Part 20

132 6 2
                                    

"Gak, gak bisa," tolak Jidan. "Ini semua salah kamu, Ann... kamu yang udah hasut dia bilang aku ayahnya, ini tanggung jawab kamu sendiri."

Anna segera pergi, kembali pada Ashella dan Gio. Awalnya Jidan pikir Anna sudah mengerti, tetapi ternyata Anna malah...

"Shella, aku mohon sama kamu..." Anna tiba-tiba berlutut di hadapan Ashella dan memegang tangannya.

"Anna, kamu ngapain?" tanya Ashella, terkejut dengan apa yang dilakukan Anna sekarang.

"Om Farhan udah meninggal, dan sekarang kita cuma tinggal berdua. Gio butuh sosok ayah di masa pertumbuhannya, aku mohon sama kamu buat ijin-in Jidan jadi ayah tirinya," mohon Anna tanpa tahu malu.

"Anna, apa yang kamu lakuin?!" marah Jidan, menarik tangan Anna dengan paksa agar wanita itu berdiri.

"Lo gila apa, hah? Lo ngapain mohon-mohon kayak gitu sama, Shella?! Lo pikir gue bakalan mau gitu jadi ayah dari anak lo itu? Gak akan!" kata Jidan penuh penekanan.

"Papa, jangan marahin, Mama!" sahut Gio, menjadi penengah di antara Jidan dan Anna.

"Jangan panggil gue Papa, gue bukan bokap lo!" Jidan hilang kendali, karena terlalu muak dengan drama yang dibuat oleh Anna itu. "Stop panggil gue, Papa!"

"Jidan!" panggil Ashella lantang saat Jidan membentak Gio.

"Shella, aku gak mau jadi ayahnya, aku gak mau. Dia bukan anak aku, dan kalo pun suaminya Anna udah meninggal... itu tanggung jawab dia, kenapa kita harus ikut campur?" Jidan membela dirinya sendiri.

"Aku tau... tapi kamu gak seharusnya bentak-bentak Gio, dia gak salah. Dia masih kecil dan bahkan gak tau apa-apa," ucap Ashella mencoba membuat Jidan mengerti.

"Coba kamu liat, Gio masih kecil dan sekarang dia lagi butuh sosok ayah di masa pertumbuhannya itu. Sosok ayah itu penting bagi seorang anak, kamu juga tau itu 'kan?"

"Shella, aku bener-bener gak bisa, ini udah keterlaluan. Kita gak boleh ikut campur urusan keluarga orang lain," ucap Jidan masih bersikeras.

"Tapi, Anna bukan orang lain, dia..." Ucapan Ashella terhenti.

"Dia cuman mantan, dan kita berdua gak ada hubungan lebih. Apa hak kita ikut campur urusan keluarganya?" timpal Jidan.

"Kalo kamu masih anggap aku suami kamu, jangan paksa aku," lanjut Jidan, lalu pergi meninggalkan Ashella dan Anna.

Ashella kini menjadi bimbang, ia tak mungkin meninggalkan Jidan begitu saja hanya karena Gio, anak Anna. Tetapi, ia juga tak tega melihat kondisi anak laki-laki itu. Harus bagaimana sekarang?

"Shella, aku yakin kamu itu orang baik dan punya hati, aku tunggu jawaban kamu," ujar Anna.

"Ayo, Sayang kita pergi dari sini." Anna meraih tangan kecil Gio, lalu pergi.

Ashella mengejar Jidan yang tadi pergi. Tentu saja, Jidan masih kesal dengan Ashella, yang memaksa dirinya untuk menjadi ayah tiri, Gio. Padahal ia tahu sendiri, Gio adalah anak dari mantan suaminya.

"Jidan!" pekik Ashella, berlari menyusul Jidan yang tadi pergi.

Jidan menghentikan langkahnya, "Apa, mau paksa aku lagi? Gak, jawaban aku masih sama."

Jidan kembali melanjutkan langkahnya, tapi Ashella mencekal tangan Jidan, "Ih, tunggu dulu."

"Apa lagi, sih? Kalo tujuan kamu masih sama, jangan harap kamu bakal dapet jawaban itu dari aku," kata Jidan. "Lagipula, ini tuh salahnya dia yang salah didik anak."

"Tapi–"

"Ashell..." Jidan meraih tangan Ashella, "Aa udah janji sama kamu, kamu gak akan cinta sendirian lagi. Kalo Aa turutin kemauannya Anna, emang Ashell gak sakit hati?"

"Jadi, please ya... jangan paksa Aa lagi. Aa gak mau Ashell sakit hati cuma karena anak  yang masih kecil itu."

Ashella mengangguk. Jidan seketika tersenyum karena Ashella sudah bisa mengerti dengan apa yang ia jelaskan dari tadi. Lalu, Jidan menarik punuk istrinya itu dan memeluknya.

"Jangan terlalu baik, karena itu gak baik," kata Jidan sambil mengelus rambut Ashella.

***

"Aku yakin, Shella pasti dia bakalan maksa Jidan buat jadi papa tiri, Gio. Secara 'kan dia itu bodoh, gampang dimanfaatin," ujar Anna dalam hati.

Malam harinya. Jidan sedang bersama teman-temannya di basecamp Orion. Seperti biasa, mereka hanya nongkrong-nongkrong saja di sana, apalagi sekarang Jidan sudak tidak bekerja. Jadi, ia bebas sekali.

Tak disangka, satu motor ninja berhenti di depan mereka, dengan tiga lainnya di belakang. Mereka berempat membuka helmnya, dan turun dari motor.

"Fauzan?" kata Jidan setelah salah satu dari mereka membuka helm.

"Rupanya lo masih inget sama muka gue," timpal Fauzan tersenyum kecut.

Jidan berdiri lalu berjalan menghampiri Fauzan, "Lo mau ngapain ke basecamp gue? Lo ada masalah sama Orion?"

"Gue gak ada masalah sama geng lo itu, tapi gue harus kasih perhitungan sama ketuanya!" jawab Fauzan mulai serius.

"Lo mau ngasih gue perhitungan kenapa?" tanya Jidan lagi.

"Lo udah berani gangguin quality time gue!" Fauzan menarik jaket Jidan. "Gara-gara lo dateng tadi, Shella jadi ikut pergi sama lo!"

"Heh!" Jidan menepis tangan Fauzan yang menarik jaketnya, "Justru lo yang harusnya gue kasih perhitungan. Lo udah lancang banget bawa istri orang tanpa sepengetahuan suaminya, mana bilangnya mau ke acara sekolah padahal itu semua cuma akal-akalan lo aja!"

"Gak ngaca kali lo, ya?"

"Jidan, lo harus tau. Shella itu lebih nyaman sama gue sama Zena, bukan sama lo," kata Fauzan memanasi Jidan.

"Gak usah sok tau, lo!"

"Gue gak sok tau, tapi gue bisa liat itu waktu Shella sama gue dan waktu sama lo. Waktu sama lo, dia keliatan tertekan banget, kebanding sama gue, dia bebas," papar Fauzan.

"Mata lo picek! Justru sebaliknya, kalo gak ada Zena dia gak bakalan mau deket sama lo. Lo seharusnya tau itu!" timpal Jidan.

"Gue tantang lo balapan," ucap Fauzan menantang.

"Cih, ngapain gue balapan sama lo? Kayak gak ada kerjaan aja," balas Jidan percaya diri.

"Lo gak usah kepedean kalo lo yang bakalan menang," timpal Fauzan dengan sangat yakin jika dirinya itu akan menang dalam balapan liar dengan Jidan.

"Si Fauzan nyebelin banget, kok bisa sih Shella bergaul sama nih cowok satu?" umpat Jidan dalam hatinya, merasa heran.

"Gimana, berani lo?" tantang Fauzan lagi. "Kalo gue menang, lo harus cerain Shella dan lo juga harus relain dia buat gue."

Mata Jidan membulat saat mendengar tantangan yang diberikan oleh Fauzan.
"Gila lo ya?" hardik Jidan.

"Kenapa, lo gak berani?"

Jidan berjalan mendekat ke arah Fauzan.
"Denger ya, gue gak akan jadiin istri gue sendiri sebagai bahan taruhan. Karena dia itu bukan barang yang bisa dilempar sana-sini! Ngerti lo?!" ujar Jidan dengan tegas.

Lanjut? Jangan lupa komen di bawah 👇

Dijodohkan dengan Ketua Geng: Season 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang