ekstra 3

230 37 10
                                    

2 minggu kemudian…

"Paru-paru itu masih perlu adaptasi, Ji. Kau tahu sendiri kan dalam beberapa kasus malah ada penolakan langsung dari si pasien, bersyukur saja Rosie tetap mau bangun." Jiah melepas kacamatanya,  dia baru saja selesai dengan pasien-pasiennya saat Jiyoung tahu-tahu sudah ada di ruangannya dan langsung mencecar dengan berbagai pertanyaan.

Jiah paham Jiyoung khawatir. Apalagi kondisi Rosie yang naik turun turun sejak operasi transplantasi 2 minggu yang lalu, padahal Rosie itu cukup hebat, tidak butuh waktu lama untuk menunggu anak itu bangun. Walaupun saat bangun pun dia kembali terlelap karena saking lelahnya.

"Ngomong-ngomong bagaimana keadaan anak pertama mu? Aku sudah lama tidak melihatnya." Tanya Jiah yang kini mendapat perhatian penuh dari Jiyoung.

"Jisoo, ya?” Jiyoung masih belum berani untuk menggapai puterinya yang satu itu.

Jisoo ada di rumah sekarang, entah sudah hari keberapa anak itu mengurung diri dan tak mau bertemu siapapun.

Wajar saja, Jiyoung juga mengerti, bukan perkara mudah menerima fakta bahwa kini anak itu tak lagi memiliki adik yang selalu bersama nya hampir seluruh waktu dalam hidup nya.

"Beri Jisoo waktu juga bagus. Tapi, ada baiknya sebagai orang tua, kau memulai pembicaraan. Mental anak itu terguncang, gak baik kalau hanya didiamkan saja, kita tidak tahu dia sudah melakukan hal nekat apa selama sendirian di kamarnya."

“Hal nekat?”

Perkataan dokter Jiah itu mulai memenuhi kepala Jiyoung saat ini. Ya, benar, dia harus menemui putrinya itu secepatnya.

.
.
.

Kamar itu sebelumnya menjadi ruangan favoritnya Lisa. meskipun mereka memiliki kamar masing-masing, Lisa selalu tidur bersama dengan nya jika Rosie bersama Jennie.

Jisoo tersenyum sedih saat mengingat betapa hopeless-nya Lisa saat Harus LDR dengan Sean kala itu. anak itu bahkan menolak untuk bertemu Papinya, gak mau kelihatan depresi di depan sang Papi katanya.

Depresi. Terkadang Jisoo menertawakan Lisa yang selalu berlebihan dalam beberapa hal, termasuk dalam menggambarkan perasaannya. Tak jarang Lisa menggunakan istilah itu saat kondisi Rosie menurun.

"Aku bentar lagi depresi keknya, Rosie lagi diem aja tiba-tiba drop gini gimana gue bisa diem aja?!”

.

Tentang Rosie, Jisoo juga ingin sekali bertemu adiknya itu. Walaupun Jennie lebih dekat dengan Rosie dibanding dirinya, tapi Jisoo juga sama sayangnya. Dia bahkan rela menolak beberapa kali tawaran tmain dengan teman-temannya karena ingin bermain bersama Rosie.

Bagaimana keadaan Rosie sekarang, apakah adiknya sudah bangun atau belum, apakah Rosie mencarinya atau tidak. Berbagai pertanyaan memenuhi kepala Jisoo, tapi dia tidak bisa keluar dari sana. Masih sesak rasanya saat harus menghadapi fakta yang ada.

Tok! Tok!

"Jisoo? sayang di dalem, kan? Mami sama Jennie mau ngobrol sama Kamu, boleh?“

Jisoo menoleh saat mendengar suara Jiyoung dibalik pintu, dia tidak menolak, tapi juga tidak beranjak dari posisinya.

Duduk diatas ranjang dan menatap kearah balkon menjadi rutinitas Jisoo akhir- akhir ini.  Ah, balkon. Dulu dia sering ngemil Popcorn Chicken disana bersama Lisa.

Pintu itu terbuka secara perlahan, Jiyoung dan Jennie masuk. Jisoo tidak sanggup menatap wajah kedua orang itu, dia tidak sanggup jika harus menangis lagi.

Jiyoung memilih duduk disamping Jisoo, "Sayang gimana kabarnya?”

”Baik," jawab jisoo singkat, tapi Jiyoung bersyukur putrinya itu masih mau mengeluarkan suara. Walaupun yang dikatakan Jisoo itu sebuah kebohongan besar.

RELUNG ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang