ch 18

18K 1.1K 15
                                    

"sunyi itu adalah kombinasi rindu dan penantian. rindu yang selalu melerai siang dan malam. serta penantian yang selalu mengikuti putaran jarum jam."

---

Athala's pov

sepertinya aku tak bisa menunggu lebih lama lagi. 8 tahun sudah aku mati rasa. kini, semakin hari perasaan pada Lya tak lagi bisa dikekang diam-diam. meski mungkin terlalu dini, aku ingin memiliki Lya secepatnya. jujur saja, aku khawatir Lya direbut laki-laki lain. meski aku mencoba untuk berfikir positif, menahan diri untuk tidak khawatir, kehadiran dua pria yang tidak sengaja ku temui saat bersama Lya nyatanya membuat pertahananku goyah. aku cemburu.

"kita mau kemana Ta?" tanya Lya saat aku menyetir.

"suatu tempat." jawabku sambil tersenyum dan tetap fokus menyetir.

"ini bukannya jalan ke arah bogor ya?"

"hehe.. iya.."

"tapi kalo kemaleman gimana Ta? kasian Aruna di rumah."

"tenang aku udah izin ayah sama ibu. sama aruna juga. kamu besok pagi aku antar pulang."

"dih koq kamu seenaknya sih.. kamu bilang apa sama mereka biar aku diizinin?"

"hmmm.. ada deh.. hehehe"

"serius Ta.. kamu bilang apa ke ayah?"

"aku jujur koq. aku bilang aja mau ke Puncak."

"terus Ayah ngizinin gitu aja?"

aku mengangguk.

"ah gak mungkin.. pasti kamu bohong?"

"seriuuuusss.... aku cuma disuruh jagain kamu aja.. dan ngembaliin kamu jam 6 pagi sebelum Aruna bangun tidur."

Lya mengangguk lalu langsung mengambil handphonenya. mungkin mengabari ayahnya atau aruna.

sebenarnya aku sedikit 'berjuang' memohon pada ayah Lya. aku tahu, Ayahnya adalah orang yang disiplin. saat ayah Lya bertanya alasan aku mengajak Lya ke puncak, aku cukup menjawab, "Ata ingin melamar Lya, Om. itu pun jika Om merestui Ata."

jujur itu berkah! hehehe.

rupanya perjalanan ke puncak tidak semudah yang ku bayangkan. 10km sebelum pintu tol ternyata macet total. Lya sudah mulai mengantuk, dan aku mulai kesal. padahal aku sudah menyiapkan sebuah candle light dinner yang romantis di salah satu villaku disana. sebenarnya bukan aku yang menyiapkan, tapi Dika, asisten pribadiku. cowok metropolis itu yang memberikan saran ini. dia bilang, "boss, ngelamar cewek itu musti kelihatan usaha dan perjuangannya, biar hatinya luluh dan langsung bilang IYA."

"Ta kamu cape gak? biar aku gantian yg nyetir."

"gak koq. santai aja. cuma diem gini nyetirnya. maaf ya.. apa kita puter balik aja?"

"huss.. mana boleh di jalan tol muter balik. lagian mana bisa, kiri kanan kita mobilnya rapet banget."

"kamu laper gak? padahal aku dah nyiapin dinner disana. aaarghh macet sialan ni ngerusak rencana aja!!"

"sabaaaaar.. kita dengerin radio aja yak.."

Lya mengotak-ngatik channel radio yang masih on hampir tengah malem gini. sesekali dia bersenandung ringan mengikuti lagu yang sedang diputar. sesaat kemudian kami lupa dengan kemacetan dan bernyanyi berdua lagu2 90an. sampai sebuah lagu kerispatih yang berjudul "lagu rindu".

"Lya, biar aku yang nyanyi. kamu dengerin aja ya. ehem.. ehem.."

Lya tertawa sambil mengangguk. mengiyakan.

A untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang