ch 22

15.1K 1K 4
                                    

"bukan kepercayaan yang mudah hilang, tapi kekecewaan yang mengikisnya.."

Athala pov

"Ta, mana? Aruna belum pulang.."
aku menatap iba kepanikan Lya. mataku bergantian bertemu tatapan orang tua Lya yang juga penuh kecemasan. Dhika sudah aku suruh mengerahkan banyak pihak, siapapun yang sekiranya mampu menemukan aruna.

aku tidak berkata apa-apa, hanya bisa memeluk Lya yang terisak.

"Sabar ya Lya, aku sudah intruksikan banyak pihak buat nyari Aruna. Aruna pasti pulang.."

isak tangis Lya semakin tak bisa ku kendalikan. Lya tergugu dalam pelukanku, dan justru malah membuatku pesimis. kemana saja dhika, sudah 2 jam belum memberi kabar.

tidak lama hp ku bergetar. telpon dari dhika.

"gimana dik, udah ada hasil belum???" tanyaku gak sabaran.

"boss,,, Aruna udah ketemu. dia baik2 aja. sekarang udah dijalan pulang."

"bentar gw loudspeaker dulu biar keluarganya ikut dengar. mereka juga ingin dengar kabarnya."

"om tante mba gak usah khawatir, sebentar lagi adik kecil akan datang. dia tidak diculik. ada orang yang anda semua kenal mengajaknya pergi."

aku non aktifkan kembali loudspeakernya. aku masih terkejut dengan hasil penyelidikan yg dilaporkan dhika, lantas aku instruksikan padanya supaya menambah intensitas penjagaan lebih ketat dan teliti lagi.

belum hilang kebingungan keluarga Lya mendengar kabar dari dhika, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mereka kenal baik membawa aruna.

"mamaaaa... aruna pulang....."

Lya langsung berlari menyambut aruna sambil menangis lebih kencang. iya memeluk aruna dengan erat tanpa berkata apapun. hanya suara tangisnya yang terdengar. ibunya Lya juga bereaksi sama. mereka bertiga berpelukan sambil menangis. hanya aruna yang bingung akan sikap mama dan neneknya.
lelaki itu bingung sekaligus terkejut dengan adengan yang dia tonton. berbeda dengan Ayah Lya yang menatap tajam penuh amarah pada lelaki itu.

"lho,, koq jadi rame nangis-nangis gini?" tanya lelaki itu heran.

Lya meminta aruna ke kamarnya untuk istirahat.

Lya menghampiri laki2 itu dan...
plak!!! Lya menamparnya.

"Hei! kenapa sih kamu Lya?"

"kenapa? kamu tanya kenapa? seharian kami panik mencari Aruna kemana2. kami kira aruna di culik. taunya kamu yg bawa pergi Aruna. otak kamu kemana hah? aku ini ibunya Aruna. kamu harus izin dulu sama aku! apa susahnya sih telepon dulu!!! kamu punya hp kan? oh atau kamu gak punya pulsa!!!"

laki-laki itu diam, mulai mengerti kesalahannya. Lya yang tidak pernah marah, seketika berubah penuh amarah.

"sorry.. gw lupa bilang.."
ada perasaan bersalah dari nada suaranya.

"kamu boleh lupa kali ini, tapi kamu harus ingat satu hal, aku ini ibunya Aruna, dan kamu hanyalah pamannya. apapun yang berhubungan dengan Aruna, kamu harus bilang sama aku. sekarang, lebih baik kamu pulang aja, Zal. aku masih kecewa sama kamu."

"sekali lagi maaf, Lya, pak, bu..permisi.."
lelaki bernama Rizal, adik almarhum suami Lya itu pun pergi. matanya sempat bertemu dengan tatapanku, ada rasa tidak suka dari pandangan itu.

Lya terduduk di sofa, masih sedikit termangu dengan semua kejadian hari ini. ingin rasanya aku memeluk dia untuk meyakinkan hatinya bahwa dia tidak sendiri. tapi, aku masih sungkan, dan ingin menjaga kepercayaannya untuk tidak ikut campur terlalu dalam tentang masalah ini. saat ku putuskan untuk berpamitan dan  beranjak pulang, Lya justru mencegahku.

"mau kemana Ta?"

"hmm,, pulang."

"nanti aja. tunggu  aku masakin sesuatu. kamu kan belum makan siang."

aku kembali duduk di sofa, menyaksikan punggung Lya yang sudah beranjak ke arah dapur. sosok wanita yang selalu tegar meski perjalanan hidupnya tak mudah.

Ya Tuhan,, Izinkan aku mendampinginya, membahagiakannya, dan memuliakan hidupnya..

"Om Ataaa..  ayo makan dulu kata mama.."
suara teriakan Aruna membuyarkan lamunanku.

A untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang