seneng, dan dia itu gak ada perasaan apa-apa sama aku. Tolong jangan kayak gitu lagi," pinta Ashella.

"Udah jelas-jelas dia ngajak aku balapan itu karena dia mau kamu, dengan cara jadiin kamu bahan taruhan," bantah Jidan.

"Lagipula kenapa kamu harus kesinggung kalo aku bawa dia ke dalam masalah kita? Kamu sekarang udah suka sama dia, iya, gitu?"

"Siapa yang kesinggung? Aku cuma–"

"Cuma apa, hah? Udah jelas banget kamu gak suka aku bawa-bawa nama dia, kamu suka 'kan sama dia, ngaku kamu," sela Jidan membuat Ashella tersudutkan.

"Ngaco kamu!"

"Kamu yang ngaco! Udah jelas-jelas terbukti."

"Aku gak ngerti lagi sama pikiran kamu, gak ada gunanya aku ngomong sama kamu, karena sampai kapanpun juga kamu gak akan berubah, tetep gak mau ngalah cuman karena harga diri!" kata Ashella menyindir Jidan.

"Emang kamu nyaman gitu, kalo harga diri kamu diinjek-injek? Gak enak 'kan? Sama aku juga! Coba deh kamu mikir pake logika, jangan kamu terus salahin aku terus. Seakan-akan yang salah itu cuma aku doang, padahal kamu juga ikut andil penyebab masalah ini," timpal Jidan.

Setiap wanita tidak ingin mengaku salah, meskipun ia juga mungkin bersalah. Tetapi mereka tak akan pernah mau mengaku dan meminta maaf sebelum pasangannya mengaku dan meminta maaf, itulah yang dirasakan Ashella saat ini.

"Kenapa diem, sadar kamu sekarang?" tanya Jidan, karena Ashella terdiam tak membalas ucapan Jidan yang panjang tadi.

"Gak," jawab Ashella singkat dan membuang muka.

"Inget, sumber masalah ini muncul karena kamu berhubungan sama dia dan dia semakin lama kenal sama kamu, dia timbul rasa suka dan rasa suka yang semakin dalam itu buat dia nekat datengin aku minta aku cerain kamu, karena dia mau milikin kamu," ujar Jidan mengingatkan Ashella.

"Perlu aku bilang berapa kali lagi sih, aku sama dia gak punya perasaan apa-apa," tegas Ashella.

"Tapi, dia punya perasaan sama kamu!" kekeuh Jidan.

"Terus, aku harus gimana hah? Aku jauhin dia gitu, dia pasti ngerasa aneh kalo aku jauhin dia tiba-tiba. Apalagi Zena..."

"Dia adik kamu, dia keluarga kamu? Sampe-sampe kamu sulit buat jauh-jauh sama mereka," tanya Jidan kesal sekali, karena Ashella terlalu mementingkan Zena dan Fauzan.

"Kalo kamu masih anggep aku ini suami kamu, tolong... jaga jarak sama mereka berdua, hargain aku yang selalu cemburu liat kamu berhubungan sama cowok itu. Inget, sekarang bukan cuma kamu yang jatuh cinta, aku juga sama."

"Please, jangan buat rasa cinta aku jadi benci cuma karena Fauzan. Kamu tau, waktu aku cinta sama kamu itu gak sebentar. Tolong hargain usaha aku, ya..."

"Kamu pikir mudah maafin kamu? Hati aku sakit tau, kamu jadiin aku bahan taruhan!" kata Ashella menolak permintaan dari Jidan.

"Taxi, Pak!" Ashella memberhentikan taxi yang lewat, lalu masuk ke dalam taxi tersebut.

"Shell, Shella!" panggil Jidan dari balik kaca mobil taxi itu dengan mengetuk-ngetuk kacanya.

"Aku udah minta maaf sama kamu, masa kamu gak mau maafin aku?"

Ashella membuka kaca mobil taxi tersebut.
"Aku butuh waktu buat mikirin ini semua. Lebih baik kamu pergi dari sini sekarang, jangan deket-deket aku, dan jangan nampakin muka kamu lagi di depan aku," jawab Ashella tanpa mengalihkan pandangannya dan menatap ke depan.

"Shella, masalah kita belum selesai–" Jidan hendak mengatakan hal lain lagi, tetapi Ashella menutup kaca mobilnya dan tangan Jidan berada di atas kaca itu.

"Shell, Shella! Please dengerin aku dulu!" mohon Jidan. Namun, Ashella hanya diam dan menyuruh supir taxi itu untuk pergi membiarkan Jidan yang memohon-mohon.

"Mbak, itu Masnya gak papa ditinggalin?" tanya supir taxi merasa kasihan dengan Jidan yang dari tadi mohon-mohon.

"Jalan terus aja, Pak," jawab Ashella.

Jidan berlari mengejar mobil taxi yang ditumpangi Ashella, sembari berteriak memanggil nama istrinya agar berhenti.

Namun, mirisnya saat ia berlari mengejar mobil, dari arah lain mobil truk yang kehilangan remnya melaju dengan sangat kencang.

Mobil truk itu akhirnya menabrak tubuh Jidan, membuat lelaki itu terlempar ke sisi jalan dan kepalanya terbentur pada trotoar jalan.

Bugh!

Suara kepala Jidan terbentur pada trotoar jalan. Darah segar keluar dari keningnya, sementara truk tadi berhasil membanting setirnya dan melaju ke arah lain.

Mata Jidan sempat terbuka sebentar dan mulutnya terus memanggil-manggil nama istrinya, tak lama ia pun tak sadarkan diri.

Dua bulan kemudian.

"Jidan, kamu di mana? Kenapa kamu gak pernah kembali ke rumah? Kamu udah dua bulan gak pulang, kamu ke mana?" tanya Ashella khawatir, sambil berdiri di depan jendela kamarnya melihat hujan besar yang disertai dengan petir di luar.

Setelah pertengkaran itu, Jidan tak pernah kembali ke rumah, bahkan teman-temannya pun tidak tahu ke mana lelaki itu pergi.

Handphonenya pun tidak bisa dihubungi, Jidan pergi benar-benar tanpa jejak. Apa ia benar-benar melakukan apa yang disuruh oleh Ashella, dengan tidak lagi muncul di hadapannya?

Keesokan paginya. Ashella masih tertidur pulas di kasurnya, semalaman ia terus merindukan suaminya itu hingga sulit untuk tidur.

Sinar matahari berhasil masuk lewat celah-celah kecil jendela kamarnya, dan berhasil membuat matanya silau.

Ashella membuka matanya, dan mendapati hari sudah siang. Setiap pagi biasanya Jidan akan berada di sampingnya tertidur pulas, tetapi kali ini kosong.

"Jidan, ayo pulang. Aku kangen sama kamu, ayo pulang... aku minta maaf, aku yang salah. Tolong pulang..." sesal Ashella, mengingat dulu terakhir ia bertemu dengan Jidan, saat mereka bertengkar hebat dua bulan lalu.

Setelah pulang, Ashella langsung menyadari jika semua ini bukanlah salah Jidan sepenuhnya, ia juga terlibat. Jika ia tidak pernah kenal dengan Fauzan dan Zena, semua ini tidak akan terjadi.

Tetapi, ia tak bisa menyalahkan kedua orang tersebut, karena ia bertemu dengan Fauzan dan Zena itu bukan kemauannya sendiri tetapi, takdir-lah yang mempertemukan mereka.

Namun, ia tak pernah menyangka jika pertemuan mereka berdua akan menjadi penyebab masalah dengan suaminya.

Ting! Tong!

Suara bel rumahnya di tekan. Ashella tiba-tiba merasakan sesuatu, ia merasa kehadiran Jidan di sana. Segera ia turun dari ranjang dan berlari untuk membuka pintu.

Ceklek!

Kedua pintu rumah itu ia buka lebar-lebar. Terukir senyum bahagia di bibir Ashella, bahkan matanya tak bisa berbohong jika apa yang ia ingin lihat saat ini sudah terwujud.

Lanjut? Jangan lupa komen di bawah 👇

Dijodohkan dengan Ketua Geng: Season 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang