Titik Nol

33.5K 1.7K 18
                                    


"jika pertanyaan ini tak bisa kamu jawab, biar Tuhan yang menutup ingatanku tentangmu.."

--------------

ternyata benar dugaanku. pertemuan dengan bu mira cuma butuh 85 menit untuk menyelesaikan analisa PT Harapan Makmur.

perusahaan yang bergerak dibidang otomotif, lebih tepatnya spare part sepeda motor ini mengajukan pembiayaan sebesar 45milyar. sebenarnya bukan analisanya yang kurang tajam, tapi sebenarnya aku yang kurang yakin saat menerima berkas analisa perusahaan ini dari marketing. bukan karena aku meragukan repayment capacity-nya, tapi karena secara kasat mata sebenarnya perusahaan ini sebenarnya tidak butuh kredit. mereka mengajukan jaminan berupa cash collateral, deposito sebesar 45milyar di bank kami. jadi, sebenarnya nyaris zero risk. pinjam uang tapi sebenarnya uangnya sendiri.

tapi ya sudahlah, kalau semua orang kaya berpikir untuk 'lebih baik tidak berhutang', terus siapa yang mau gaji aku.. hehe

kulirik jam dinding di ruangan bu mira. hampir pukul sepuluh. setengah menghela nafas kukeluakan kertas kecil berisi nomor hp Ata. ada sedikit pergolakan bathin apakah akan kuhubungi dia atau tidak. apakah aku akan mengizinkan dia kembali dalam hidupku sebagai apapun dia di hatiku. apakah aku berkhianat terhadap mas rifki karena aku tak pernah benar-benar mem'buang'nya dari hatiku. Ata selalu ada disudut kecil rongga ingatanku walau sebenarnya hati ini sudah berdamai dengan perasaanku seiring waktu. aku sangat mencintai mas rifki, sangat mencintainya sampai detik ini. aku hanya menutup rongga ingatan tentang Ata selama ini. dan tiba-tiba Tuhan mempertemukanku dengannya begitu saja.

"aaarggh..." gerutuku tanpa sadar

"kenapa kamu lya?" tanya bu mira

"eh, nggak bu.. saya cuma sedikit ngantul..saya boleh izin pulang bu? sudah selesaikan?"

"ok. selamat weekend Lya."

"makasih bu mira.. saya pamit.."

baru 3 langkah menuju pintu, bu mira memanggilku.

"Lya, ini kertas kamu bukan. ambil dong. klo emang sampah ya buang. jangan disimpen di meja saya."

damn. kertas kecil berisi no hp Ata. mungkin Tuhan mengingatkanku melalui bu Mira.

"oh maaf bu. permisi bu.." ku ambil kertasnya lantas segera pergi dari ruangan itu, sebelum bu mira berubah pikiran dan memintaku membantunya lembur sampai senin. no way.

aku kembali menatap nomor itu sambil berjalan menuju lift. belum sempat aku menekan tombol turun, tiba-tiba pintu lift terbuka dan...

"Hai Lya, sepertinya aku tepat waktu."

Ata. apa yang dia lakukan disini. ouch,, aku lupa malah menyebutkan lantai 19 tadi saat mengobrol dengannya.

"oh hai." ujarku singkat. buru-buru kumasukkan kertas kecil tadi ke dalam saku celana panjangku.

"udah beres. yuk aku antar kamu pulang."

" eh, tapi. aku bawa mobil sendiri. gak usah."

"hmm,, maksudku, aku antar kamu pakai mobilmu. mobilku mogok sekarang lagi di bengkel. nanti biar sopir rumah yang jemput aku."

aku cuma mendelik heran dengan jawabannya. atau lebih tepat, alasannya.

"hmm,, rumahku jauh. di karawang.."
ujarku mencari-cari alasan.

"gak apa2. biar aku yang nyetir. kamu istirahat aja. pasti kamu cape kan berangkat pagi-pagi buta."

lift sudah terbuka dan dia mempersilakan aku masuk duluan. typical Ata yang dulu. selalu mendahulukan aku. aaargh.. kenapa harus mengingat masa lalu lagi. Mas rifki, tolong bantu aku menjaga perasaanku.. bisikku dalam hati.

A untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang