Part 14

82 5 2
                                    

"Gak peduli, mau dia ucapin selamat tinggal atau talak sekalipun gak peduli lagi," ujar Ashella secara tak sadar mengucapkan kata itu di depan umum.

"Lo istrinya, Jidan?" Wanita itu merasa kaget mendengar kebenaran ini.

"Astaga, aku keceplosan lagi. Kalo semuanya tau aku istrinya Jidan dan sampe ke Bu Celine, aku bakalan ikut dipecat karena sembunyiin rahasia Jidan ke dia," gumam Ashella dalam hati.

"Bukan! Maksud gue itu..."

"Lo gak bisa ngelak Ashella, lo udah ketangkep basah sekarang."

"Pliss, jangan kasih tau Bu Celine ya, gue mohon. Kalo dia tau, gue bisa dipecat karena udah rahasiain identitas Jidan yang dia jadi ketua geng," mohon Ashella.

"Ashella, lo dipanggil Bu Celine tuh," ucap salah satu karyawan wanita di sana.

"Dipanggil?"

"Iya, buruan sana samperin. Jangan buat dia marah," jawabnya lalu pergi.

"Bukan gue yang bilang, gue di sini bareng sama lo," kata wanita yang mengobrol dengan Ashella.

Ashella masuk ke dalam ruangan Celine. Lalu duduk di kursi di depan meja Celine.

"Ashella, beraninya kamu simpan rahasia besar ini sama saya!" Celine murka.

"Rahasia apa ya, Bu?" tanya Ashella tidak tahu.

"Jangan pura-pura kamu! Sebenernya kamu tahu 'kan, Jidan itu geng motor? Dan kamu sengaja rahasiain ini semua," ujar Celine.

"Saya minta maaf, Bu. Saya salah. Tapi, saya mohon jangan pecat saya, saya baru aja kerja, Bu... saya mohon," pinta Ashella menyatukan kedua tangannya.

"Kesalahan kamu benar-benar fatal, saya tidak bisa memaafkan kamu. Kamu saya pecat!" Kata yang tidak ingin Ashella dengar, sekarang malah diucapkan oleh Celine.

Baru saja hari ini Jidan dipecat, dan sekarang ia juga ikut dipecat. Jika semuanya dipecat, bagaimana bisa ia membayar hutangnya pada Chelly?

"Jidan, gara-gara kamu... aku jadi ikutan dipecat!" Ashella berteriak di jalanan, meluapkan emosinya dengan menyalahkan Jidan atas semua yang ia alami saat ini.

Tiga hari berlalu. Jidan dan Ashella masih saja saling diam, tanpa bertegur sapa sama sekali. Mereka berdua hanya fokus pada kegiatan mereka masing-masing.

Setelah dipecat, Ashella membantu ibunya bekerja di ruko milik ibunya. Sementara Jidan, ia kembali nongkrong-nongkrong lagi bersama gengnya dan sesekali ikut balapan liar pada malam hari.

"Shella, kamu gak capek kayak gini terus? Udah tiga hari kamu diem-dieman sama Jidan, kamu gak kasihan sama dia?" ujar Sasha pada putri satu-satunya itu yang sedang menyiapkan makanan untuk pelanggan.

"Kalo dibilang capek, yang capek banget. Tapi, dia itu udah keterlaluan dan sulit buat aku maafin," balas Ashella.

"Shella, untung bisa deh lo diem-dieman kek gini. Kalo gue jadi lo, gak akan tahan," sahut Chelly.

"Mama, Chelly... aku juga capek sama keadaan aku sekarang. Tapi, mau gimana lagi, dia lebih milih gengnya itu daripada aku! Buat apa aku sama dia, kalo yang jadi prioritas dia itu temen-temennya?" timpal Ashella.

"Ya... dia gak sepenuhnya salah juga. Seharusnya lo tuh ngomong baik-baik sama dia, jangan keburu emosi. Lo tanya, dia nyamannya gimana? Nyamanan kerja atau nongkrong kayak dulu lagi?" ucap Chelly memberikan saran.

"Ya pasti dia lebih nyaman nongkrong kayak dulu lagi. Buktinya dia lebih baik dipecat daripada harus kerja nafkahin aku," balas Ashella.

"Tapi, coba kamu bayangin ada di posisinya Jidan sekarang. Kamu harus milih antara pasangan yang kamu cintai, terus tiba-tiba ngilang, dan temen yang selalu nemenin kamu dan gak pernah ninggalin kamu, meskipun mereka kadang ditinggal sama kamu," sahut Sasha.

Tok! Tok! Tok!

Seseorang mengetuk etalase tiga kali, membuat ketiga wanita yang sedang asyik mengobrol itu menoleh.

"Jidan, ngapain kamu ke sini?" ketus Ashella tidak suka dengan kedatangan Jidan.

"Shella! Jangan kayak gitu," tegur Sasha, menepuk pelan lengan Ashella. Sasha langsung melempar senyum pada Jidan, "Jidan, kamu mau makan?"

"Enggak, Ma. Aku ke sini mau ketemu sama Shella," jawab Jidan.

"Gak bisa. Aku gak mau ketemu sama kamu." Ashella pergi melengos dari sana. Tetapi, sebelum ia berhasil pergi, Chelly sudah lebih dulu mencegah dan mendorongnya keluar menemui Jidan.

Karena sudah terlanjur bertemu dengan Jidan, Ashella pun terpaksa harus meladeninya meskipun ia tak ingin.

"Mau ngomong apa?" tanya Ashella membuang muka.

"Aku di sini, di depan kamu. Kenapa kamu malah liat ke tempat lain?" timpal Jidan.

Ashella kesal dengan jawaban Jidan, ia segera menoleh pada lelaki muda itu. Namun, bukannya bicara... Jidan malah tersenyum menatap Ashella.

"Kok diem, ayo ngomong!"

"Apa alesan kamu suruh aku buat tinggalin Orion Universe daripada dipecat sama, Bu Celine?" tanya Jidan mengungkit kembali masalah itu.

"Udah jelas jawabannya adalah itu karena ada manfaatnya, daripada kamu nongkrong-nongkrong gak jelas sama mereka," jelas Ashella.

"Sekarang aku tanya, apa alesan kamu lebih pilih Orion daripada kerja buat hidupin aku?" Kini Ashella berbalik bertanya.

"Karena Orion itu setengah dari jiwa dan raga aku, kalo aku ninggalin mereka aku gak bisa hidup seutuhnya," jawab Jidan.

"Terus, aku... kamu anggap apa? Cuman status doang, istri? Gak ada maknanya sama sekali, iya?" tanya Ashella lagi.

"Kamu juga sama kayak Orion, tanpa kamu aku gak bisa utuh," jawab Jidan.

"Terus, kenapa kamu nolak kerja buat hidupin aku? Itu artinya aku sama sekali gak ada artinya buat kamu, kamu cuma peduli sama Orion, Orion, Orion, dan Orion, semuanya Orion." Ashella mulai kesal karena Jidan selalu mementingkan Orion daripada dirinya.

"Jadi, maunya kamu itu kayak gimana? Posisi aku serba salah sekarang, aku milih kerjaan itu artinya aku ingkarin janji aku sama Orion. Aku milih Orion, malah bikin kamu marah," tanya Jidan berusaha sabar, meskipun dalam hatinya ingin sekali ia mengamuk.

"Aku tuh maunya kamu nanya sama aku baik-baik, gak bentak-bentak aku kayak kemarin, mana sampe panggil lo-gue lagi! Aku gak suka ya, dibentak-bentak kayak gitu."

"Aku tau aku salah, karena suruh kamu buat tinggalin Orion, padahal Orion itu berarti banget buat kamu. Tapi, kamu seharusnya gak pake nada tinggi juga jelasinnya ke aku!" keluh Ashella meluapkan semua emosinya.

"Tapi, kamu sebagai cowok harus tau satu hal... perempuan gak pernah salah. Jadi, kamu gak berhak buat salahin aku."

"Jadi, semuanya aku yang salah gitu?" Ashella mengangguk.

"Gak papa deh gue yang disalahin, yang penting Shella seneng," ucap Jidan dalam hati. "Jadi, sekarang kita udah baikan?"

"Jujur aku capek banget sama ekosistem hubungan kita ini. Berantem, minta maaf, dimaafin, berantem, minta maaf, dimaafin, terus aja gitu..." ungkap Ashella.

Lanjut? Jangan lupa komen di bawah 👇

Dijodohkan dengan Ketua Geng: Season 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang